Pages

Monday, January 12, 2015

Tragedi Paris: Mengkhianati Nabi Tanpa Sadar

Oleh: Muhammad Elvandi*
Tulisan ini khususnya untuk warga muslim Indonesia di Eropa. Dunia berduka, atas tragedi penembakan di Charlie Hebdo, distrik 11, di sebuah kantor majalah satire yang sering memuat karton cemoohan terhadap nabi Muhammad. Tapi yang paling berduka atas tragedi ini adalah muslim di Eropa.

Puluhan tahun, da’i, ilmuwan, sastrawan, seniman muslim berusaha menampilkan wajah rahmatan lil ‘alamin Islam, mulai dari kesantunan, intelektualitas, produktivitas, dan keterbukaan mengajarkan Islam dengan semua cara yang elegan.  Ia bukan tugas ringan, apalagi di Perancis, dimana Islamophobia sangat kental, tidak seperti di Inggeris yang ramah.

Sekularisme di Perancis adalah yang paling parah [laicité] dan lebih dirasakan dalam bentuk islamofobia. Namun, selama 3 tahun tinggal disana islamofobia itu mulai saya rasakan berkurang. Sekolah-sekolah SD hingga SMA muslim mulai bermunculan dan terbukti meraih banyak prestasi dan menunjukan kepada warga asli Perancis bahwa anak-anak muslim tidak berbeda dengan semua anak kulit putih eropa dalam kemampuan pendidikan. Universitas dan lembaga-lembaga kajian muslim bermunculan dan memjawab kebutuhan masyarakat muslim dan Perancis. Even-event akbar diadakan, seperti Rencontre annuelle des musulmans de France dan sangat terbuka mengundang non-muslim berpartispasi sehingga warga asli Perancis mulai merasakan kehangatan kehadiran muslim yang jauh berbeda dengan stigma yang mereka punya sebelumnya.

Usaha puluhan itu terancam lenyap hanya oleh aksi orang yang merasa sedang membela nabinya, dengan menyerang kantor majalah tersebut dan membunuh 12 orang. Padahal dampak kejahatan ini sangat signifikan.

Saya memprediksi fenomena islamofobia itu akan kembali bangkit di seluruh Perancis. Dan dampaknya akan sangat terasa khususnya oleh muslimah dan oleh anak-anak muslim. Ruang gerak mereka akan lebih sempit kedepan, seperti dipersulit, dicemooh, dilecehkan, dll. Apalagi beberapa media-media mainstream memanfaatkan isu ini seperti menyoroti dengan sengaja kaitan ‘membela nabi dan pembunuhan’.

Tapi tragedi itu telah terjadi, dan ulama-ulama muslim Eropa berusaha turun tangan menghadirkan semua kemampuan intelektualitas dan reputasi mereka untuk meyakinkan dunia bahwa tragedi ini mengkhinati ajaran nabi kami dan Islam mengutuk kejahatan ini. Tariq Ramadhan, Professor Teologi Universitas Oxford, cucu Hasan al-Banna adalah yang paling vokal, dibantu oleh sederet ulama-ulama besar dari majelis fatwa Eropa, dan L’Union des Organisations Islamiques de France.

Namun sayang, di tanah air, beberapa situs seakan tidak mengerti situasi ini. Beberapa artiketl saya lihat menuliskan ‘alhamdulillah serangan di Charlie hebdo tepat sasaran’. Atau mempertanyakan kenapa kita bergerak saat nabi dihina?

Saya berbaik sangka bahwa mereka menulis dengan motiv membela nabi, namun saya katakan bahwa itu salah kaprah. Setelah tragedi ini, yang perlu dilakukan muslim seluruh dunia ada dua. Pertama mengutuk kejahatan ini dan menjelaskan bahwa Islam menentang kekerasan, bukan bersyukur. Kedua, bekerja lebih keras menampilkan produktivitas sebagai seorang muslim sehingga tercermin konsep rahmatan lil ‘alamin nya.

Mungkin anda menjawab, ‘para penghina nabi itu layak mati’. Atau mungkin anda memuji penembakan ini dengan mencari-cari dalil dari buku klasik seperti ‘Saiful Maslul ‘ala syatimirrasul’ yang artinya ‘pedang terhunus untuk penghina rasul’ karya Ibnu Taimiyyah. Saya sudah membacanya dalam bahasa aslinya maka saya katakan anda salah kaprah jika menafsirkan buku itu untuk membenarkan tragedi ini. Jika anda membenarkan tragedi ini dengan mengatakan ‘alhamdulillah’maka anda perlu keluar dari daerah anda dan berangkat ke Eropa untuk melihat kondisi muslim dan membayangkan konsekuensi yang akan dihadapi mereka pasca tragedi ini. Mungkin anda mengatakan ‘nabi kita dihina, kita harus marah’, saya katakan, memang harus marah. Karena kalau tidak marah, maka ada yang salah dengan iman kita. Namun ekspresikan kemarahan itu dengan produktivitas, banyak caranya, tapi bukan dengan pembunuhan.

Tulisan-tulisan yang bernada membela kejahatan di Charlie Hebdo ini sangat berbahaya dan mengkhawatikan, karena niat baik saja tidak cukup jika pada faktanya merugikan Islam. Sehingga seakan membela Islam padahal sedang merobohkannya.

Dalam tulisan ini, saya mengajak seluruh muslim Indonesia di Eropa untuk menjelaskan kepada masyarakat sekitar bahwa Islam mengutuk segala bentuk kejahatan seperti ini lalu tampilkan nilai-nilai Islam. Jangan hiraukan semua artikel-artikel yang bertebaran dan bernada seolah sedang membela nabi dengan memuji tindakan ini padahal mereka sedang mengkhianati nabi dan nilai suci Islam tanpa mereka sadari.

Masyarakat eropa, walaupun mengakses media-media mainstream namun mereka mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi akan kebenaran. Maka ini kesempatan kita untuk menjelaskan lebih banyak, tentang nilai-nilai agung Qur’an yang menjunjung kasih sayang. Pertumbuhan Islam di Amerika sangat tinggi setelah 11 september, karena orang-orang menjadi penasaran dan membaca Islam, semoga ini juga terjadi pada warga Perancis. Sehingga tragedi tidak  meningkatkan islamofobia, tapi menyuburkan lahan dakwah.

Manchester, 7 Januari 2015
_____
*Muhammad Elvandi, Sarjana Dakwah Universitas Al-Azhar Mesir, Master Filsafat IESH de Paris dan Master Politics University of Manchester

Friday, January 9, 2015

Menyimak Tradisi Islamisasi Walisongo

 (ilustrasi)

Masjid-masjid & Pesantren di zaman ini,
harus selalu dikawal atau dijaga karena sering diteror oleh saudara sendiri
dengan membanjiri fatwa-fatwa yang membid'ah-kan.
Sehingga, para marbot masjid takut-takut.


(ilustrasi)
 


Misalnya melantunkan do'a--do'a & sholawat saat menunggu wkt sholat (padahal kalau kita ke Tanah Suci di Masjidil Harom & Masjid Nabawi dilakukan)

do'a bersama setelah sholat & salaman setelah do'a.
Padahal itu strategi dakwah yang jitu & diterapkan walisongo.
Sehingga Islam di Nusantara/Indonesia timbul ke-khas-an, tidak sama dengan negara lain, 
terutama karakter Timur Tengah yang keras.
Tradisi dakwah ala walisongo yang baik atau hasanah ini yang harus dilestarikan, karena cocok & sesuai dengan karakter bangsa Indonesia.




Walisongo atau walisembilan itu sangat pintar & cerdas dalam berdakwah & blusukan ke masyarakat (baca aja kisah-2 nya spt: Menyamar sbg Santri Undik di Cilacap, dll julukan ditempat lain yang berbeda-beda). 

Kalau kita perhatikan, bila berdo'a bersama yang dijaharkan(keraskan) setelah sholat, membuat jama'ah menyimak dengan baik, sehingga lama kelamaan bisa hafal,
dan salaman setelah Do'a berjama'ah khas Nusantara. 

Adalah kreativitas Walisongo sebagai upaya mempererat silaturahim sekaligus 
absensi jama'ah yang tidak hadir (sakit , berhalangan, dll)

Alangkah indahnya Islam Nusantara, semua strata sosial terhapus waktu & setelah sholat, 
seperti yang diajarkan/mencontoh Kanjeng Nabi Muhammad Saw, 
yang selalu bertanya bila jama'ahnya ada yang kurang (sampai Sya'laba yang tadinya rajin berjama'ah, tapi kemudian jarang & menghilang sama sekali karena sibuk urus kambing, dll) sampai ke orang tua kita & periode kita saat ini.

Oleh: 
KH. Wahfiudin Sakam
(Wakil Talqin TQN Suryalaya),

serta diedit sedikit oleh saya sendiri.

SUFI



W: Di tengah era globalisasi, pengaruh negatif dalam bentuk pornografi, seks bebas, kekerasan dan narkoba semakin tak terhindarkan. Bagaimana Islam bisa hidup di tengah kondisi masyarakat yang semacam ini?

SIMBAH: Ya ndak masalah. Wong Islam itu ajaran nilai yang sifatnya hanya memberi pilihan-pilihan. Kalau mau ikut silakan, gak melok pun yo sak karep. Wong sekarang ini semuanya serba ruwet. Di media massa kita lihat orang cengengas-cengengis, seolah tidak ada yang salah dalam hidup ini. Kalau musim puasa semua orang pakai jilbab, tapi setelah itu telanjang semua. Koran juga begitu, kalau puasa ramai-ramai bikin wawancara yang seolah-olah Islami. Tapi setelah itu ya lewat.

W: Anda terlihat kecewa sekali dengan kondisi sekarang?

SIMBAH: Oh, tidak. Karena memang saya tidak pernah berpikir bahwa masyarakat itu akan baik. Jadi saya tidak kaget kalau masyarakat sekarang jadi seperti ini.

W: Lalu di mana tanggungjawab Anda sebagai seseorang yang ditokohkan yang harus memberi arahan kepada masyarakat?

SIMBAH: Siapa bilang saya ini tokoh. Wong ulama saja nggak peduli dengan kondisi masyarakat, kenapa saya yang harus bertanggungjawab. Saya hanya bertanggungjawab kepada keluarga dan komunitas yang saya bina, Kyai Kanjeng. Kalau ada salah satu di antaran mereka yang berbuat salah, maka saya akan menindak tegas dengan memberikan sanksi.

W: Apakah pandangan Anda itu bagian dari praktik tasawuf?

SIMBAH: Nggak juga. Terserah Anda menilainya.

W: Kalau begitu, apa sebenarnya pengeritan paling dasar dari tasawuf?

SIMBAH: Kewaspadaan terhadap tipuan dunia. Makanya simbol-simbolnya ketika eksperimentasi pada tahap awal belajar tasawuf adalah meniadakan yang mapan. Seperti anak-anak punk, yang menggunakan atribut sedemikian rupa di tengah kebiasaan masyarakat menggunakan jas. Itu thariqat agar tidak terikat dengan dunia. Tapi jangan dijadikan mode, bahwa seorang sufi harus mengenakan pakaian dari karung.

W: Karena masing-masing orang punya jalan sendiri-sendiri?

SIMBAH: Ya betul. Ibarat merokok. Ada orang yang merokok satu batang bisa batuk sampai seminggu. Tapi ada yang sehari merokok 4 bungkus umurnya bisa sampai 94 seperti Mbah Sirodj (Kemlaten) itu. Yang lain jangan niru Mbah Sirodj. Lihat kemampuan masing-masing dong.

W: Apakah yang Anda sampaikan itu yang dimaksud dengan maqom?

SIMBAH: Maqom itu berlangsung, terjadi dan menjadi syariat bagi semua makhluk Allah. Maqom itu kan titik koordinat ruang dan waktu. Ada yang maqomnya ngemis, tukang becak. Tergantung kepekaan dia terhadap perintah Allah. Ada ahli spiritual yang maqomnya bagian nyekel gendruwo, ngobati wong, atau berburu pusaka. Tinggi rendahnya jangan dipersoalkan.

W: Tapi masyarakat kan masih memahami bahwa maqom itu bersifat hirarkis?

SIMBAH: Ya biarkan saja. Wong masyarakat kok dituntut. Emangnya masyarakat dituntut harus pinter, wong pimpinannya aja gak pinter kok. Masyarakat itu kerjanya salah paham, kate diapakno.

W: Lalu bagaimana sebenarnya konsep maqom dalam tasawuf?

SIMBAH: Maqom itu sifatnya segmentatif dan stratifikatif. Segmentatif itu yang sifatnya horisontal sedang stratifikatif itu yang vertikal. Tapi kalau menurut saya yang dipahami yang horisontal saja, nggarakno sombong. Tinggi mana kambing sama gajah, kan tidak bisa diukur. Kalau dari segi kemanfaatan jelas lebih tinggi kambing karena banyak dimanfaatkan. Ada sate kambing atau gule kambing, tapi kan tidak ada sate gajah. Kalau dari segi meteran memang jelas lebih tinggi gajah.

W: Untuk menegakkan ajaran tasawuf, apakah seorang sufi bisa hidup di tengah kondisi masyarakat yang sudah separah ini?

SIMBAH: Ndak masalah. Malah, akhlak masyrakarat yang rendah itu sangat bagus bagi penempuh jalan sufi. Karena salah satu tiang prinsip untuk menempuh jalan sufi (riyadloh), semacam olah jiwa atau latihan. Kalau Anda ingin jalan yang canggih, ya jangan berjalan di tempat yang rata. Berlatihlah di jalan yang penuh kesulitan, maka jalan Anda akan semakin canggih. Jadi, semakin jelek keadaan semakin menarik. Karena itu merupakan ujian yang terbaik bagi seorang salekh.

W: Untuk menjadi sufi, dia tidak harus menjauhkan diri dari kemaksiatan dalam artian sebagai tempat tinggal. Kalau begitu seorang sufi bisa hidup di tengah dunia yang penuh kemaksiatan seperti sekarang?

SIMBAH: Bisa, kenapa tidak. Wong masuk dolly aja bisa kok. Di sana minum teh sambil duduk-duduk. Lalu merokok, kan tidak masalah.

W: Berarti ada sebagian nilai yang dikorbankan?

SIMBAH: Nilai yang mana ?

W: Seperti melihat wanita-wanita setengah telanjang?

SIMBAH: Kalau melihatnya tidak dengan nafsu. Kalau melihatnya dengan penuh kasih sayang, wah sak akene arek iku rek. Kenapa ? Yang membuat zina mata itu kan orang ngacengan. Kalau Anda melihat wanita bukan sebagai wanita, tetapi sebagai hamba Allah,kan tidak masalah. Unsur wanitanya tidak dominan lagi sehingga tidak terangsang sebagai laki-laki, kenapa ? Ndak usah sufilah, orang Islam itu seharusnya menjadi laki-laki hanya dengan istrinya saja. Begitu di luar, dia manusia, hamba Allah.

W: Artinya seorang sufi tidak harus mengasingkan diri?

SIMBAH: Mengasingkan diri ya boleh, tidak pun ya boleh. Terserah. Kalau jare wong Jowo ada topo nyepi ada topo ngrame. Topo nyepi itu dengan cara hidup di gunug, kalau topo ngrame itu ya srawung di tengah orang banyak.

W: Tapi sebagian orang memahami sufi itu kan harus mengasingkan diri?

SIMBAH: Ya terserah orang memahami. Kalau mau meneruskan kekeliruannya ya monggo. Kalau mau ingin lebih bener ya monggo. Sufi itu orang yang mampu berjalan menembus air tanpa basah, menembus api tanpa kebakaran. Sufi itu orang yang berani di tengah kemaksiatan tapi dia tidak melakukan maksiat. Itu sufi yang ampuh. Kalau poso karena memang gak ono panganan, yo opo angele wong memang gak ono sing dipangan. Kalau masyarakat sudah banyak yang sholat dan berakhlak, lalu banyak orang sufi ya tidak heran. Tapi kalau di tengah dunia yang penuh kemaksiatan masih ada sufi, itu berarti sufi yang bener-bener.

W: Kalau seorang sufi berada di tengah kemaksiatan, apakah dia tidak mengorbankan sebagian nilainya untuk bisa diterima masyarakat?

SIMBAH: Sufi tidak punya pamrih untuk diterima orang. Lapo urusane, nggak ada urusannya. Urusan dia cuman satu, diterima Allah. Kalau tidak diterima Allah, baru dia njembling-njembling. Semakin tidak diterima masyarakat, sebenarnya biasanya semakin bagus. Jadi dia tidak boleh gelisah kalau dia dibuang, dicampakkan. Malah itu akan meningkatkan kesufian seseorang. Tasawuf itu bukan karir kebudayaan, bukan karir politik.

W: Kaitannya dengan kewajiban untuk dakwah?

SIMBAH: Ya itu dakwahnya. Dakwahnya adalah konsistensi untuk lillah ta’ala. Dakwah itu tidak harus ngandani ngene lho rek, koen ojo nyolong. Dakwah yang terbaik adalah uswatun hasanah. Dia sudah memberi teladan yang baik bahwa segala sesuatunya hanya berorientasi untuk Allah. Ngomong gak ngomong nilai dakwahnya sangat tinggi.

W: Banyak tokoh sufi yang menjalani hidup dengan cara menjauhkan diri dari kehidupan dunia, menjadi seorang miskin yang hidup mengembara. Benarkah?

SIMBAH: Sing ngarani iku sopo. Sufi itu tidak terikat oleh kekayaan dan kemiskinan. Sugih gak sugih gak masalah. Sunan Kalijogo sugih, Sunan Kudus sugih, semua wali sugih kabeh. Sunan Ampel sugih. Yak opo kate gak sugih wong Gusti Allah sayang. Melarato gak kekurangan. Kalaupun melarat yang ditandai dengan rumahnya jelek, tapi dia butuh apa saja bisa datang sendiri kok. Seorang sufi tidak boleh terikat oleh dunia. Kalau terikat dunia, itu namanya hubbudunya. Makanya seorang sufi tidak boleh mencalonkan diri menjadi seorang pemimpin, apalagi seorang presiden.

W: Meskipun itu dipahami dalam kerangka sebagai tanggungjawab untuk membina umat?

SIMBAH: Seorang sufi tidak boleh mencalonkan diri. Tapi kalau dia diperintah oleh Allah, dia tidak boleh menolak. Di dalam hati seorang sufi tidak boleh ada niat untuk mencalonkan diri. Kalau Allah memerintah Anda untuk menjadi panglima perang, ya tidak bisa menolak.

W: Bagaimana dengan politik?

SIMBAH: Ndak masalah. Rosulullah bukan hanya berpolitik, tapi malah menjadi panglima perang, Musa juga jadi pemimpin perang, Ibrahim malah jadi teroris. Urusannya bukan jadi presiden atau tidak. Bukan jadi pengusaha atau tukang becak. Urusan sufi itu ketika dia melakukan sesuatu, dia lillaah atau tidak. Itu saja. Boleh dalam posisi tukang becak, ulama atau presiden sekalipun. Ulama pun kalau tidak lillah, yo gawe opo.

Simbah Emha Ainun Nadjib
SUMBER: Perahu Maiyah

Gus Mus: Penting untuk Selalu Membaca Pergantian Zaman

Pada momentum pergantian dari tahun 2014 ke tahun 2015 ini, penting bagi kita untuk selalu melakukan muhasabah atau evaluasi diri, agar dapat memperbaiki kesalahan yang pernah kita lakukan, sekaligus meningkatkan diri agar menjadi yang lebih baik di tahun mendatang.

Petikan wawancara wartawan dari NU Online Ajie Najmuddin dengan Rais Aam PBNU DR KH A. Mustofa Bisri (Gus Mus) di sela kunjungannya ke Sukoharjo belum lama ini, kiranya dapat membuat kita lebih dapat memaknai arti pergantian tahun, juga lebih arif dalam mengikuti perubahan zaman.

Saya membaca tulisan dari Pak Kiai, tentang perubahan zaman. Bagaimana sesungguhnya menurut Kiai pergantian tahun, perubahan zaman ataupun perubahan waktu?

Yang paling penting, pergantian tahun itu perlu kita maknai sebagai momentum untuk mengevaluasi diri kita, bukan mengevaluasi orang lain, pada tahun yang lalu untuk tahun yang baru.

Kalau kita bicara secara sosial, kita juga mesti evaluasi perilaku sosial kita bagaimana? Apa sudah sempurna apa belum. Kalau kita ketahui kekurangannya, bisa kita perbaiki.

Penting juga untuk muhasabah diri, apa saja perilaku kita. Kadang kita ini sibuk, tapi tidak jelas kesibukan kita. Kita ini sibuk apa? Yang kita cari itu apa? Apa yang sudah kita dapat? Kita mendapatkan apa dan seterusnya.

Nah, pertanyaan-pertanyaan muhasabah diri ini penting sekali kalau orang ingin meningkat, kecuali kalau ia cuek, pergantian tahun biar berganti, maka kita akan ditinggalkan oleh zaman itu sendiri. Ketika kita masih tetap seperti kemarin, sedangkan zaman semakin maju.

Apa yang penting bagi kita semua, agar tidak tertinggal zaman?

Ya, itu tadi. Kita ikuti zaman dengan muhasabah. Setiap pergantian zaman atau pergantian tahun, untuk perbaikan yang akan datang. Zaman seperti apapun kalau kita perhatikan lingkungan kita dan perubahan zaman, kita tidak akan ketinggalan.

Zaman itu kan waktu. Alwaqtu kas saif, alwaqtu dzahaba pergi tidak bisa kembali, alwaqtu dzahabun waktu itu emas. Tinggal kita bagaimana menyikapi waktu itu. Kalau kita gunakan semstinya, maka waktu itu emas. Kalau kita biarkan begitu saja, maka akan mandek terus, padahal zaman itu membawa perubahan.

Kita lihat saja antara kita dengan anak kita, itu cara berpikir gaya hidup sudah berbeda. Kalau kita gak bisa mengikuti akan ada gap dengan mereka, ini belum dengan cucu kita.

Karena itu kita harus tahu, anak muda sekarang tuntutannya apa, kita berdiri di mana poisisi kita, apa kita akan tetap mengawani anak kita berjalan ke depan atau kita biarkan jalan sendiri tergantung kita menyikapi zaman.

Misal saya sendiri ikut facebook-an, twitter-an. Meskipun banyak yang ngledek saya: sudah tua kok main twitteran! Dikiranya twitter-an itu hanya untuk yang muda saja

Bahasa, juga ada bahasa orang dahulu, ada bahasa orang sekarang. Di sastra ada angkatan lama, pujangga baru dan sebagainya. Kalau kita tidak mengikuti itu, misal kita masih menggunakan bahasa pujangga lama, kita akan dinilai primitif oleh orang sekarang.

Lalu, apa yang seharusnya bertahan dan terus?

Ada hal yang perlu kita perhatikan. Kalau kita mengikuti zaman, kadang kita larut, mestinya tidak. Sebab, dalam nilai lama itu banyak nilai yang mulia. Sehingga apapun yang berlaku pada masa kini, ada nilai lama mesti kita pertahankan.

Misal, dalam prinsip melihat Tuhan dan manusia, diri kita sebagai hamba dan sebagai khalifah. Prinsip ini harus kita pegang dalam menghadapi zaman apapun! Misal, ini sudah modern, jadi kita sudah tidak perlu menghamba lagi kepada Tuhan. Ya tidak bisa! kita mesti tetap menghamba kepada Tuhan.

Lalu, kaitannya dengan posisi pesantren dalam perubahan zaman, sampai bentuknya sekarang, mampu mempertahankan kearifan lama dalam hal apa saja?

Kalau kita bicara pesantren. Pertama, tantangan bagi pesantren itu sendiri. Kedua, seperti yang sampeyan sampaikan itu sendiri (mempertahankan kearifan lama,-red). Disana ada kemandirian, tradisi ilmiah yang pertanggungjawabannya luar biasa sampai hari akhir.

Ambil contoh seorang yang belajar hadist. Nanti, orang pesantren bisa menjelaskan ketika dihisab, mengapa ini dawuh dari rasulullah saw? apa kamu seangkatan satu zaman? Apa rasul itu tetanggamu? Sekarang ini banyak ustadz yang bilang : rasulullah bersabda innamal a’malu binniyati. Seolah dia tanya sendiri dari rasulullah. Sebab, Man kadzaba a'laiya muta'ammidan falyatabawwa maq'adahu minannaar. Itu ancamannya dari rasul sendiri. Lha, terkadang bukan dari rasul, tapi mengaku dari rasul.

Kalau kita ditanya dari mana? kita jawab dari sebuah majalah, wah itu nanti pertanggungjawaban putus. Majalahnya masih terbit atau tidak?

Kalau di pesantren, ditanya dari mana kamu dengar? Saya dengar dari guru saya, misal dari Kiai Ali Maksum, terus sampai sahabat sampai rasul. Atau seorang kiai mengajar itu darimana itu? Dijawab dari guru saya, guru saya, terus. Alquran misalnya dari Kiai Umar, itu dari gurunya terus ke atas sampai rasul.

Di pesantren ada namanya tarbiyatus sulukiyah, pendidikan sejati. Itu adalah pemberian bukan hanya nasihat tapi juga keteladanan. Anda perhatikan kalau di sekolah formal, nuwun sewu, kira-kira pendidikannya bagaimana? Meskipun kita sebut sebagai pendidikan. Kalau saya melihat, pendidikan formal yang ada pendidikannya, justru di TK dan PAUD, tapi di SD sana saya tidak melihat lagi di mana pendidikan.

Kalau di pesantren, sejak awal memang lembaga pendidikan, maka zaman dahulu pengajarannya tidak begitu penting seperti pendidikan.

Ada dua hal yang kita rancukan, antara pengajaran dan pendidikan. Dalam bahasa arab jelas, pengajaran (ta’lim) dan pendidikan (tarbiyah). Pengajaran tidak menjamin perubahan perilaku manusia, tetapi pendidikan lah yang mampu untuk merubahnya. Pengajaran hanya pemberian informasi. Kalau murid diberi tahu informasi sejarah, biologi, alquran dia jadi tahu. Tapi perilakunya, alquran atau tidak, itu bukan urusan ta’lim tapi urusan tarbiyah.

Makanya di pesantren ada ilmu manfaat ilmu yang diamalkan tidak sekedar ilmu. Pesantren zaman dahulu tidak hanya mencetak ilmuwan saja, tetapi diharapkan juga yang penting manusia yang berilmu yang saleh, artinya saleh itu mengamalkan ilmunya.

Di tahun baru ini, mungkin kami bisa mendengar nasihat ringkas dari Pak Kiai?

Saya selalu kalau dimintai nasihat, nasihat saya satu, jangan pernah berhenti belajar. Terutama, belajar tentang agama itu sendiri. Boleh berhenti sekolah tapi jangan berhenti belajar!

Sebab terbukti di dalam masyarakat yang banyak bikin masalah itu orang yang berhenti belajar, terutama mereka yang berhenti belajar karena merasa sudah pandai, lalu berfatwa dan kemudian menyalahkan orang lain. Kalau mereka mau rendah hati untuk terus belajar, insyallah hal itu tidak akan terjadi. Kita mesti ingat perintah nabi, menuntut ilmu itu minal mahdi ila lahdi (sejak dalam ayunan hingga liang lahat,-red). **

(NU Online)

Agama Tidak Perlu Dilegal-Formalkan





Para Pendiri Bangsa Sadar bahwa Negara yang akan mereka perjuangkan dan pertahankan bukanlah Negara yang didasarkan pada dan untuk Agama tertentu, melainkan Negara Bangsa yang mengakui dan melindungi segenap Agama, beragam Budaya dan Tradisi yang telah menjadi bagian Integral Kehidupan Bangsa Indonesia.

Para Pendiri Bangsa Sadar bahwa di dalam Pancasila Tidak ada Prinsip yang bertentangan dengan Ajaran Agama. Sebaliknya, Prinsip-Prinsip Pancasila justru merefleksikan Pesan-Pesan Utama semua Agama, yg dalam Ajaran Islam dikenal sebagai Maqashid al-syari’ah yaitu Kemaslahatan Umum ( al-maslahat al- ‘ammah, the common good). 


Dengan Kesadaran demikian mereka menolak Pendirian atau Formalisasi Agama dan menekankan Substansinya. Mereka memposisikan Negara sebgai Institusi yang mengakui Keragaman, Mengayomi semua Kepentingan, dan Melindungi Segenap Keyakinan, Budaya,dan Tradisi Bangsa Indonesia. 

Dengan cara demikian, melalui Pancasila mereka Menghadirkan Agama sebagai Wujud Kasih Sayang Tuhan bagi seluruh Makhluknya (Rahmatan lil Alamin) dalam arti sebenarnya . Dalam Konteks Ideal Pancasila ini, setiap oarang bisa saling membantu untuk Mewujudkan dan Meningkatkan Kesejahteraan Duniawi,dan Setiap oarang bebas Beribadah untuk meraih Kesejahteraan Ukhrawi. 

( KH. Abdurrahman Wahid )

TASAWUF DAN POLA HIDUP MATERIALITISME



*Oleh: Hakam Ahmed ElChudrie*

Tasawuf atau sufisme dan segala komponen ajarannya merupakan pengendali moral manusia. Keseluruhan konsep yang ditawarkan sufisme seperti zuhud, sabar, tawakal, dan termasuk qona’ah akan dapat mengurangi kecenderungan pola hidup konsumtifisme dan individualisme yang semakin menggejala di banyak dunia modern.

Sufisme dan Islam pada skala yang lebih luas, adalah bentuk tata aturan normatif yang menjajikan kedamaian dan ketenteraman sehingga ketika zaman menghadirkan keresahan-keresahan, seseorang dapat saja menjadikan sufisme atau tasawuf sebagai kompensasi positif. Yang jelas sufisme adalah suatu ajaran yang lebih banyak mengimplikasi langsung dengan hati, jiwa dan perasaan, sehingga ia bahkan hadir sebagai trend, mode dan semacamnya dalam masyarakat yang menginginkan kembali pada kebahagiaan sejatinya.[1] Karena tasawuf lebih menekankan pada moral, maka semakin bermoral semakin bersih dan bening (shofa) jiwanya.[2] Bukankah kebeningan hati dan kejernihan jiwa merupakan pangkal dari keselamatan jiwa dan memperoleh kesehatan mental.

Penyebab utama dalam diri manusia yang mengalami ganguan dan penyakit kejiwaan dalam pandangan tasawuf adalah kekosongan spritual. Padahal, tasawuf mampu berfungsi sebagai terapi krisis spritual. Sebab ada 3 alasan tasawuf sebagai terapi,

Pertama, tasawuf secara psikologis, merupakan hasil dari berbagai pengalaman spritual dan merupakan bentuk dari pengetahuan langsung mengenai realitas-realitas ketuhanan yang cenderung menjadi indikator dalam agama. Dalam ungkapan Wiliam James, seorang ahli ilmu jiwa Amerika, pengetahuan dari pengalaman tersebut disebut Neotic. Pengalaman keagamaan ini memberi sugesti dan pemuasan (pemenuhan kebutuhan) yang luar biasa bagi pemeluk agama.

Kedua, Kahadiran Tuhan dalam bentuk pengalaman mistis dapat menimbulkan keyakinan yang sangat kuat. Perasaan mistik, seperti ma’rifat, mahabbah, uns, dan sebagainya mampu menjadi moral force bagi amal-amal shalih. Dan selanjutnya, amal shalih akan membuahkan pengalaman-pengalaman mistis yang lain dengan tinggi kualitasnya,

Ketiga, dalam tasawuf, hubungan seorang dengan Allah dijalani atas rasa kecintaan, Allah bagi sufi, bukanlah Dzat yang menakutkan, tetapi Dia adalah Dzat yang sempurna, indah, penyayang, pengasih, kekal, al-Haq, serta selalu hadir kapanpun dan dimanapun. Hubungan antara hamba dengan Allah akan mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu yang baik, lebih baik bahkan yang terbaik, menghindarkan diri dari penyimpangan-penyimpangan perbuatan tercela karena hubungan mesra tersebut sebagai moral kontrol.[3]

Dengan ajaran tasawuf yang menambah moralitas akan mendorong manusia untuk memelihara diri dari menelantarkan kebutuan-kebutuhan spiritualitasnya. Hubungan perasaan mistis dan pengalaman spritual yang dirasakan oleh sufi juga dapat menjadi pengobat, penyegar dan pembersih jiwa yang ada dalam diri manusia. Dengan jiwa bersih, segar tentu akan dapat memperoleh kesehatan jiwa dan kestabilan mental, keharmonisan diri dan tentunya terpelihara kesehatan mentalnya.

Aturannya bagi orang sufi seharusnya kefakiran menjadi rasanya, sabar menjadi pakaiannya, ridha menjadi wahananya dan tawakal menjadi tingkah lakunya. Tidak boleh mencintai dunia selamanya walau memilikinya, karena kecintaannya pada dunia akan menodai kesucian kecintaannya pada Allah. Mencintai dunia melebihi kebutuhannya akan menjauhkannya dari ketentramannya jiwa.[4]

Maka jelaslah tasawuf dengan ajaran-ajarannya merupakan terapi untuk menanggulangi pola hidup konsumtifisme, materialitisme, individualisme dan macam-macam penyimpangan lain yang merupakan penyebab dari ketidak sehatan mental. Dengan menjalankan ajaran-ajaran tasawuf akan mengembalikan manusia dalam kebeningan hati, kebersihan jiwa yang nantinya menyejukkan dan menentramkan jiwa, itulah manifestasi dari kesehatan mental yang dilahirkan oleh tasawuf.

[1] K.H. MA. Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqih Sosial, Yogyakarta: LkiS, 1994, hlm. 83

[2] Amin Syukur (etal), Tasawuf dan Krisis, Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan IAIN Waliosongo Press, 2001, hlm. 23

[3] Ibid., hlm. 25-26

[4] Al-Ghazali, Raudhah, Taman Jiwa Kaum Sufi, (terj) Muhammad Abu Hamid Luqman Hakim, Surabaya: Risalah Gusti, 1995, hlm. 25

Banyaknya Kaum Khawarij Bermunculan di Era Modern




Menurut Rosululloh kaum khawarij akhir zaman itu kebanyakan kaum muda yang lemah akalnya
Di akhir zaman akan muncul kaum yang muda usia dan lemah akal. Mereka berbicara dengan pembicaraan yang seolah-olah berasal dari manusia yang terbaik. Mereka membaca Alquran, tetapi tidak melampaui tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama, secepat anak panah meluncur dari busur. Apabila kalian bertemu dengan mereka, maka bunuhlah mereka, karena membunuh mereka berpahala di sisi Allah pada hari kiamat. (Shahih Muslim No.1771)

Mengapa Nabi Muhammad Mempunyai 9 Istri?


Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menikah dengan sembilan wanita. Ada beberapa pelajaran yang dapat kita petik dari poligami beliau ini. Pertama, beliau tidak menikahi wanita-wanita yang masih gadis, padahal beliau mampu untuk melakukannya. Gadis yang beliau nikahi hanya satu orang saja (Aisyah). Sebagian istri beliau adalah janda-janda yang telah memiliki anak, seperti Ummu Salamah, Khodijah, yang lain adalah janda seperti Hafshah, Zainab, dll. Tujuan beliau menikahi ummahatul mukminin tersebut bukan untuk mencari kepuasan, kalau tujuannya mencari kepuasan pastilah beliau menikahi para gadis.

Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan beliau menikahi banyak wanita agar sunnah-sunnah yang tidak tampak kecuali di rumah, bisa diriwayatkan secara utuh. Istri-istri beliau berperan dalam meriwayatkan sunnah-sunnah beliau saat di rumah dan para sahabat meriwayatkan sunnah-sunnah beliau ketika di luar rumah. Seandainya beliau hanya beristrikan empat wanita, dua, atau satu saja, maka sunnah-sunnah beliau di rumah hanya disandarkan pada orang yang sangat sedikit, sehingga Allah perintahkan beliau untuk menikahi sembilan perempuan agar riwayat-riwayat tersebut disandarkan kepada orang yang banyak (sehingga menguatkan riwayatk tersebut).

Tujuan lainnya adalah menundukkan hati kabilah-kabilah besar agar mereka memeluk Islam. Seperti pernikahan beliau dengan Shofiyyah binti Huyay bin Akhtab radhiallahu ‘anha, kemudian masuklah segolongan orang Yahudi ke dalam Islam. Demikian juga pernikahan beliau dengan Zainab binti Jahsy radhiallahu ‘anha yang menjadikan kabilah dari Zainab ini masuk Islam. Juga pernikahan beliau dengan anak Abu Bakar dan Umar, yakni Aisyah dan Hafshah radhiallahu ‘anhum, sehingga hubungan beliau semakin dekat dengan dua sahabatnya ini layaknya menteri-menteri beliau.

Jadi Allah memerintahkan beliau menikahi banyak wanita memiliki hikmah dan pelajaran yang banyak, baik hikmah tersebut kita ketahui atau hikmah itu Allah simpan dalam ilmu-Nya saja, dan hal ini termasuk kekhususan bagi beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Di antara kekhususan lain bagi beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah bisa jadi beliau melewati dua atau tiga hari dalam keadaan berpuasa. Beliau berbuka ketika maghrib lalu melanjutkan puasanya di esok hari atau bahkan sampai lusa. Pada saat para sahabat mengetahui hal ini, mereka pun merasa khawatir dengan kondisi beliau, beliau menjawab “Aku berbeda dengan kalian. Saat aku tertidur Rabb ku memberiku makan dan minum.” Kekhususan lain bagi beliau adalah ketika beliau wafat di hari Senin, beliau baru dimakamkan di hari Rabu. Jasad beliau sama sekali tidak berubah, berbeda dengan orang lain jika mengalami hal serupa tanpa diberikan formalin dan keadaan kota Madinah yang sangat panas, keadaan fisik beliau tidak berubah sama sekali.

Dengan demikian kita bisa mengetahui keistimewaan yang diberikan Allah kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kekuatan fisik beliau, kekhususan boleh menikahi sembilan wanita, bahkan kekhususan setelah wafatnya beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Wasiat Sunan Kalijaga



Azas dakwah ada 10 :

1. sugih tanpa banda (kaya tanpa harta)
artinya : Kekayaan yang sejati adanya di dalam hati, bisa “terbang” kesana kemari dan keliling dunia melebihi orang terkaya didunia.jgn yakin pada harta….kebahagiaan dlm agamax, dakwah jgn bergantung dgn harta.

2. ngluruk tanpa bala (menyerbu tanpa banyak orang/tentara)
artinya : Jgn yakin dgn banyaknya jumlah kita,…..yakin dgn pertolongan Allah
“ Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar “ (QS. Al-Baqarah:249)

3. menang tanpa ngasorake (menang/unggul tanpa merendahkan orang)
artinya : Dakwah jgn menganggap hina musuh2 kita / yang di dakwahi….kita pasti unggul tapi jgn merendahkan org lain (jgn sombong)

4. mulya tanpa punggawa (mulia tanpa anak buah)
artinya : Kemuliaan hanya dalam iman dan amalan agama bkn dgn bnyknya pengikut
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Al-Hujurat : 13 )

5. mletik tanpa sutang (melompat jauh tanpa tanpa galah/tongkat panjang)
artinya : Niat utk dakwah keseluruh alam, Allah yg berangkatkan kita bukan asbab2 dunia spt harta dsb…

6. mabur tanpa lar (terbang tanpa sayap)
artinya : kita bergerak jumpa umat, ke segala penjuru…dari orang2 ke orang…. jumpa ke rumah2 mereka ..

7. digdaya tanpa aji-aji (“sakti” tanpa ilmu2 kedigdayaan)
Artinya : Kita dakwah, berkeyakinan bahwa segala sesuatunya atas izin Allah semata, hanya bergantung kepada pertolongon Allah semata, LAA HAU LA WA LAA QUWWATA ILLA BILLAH
( TIADA DAYA UPAYA KECUALI ATAS IJIN ALLAH).
“ Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” ( QS. Muhammad : 7 )

8. Menang tanpa tanding (menang tanpa berperang)
Artinya : dakwah dgn hikmah, kata2 yg sopan, ahlaq yg mulia dan doa menangis2 pada Allah agar umat yg kita jumpai dan umat seluruh alam dapat hidayah….bukan dgn kekerasan….
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. ( An-Nahl : 125 )
Nabi saw bersabda yg maknanya kurang lebih : ‘Haram memerangi suatu kaum sebelum kalian berdakwah (berdakwah dgn hikmah) kepada mereka”

9. kuncara tanpa wara-wara (menyebar/terkenal tanpa gembar-gembor dsb)
Artinya : bergerak terus jumpa umat, tdk perlu disiar2kan atau di umum2kan

10 kalimasada senjatane ( senjatanya kalimat iman (syahadat))
Artinya : selalu membawa kalimat Tauhid, membawa islam, mendakwahkan kalimat iman, mengajak manusia pada Islam, iman dan amal salih….

Para Wali Songo berdakwah dengan mempunyai sifat-sifat diantaranya:

1. Mempunyai sifat Mahabbah atau kasih sayang
2. Menghindari pujian karena segala pujian hanya milik Allah SWT
3. Selalu risau dan sedih apabila melihat kemaksiatan
4. Semangat berkorban harta dan jiwa
5. Selalu memperbaiki diri
6. Mencari ridho Allah SWT
7. Selalu istighfar setelah melakukan kebaikan
8. Sabar menjalani kesulitan
9. Memupukkan semua kejagaan/tawajjuh hanya sanya kepada Allah SWT
10. Tidak putus asa dalam menghadapi ketidak berhasilan usaha
11. Istiqomah seperti unta
12. Tawadhu seperti bumi
13. Tegar seperti gunung
14. Pandangan luas dan tinggi menyeluruh seperti langit.
15. Berputar terus2an seperti matahari sehingga memberi kebaikan kepada semua makhluk tanpa minta bayaran.

Islam dan Peradaban




Islam bukan hanya aqidah dan syariah, tapi juga agama peradaban dan ilmu pengetahuan

Alhamdulillah pada malam hari ini, saya juga merasa berbahagia bisa menghadiri acara yang sangat mulia dzikra syahadati sebeti rasulillah saw, sayidina wa imamina Abi Abdillah al-Hussein as. Mudah-mudahan kita semua medapatkan berkahnya, syafaatnya, sehingga kita menjadi umat yang selamat bahagia dunia akhirat amin ya rabbal amin.

Soal ada halangan, tempatnya pindah, saya harap kepada seluruh panitia, jangan marah. Maafkan mereka yang memindahkan tempat acara ini. Maafkan yah, jangan marah, jangan dendam. Allahummahdihim fainnahum la ya’lamun. Alhamdulillahi al-ladzi ja’ala a’da’na umaqa.

Hadirin yang saya hormati, setelah al-khalifah al-rasyid yang keempat, al-Imam Sayyidina Ali bin Abi Thalib dibantai, dibunuh pagi Jum’at 17 Ramadhan th. 40 H. oleh seorang yang bernama Abdurrahman ibn Muljam. Pembunuh Sayyidina Ali ini orangnya qiyamul lail wa shiyamun nahar, hafidhul Qur’an. Orangnya tiap malam tahajud, sampai jidatnya hitam, tiap siang puasa, dan hafal al-Qur’an. Mengapa dia membunuh Sayyidina Ali? Karena menurutnya Sayyidina Ali itu kafir? Apa Kafir? Keluar dari Islam. Kenapa Ali kafir? Karena menurutnya, Ali menerima hasil rapat manusia. Hukum atau keputusan rapat manusia. Padahal, la hukma ilallah (tidak ada hukum selain hukum Allah), wa man lam yahkum bima anzalallah faulaika humul kafirun (maka barang siapa menggunakan selain hukum Allah, maka kafir). Ali tidak menggunakan hukum Allah, tetapi menggunakan hukum hasil kesepakatan rapat di Dummatul Jandal. Kalau kafir, maka harus dibunuh. Eh anak kemarin sore, mentang-mentang jidatnya hitam dan jenggotnya panjang, mengkafirkan man aslama min al-shibyan, shihru rasulillah, fatihu khaibar, min al-sabiqin al-mubasyirun bi al-jannah, bab al-ilm.

Anak kemarin sore berani mengkafirkan remaja yang pertama kali masuk Islam, yang pertama kali shalat jamaah di masjidil haram. Waktu itu ditertawakan oleh Abu Jahal dan teman-temannya. Waktu itu yang pertama kali shalat jama’ah di masjidil haram tiga orang. Saat itu imamnya Rasulillah, makmumnya sayyidah khadijah al-kubra dan Sayyidina Ali. Tiga orang itulah yang pertama kali shalat terang-terangan di dunia ini. Dikafirkan oleh anak kemarin sore, maklum pernah ikut pesantren kilat dua minggu.

Ali adalah shihru rasulillah, menantu rasul. Ia juga dijuluki bab al-ilmu, sahabat yang intelek dan cerdas. Ali juga adalah min al-sabiqin al-awwalin al-mubasyirun bi al-jannah, salah satu orang yang sudah dikasih tahu pasti masuk surga. Di samping sahabat Abu Bakar, Umar, Utsman, Thaha, Zubair, Abdullah bin Auf, Abu Ubaidah, Amr bin Jarrah, sampai orang sepuluh yang dikasih tahu pasti masuk surga.

Sayyidina Ali juga dipercaya sebagai Fatihu Khaibar, yang memimpin perang mengalahkan benteng terakhirnya Yahudi di Khaibar. Dan Imam Ali juga selalu hadir dan ikut bersama rasul dalam peperangan perjuangan jihad fi sabililillah. Yang begini dikafirkan oleh anak kemarin sore, bernama Abdurrahman ibn Muljam.

Ini, penyakit seperti ini sudah mulai masuk ke Cirebon. ”Alah baca al-Qur’an juga plentang-plentong. Ngerti nggak itu asbab al-nuzul? Ngerti nggak itu tafsir? Negerti nggak itu mushtalah hadits? Shahih, hasan dan dha’if? Ngerti nggak itu qira’ah sab’ah? Apalagi qira’ah sab’ah, qira’ah yang biasa aja nggak bener kok! Ngerti nggak ushul fiqh? Ngerti nggak itu ilmu kalam? Tarikhu Tamaddun? Tarikhu Hadharah wa Tsaqafah? Ngerti nggak itu? Tahu-tahu mudah sekali mengkafirkan dan menyalah-nyalahkan orang. Alah, Allahummahdi qaumi fainnahum la ya’lamun, Alhamdulillah al-ladzi ja’ala a’da’na umaqa, juhala. Alah. ”

Setelah Sayyidina Ali terbunuh di Kuffah, maka gubernur Syam, Muawiyah ibn Abi Sufyan ibn Harb ibn Umayyah ibn Abdi Syams ibn Hasyim merasa plong, tidak ada saingan. Tidak ada yang diperhitungkan lagi. Maka ia mendeklarasikan diri sebagai penguasa tunggal. Lalu setelah itu buru-buru ia mengangkat anaknya yang bernama Yazid, diangkat menjadi putra mahkota, yang akan mewariskan tahta, artinya kalau ia mati, langsung digantikan anaknya, yang bernama Yazid. Yazid sendiri adalah anak seorang ibu yang bernama Maesun, orang Badui pedalaman, yang tidak suka tinggal di istana, dan suka hidup di padang pasir dan suka tidur di kemah. Yazid sendiri tidak pernah belajar ngaji dan belajar agama, ia hanya belajar berburu, naik kuda, memanah dan memainkan senjata.

Setelah Muawiyah meninggal, Yazid langsung menjadi penggantinya, penguasa umat Islam. Waktu itu diutus beberapa utusan berangkat dari Damaskus ke seluruh provinsi untuk mengambil sumpah setia dari tokoh-tokoh yang ada kepada Yazid. Utusan-utasan itu berangkat ke Mesir, ke Basrah, ke Kuffah dan juga diantaranya ke Madinah. Sampai di Madinah, para sahabat besar, seperti Abdullah ibn Umar dan lain-lainnya mau berbai’at karena dipaksa dan dibawah intimidasi. Meski yang lain bai’at, Imamuna Sayidina Husein meminta waktu untuk berfikir. ”Nanti saya fikir dulu malam ini”, katanya.

Lalu Sayyidina Husein pulang ke rumah. Di dalam kegelapan malam, beliau beserta seluruh keluarganya meninggalkan Madinah al-Munawarah berjalan kaki menuju Makkah al-Mukarramah. Masuk kota Makkah, ketika orang datang haji, orang-orang datang ke Minna, beliau beserta keluarganya keluar dari Makkah. Beliau saat itu sudah sering haji.

Ketika Sayyidina Husein keluar dari Makkah, di tengah jalan ia dinasihati oleh seorang penasihat, bahwa kalau mau melakukan perjuangan jangan pergi ke Kuffah. Karena orang Irak mudah berhianat. Sebaiknya kamu ke Yaman, karena orang Yaman jujur dan mudah tidak hianat.

Ditengah jalan lagi, Sayyidina Husein berjumpa seorang penyair bernama Farazdaq. Farazdaq bertanya mau kemana wahai yang mulia? Beliau menjawab, saya mau ke Kuffah, saya menerima lebih dari seratus surat, agar saya hijrah dan membangun peradaban di sana. Farazdaq berkata; ”Jangan percaya orang Kuffah, mulutnya bersama kita tetapi hatinya beserta Muawiyah”. Sayyidina Husein menjawab, saya akan tetap menuju Kuffah. Farrazdaq berkata lagi: ”Kalau begitu, perempuan dan anak-anak jangan kamu bawa”. Tetapi mereka tetap diajak bersama. Rupanya Allah sudah menentukan mati syahidnya Husein, sehingga Sayidina Husein tidak menerima masukan orang lain. Akhirnya beliau tetap berjalan bersama keluarga dan pengikutnya. Ada bukunya berjudul Ashabu Husein, sedikit sekali, yang bersenjata hanya berjumlah 54 orang.

Setelah Sayyidina Husein meninggalkan Farrazdaq, lalu ada orang yang bertanya. ”Wahai Farrazdaq, tadi kamu berbicara sama siapa, kok kelihatanya asyik banget”, tanya orang tersebut. Farrazdaqpun menjawab dengan lantunan bait-bait syair, yang artinya:

Tadi yang saya ajak ngomong itu, kamu ndak tahu? Kamu ndak tahu?
Dia sudah dikenal seluruh umat manusia
Baik penduduk tanah halal dan tanah haram
Ka’bah pun sudah kenal dia
Siapa dia itu?
Dia adalah anak orang yang paling mulia (Sayyidina Ali)
Dia adalah orang yang bertakwa, bersih dan suci
Kalau kamu ndak tahu? Dia putra Fatimah
Ketika orang Quraish melihatnya
Orang Quraish akan mengatakan, bahwa orang inilah
ujung orang yang mendapat kemuliaan
Dengan kakeknyalah para Rasul dan Nabi di akhiri
Karena kakeknya Nabi yang terakhir

Sayidina Husein beserta rombongan terus melanjutkan perjalanan. Dan sesampainya di padang Karbala dihadanglah oleh 400 pasukan penunggang kuda yang diperintah oleh Abdullah ibn Ziyad, yang dipimpin Umar ibn Sa’ad ibn Abd al-Waqas.

Terjadi peperangan yang tidak seimbang, termasuk hampir tentara Husein yang hanya berjumlah 54 orang. Semua yang ikut Sayidina Husein mati syahid, kecuali Imam Ali Zainal Abidin, tidak meninggal karena tidak keluar kemah karena sedang sakit demam. Dan juga istri Sayidina Husein, Fatimah, adiknya juga Sayidah Zainab dan kakaknya lagi. Kira-kira ada 4 orang yang selamat.

Sebenarnya mudah sekali untuk membunuh dan membantai Sayidina Husein, gampang. Tetapi tiap orang yang mendekat dan hendak membunuh beliau, maka akan berusaha menjauh, dan mengatakan kalau bisa jangan saya yang membunuh, tetapi yang lain saja. Kalau datang waktu adzan, waktu shalat, semuanya berhenti, lalu tidak ada yang berani menjadi Imam Shalat. Semua sepakat Sayidina Husein yang mengimami shalat. Jadi yang memusuhi juga makmum ke Sayidina Husein. Habis shalat lalu bertempur lagi.

Sampai akhirnya seorang yang menjadi jausyan (tentara, algojo), dengan berani menarik Sayidina Husein dari kudanya. Begitu jatuh, dinaikkin, diinjak, ditebas lehernya, dipisahkan kepala dan badannya. Badanya diinjak-injak oleh kuda sampai rata dan menyatu dengan tanah Karbala. Tinggallah kepalanya. Kepalanya ditancapkan di tombak, dibawa ke Kuffah, diarak keliling kota Kuffah, bersama 4 keluarganya tadi. Dari Kuffah lalu dibawa ke Syiria, Damaskus. Di kereta itu isinya, istrinya, adiknya, anaknya, dan saudaranya. Luar biasa sekali (kejamnya red.).

Sampai di Damaskus, kepala itu dipasang di depan istana Yazid. Dan setiap orang yang lewat diperintahkan oleh tentara untuk memaki-maki dan menjelek-jelekannya. Setelah kepala itu cukup lama terpajang di depan istana Yazid, Sayidah Zaynab memberanikan diri agar dizinkan membawa kepala itu pulang ke Madinah. Yazid mengizinkan. Tetapi di tengah jalan dicegat oleh tentara Yazid agar kepala tersebut tidak sampai ke Madinah. Karena takut dapat membangkitkan dan membakar emosi penduduk Madinah. Makanya kemudian kepala tersebut dibelokkan ke Mesir. Makanya makam Sayidina Husein ada di Kairo di Mesir. Ali Zainal Abidin, putra beliau, dipulangkan ke Madinah.

Saudara-saudara dan para hadirin sekalian, kenapa saya cerita demikian? Ini karena ideologi apa pun, agama apa pun, keyakinan apa pun tidak bisa besar tanpa ada pengorbanan, tanpa ada syahadah (kesyahidan). Ini terlepas dari agama apa saja. Kristen bisa maju karena banyak pengirbanan. Budha dan Hindu masih tetap ada karena banyak pengorbanan. Demikian juga Islam, berkembang sampai sekarang karena pengorbanan syuhada, banyak nyawa yang mengalir, demi mempertahankan agama Islam.

Pertama kali yang syahid dalam agama Islam adalah perempuan, namanya Sumayah. Istrinya Yasir, ibunya Amar bin Yasir, yang dibunuh oleh Abu Jahal. Lalu seminggu kemudian, suaminya dibunuh, Yasir. Seminggu kemudian, Amar akan dibunuh. Tetapi selamat, karena dalam keadaan terpaksa ia pura-pura murtad. Begitu pura-pura murtad, langsung menghadap Rasulullah saw, dan menyatakan bahwa dalam keadaan terpaksa, diancam dibunuh, ia pura-pura murtad, pura-pura mecaci maki Rasul. Rasul menanyakan, bagaimana isi hati Amar? Amar menjawab, hatinya tetap beriman. Rasul pun memaafkannya, karena memang dalam keadaan terpaksa. Jadi yang pertama syahid dalam Islam itu perempuan. Kalau laki-laki itu biasanya omongnya saja yang besar. Kalau perempuan itu buktinya ada.

Selanjutnya banyak lagi darah pengorbanan para syuhada tercurah demi mempertahankan Islam. Syuhada Badar, syuhada Uhud. Sayidina Hamzah ibn Abbas, Sayidina Hmzah ibn Abdi Muthalib, Mus’ab ibn Umay, Sayidina Khalid ibn Walid, dan yang lainnya. Darah syuhada mengalir demi melanggengkan ajaran Islam.

Syahadah Sayidina Husein tudak akan percuma, tidak sia-sia. Islam bisa sampai di Indonesia itu antara lain, disebabkan oleh syahadah Sayidina Husein. Bagitu Sayidina Husein, sebagai ahlu bait yang dibenci penguasa. Sayidina Husein memiliki putra, Ali Zainal Abidin. Zainal Abidin punya putra Muhammad al-Baqir. Muhammad al-Baqir punya putra Ja’far al-Shadiq. Ja’far al-Shadiq punya putra Musa al-Kadzim, Ismail. Musa al-Kadzim punya putra Ali al-Uraifi, yang kuburannya sekarang kuburannya di Madinah digusur dan dijadikan jalan tol. Imam al-’Uraifi punya putra namanya, ’Isha. ’Isha punya putra Ahmad. Ahmad hijrah dari Madinah ke Yaman. Dari Yamanlah Ahmad al-Muhajir punya keturunan sampai ke Kamboja, sampai ke Cirebon, Gresik. Para wali songo di pulau Jawa ini adalah kuturunan dari al-’Uraifi. Seandainya ahlu bait itu hidupnya enak, tidak dikejar-kejar mungkin Islam akan lambat datang ke Indonesia.

Syahadah Sayidina Husein tidak sia-sia. Dengan syahadah Sayidina Husein mempercepat Islam tersebar ke Timur. Pada malam hari ini kita mengenang kembali, menghormati pengorbanan cucu Rasul saw. Kita ini bukan saudaranya, bukan cucunya, bukan besannya, tetapi menghormati saja kok males banget. Malah ada yang tidak percaya, ”haul itu apa?”, ”kirim doa itu apa?” ”ndak akan nyampe”, katanya. Coba kalau kita balik doanya, doakan bahwa: ”mudah-mudahan Bapak sampean masuk neraka”. Nah kalau didoakan seperti ini maka orang itu marah juga. Berarti percaya bahwa doa itu sampai dong.

Islam yang datang ke Jawa ini adalah Islam ahli sunnah wal jama’ah, Islam yang selalu menjunjung tinggi tawasuth, berfikir moderat. Tidak ekstrem. Islam yang dibawah para habaib, sayyid, dan saddah, yang berdakwah dengan cara-cara damai. Dulu tidak ada para habaib yang galak. Mereka berdakwah dengan cara dan sarana-sarana kebudayaan yang ramah. Para wali dan Sunan itu kan para habaib, tidak ada yang galak. Tidak tahu kalau sekarang, dan akhir-akhir ini, apa ada habib yang galak. Yang jelas dulu tidak ada para habaib kalau berdakwah pakai cara-cara mengobrak-abrik rumah orang. Saya tidak tahu, kalau sekarang, mungkin ada habib yang berdakwah secara keras?

Dakwah para dakwah habib itu dengan cara-cara ramah, dan memasukkan bahasa dan budaya ke sini. Banyak kata dalam bahasa Arab masuk ke bahasa Indonesia. Dulu para ulama memoles sedemikian rupa, melalui cara-cara budaya, bahasa, yang damai. Tidak ada paksaan dalam agama. Dan itu tidak sesuai dengan ajaran Islam

Ada seorang namanya al-Hasyim dari Bani Salim al-Khazraj. Ia musyrik, punya dua anak beragama Kristen. Sewaktu Nabi masuk Madinah, ia masuk Islam. Ia pun memaksa dua anaknya agar masuk Islam. Lalu turunlah ayat al-Qur’an yang berbunyi: ”La ikraha fi al-din” (tidak ada paksaan dalam agama). Jadi asbab al-nuzul turunya ayat La ikraha fi al-din adalah karena kondisi berikut.

Oleh karena itu, mari kita yang ahli sunnah, dan para ahlu bait, dan para pecinta keluarga Nabi, kita tunjukkan bahwa kita berakhlak. Kita jauhi segala tindak kekerasan, kita jauhi cara-cara dakwah syiddah dan ikrah.

Rasulullah ketika Fathu Makkah, begitu masuk Makkah, lalu menyebarkan jargon bahwa hari ini adalah bukan hari pembalasan tetapi hari kembali membangun kasih sayang (yaumul marhamah). Dengan demikian sekonyong-konyong para musuh Quraisy Makkah datang ke Muhammad saw. Maka kemudian turunlah ayat yang menyeru agar Nabi pun memaafkan mereka dan meminta ampun mereka kepada Allah

Islam bukan hanya agama aqidah dan syariah. Tetapi Islam juga adalah agama Tamadun dan Tsaqafah, Islam adalah agama peradaban dan pengetahuan. Globalisasi yang di bawah islam dari timur ke Barat, adalah kemajuan peradaban dan kemajuan ilmu pengetahuan. Bukan globalisasi fitnah dan fawahisy, yang seperti kita laksanakan sekarang ini

Oleh karena itu, agama tidak akan maju, bila tidak dibarengi dengan peradaban. Agama tidak akan maju bila tidak dibarengi dan diwarnai dengan budaya. Karena agama itu suci dari langit, akan langgeng bila disosialisasikan, bila dibumikan secara manusiawi, dan bukan melulu didoktrinkan. Aqidah, Iman dan Shalat serta Puasa memang dari ajaran langit. Tetapi tidak akan langgeng bila tidak dibarengi dengan budaya. Kita harus mempertahankan nilai ketuhanan dengan aktifitas manusia di bumi. Menjadikan peradaban sebuah doktrin.

Dulu kan ada tradisi sesajen, para ulama dan kyai tidak langsung menyatakannya sebagai syirik. Tetapi menyatakanya bahwa kalau kamu punya uang yah sedekahnya atau sesajennya jangan cuma di empat pojok. Tetapi ayo menyembelih kambing saja. Setelah kambing disembelih, lalu orang deramwan itu tanya mau taruh dipojok mana daging kambing itu? Maka kyai akan menjawab jangan ditaruh tetapi mari undang para tetangga untuk makan-makan dan doa serta tahlil bersama. Nah dakwah semacam ini kan ramah. Tidak langsung mengatakan ini itu syirik dan bid’ah, nanti umat lari.

Jangan sekali-kali menuding ini itu syirik atau bid’ah. Mengerti tidak apa itu bid’ah itu?. Apa yang tidak dilakukan dan diajarkan Nabi itu bid’ah Kalau tidak ngerti, diantara contoh bid’ah adalah tulisan Arab yang ada titiknya itu bid’ah. Nah titik itu ditemukan oleh Abu Aswad al-Dualy pada th. 65 H. Sudah ada titiknya juga masih banyak yang belum bisa baca al-Qur’an, maka, Imam Khalil ibn Ahmad al-Farahidi, gurunya Imam Syibawaih, bikin syakal (harakah), fathah, kasrah dan dhammah.

Sudah ada titik dan syakal, nyatanya masih banyak orang yang tidak bisa baca al-Qur’an, maka Imam Abu Ubay Qasim ibn Salam w. 242 H menyusun ilmu Tajwid, agar benar dalam membaca al-Qur’an. Mau bener baca al-Qur’an pakai ilmu Tajwid. Ilmu Tajwid itu bid’ah, karena memang semua ilmu pengetahuan itu bid’ah. Karena memang Rasul tidak mengajarkannya.

Contoh lagi, ada seorang gubernur dari Asia Tengah, Amir al-Mahdi kirim surat pada Muhammad ibn Idris ibn Syafi’i (Imam Syafi’i). Surat itu isinya tanya, saya kalau baca al-Qur’an dan Hadits, itu isinya nampak bertentangan? Lalu untuk menjawab ini Imam Syafi’i menyusun kitab Ar-Risalah, yang berisi kaidah-kaidah Ushul Fiqh. Serta ada Ushul Fiqh baru kemudian ada Ilmu Fiqh. Lalu kemudian ada penjelasan dalam Ilmu Fiqh mengenai rukun shalat. Kalau mau shalatnya benar yah mengikuti Ilmu Fiqh, yang susunannya ulama.Kalau Cuma lihat al-Qur’an dan Hadits tidak akan ketemu

Contoh satu lagi, biar jelas saja. Contohnya ada orang pergi haji, masuk hotel ambil kamar yang bagus. Begitu tanggal 8 mau ke Arafah, ia mau cari tahu berapa jarak hotel ke Arafah, ke mana arahnya, naiknya apa? Dia lalu buka al-Qur’an dan Hadits, yah tidak akan ketemu. Nah sebaiknya bagaimana, yah ikut saja rombongan yang ke Arafah. Nah ikut saja itu kan bahasa Indonesia, bahasa Arabnya yah taqlid saja.

Jadi kita tidak bisa melaksanakan ibadah dengan baik tanpa ilmu Fiqh, yang bukan bikinan Rasul, bukan sahabat Abu Bakar, Utsman dan Ali. Sahabat Husein juga tidak bikin Ilmu Fiqh. Nah bila ada orang shalatnya bagus sekali, lalu kita tanya, Bapak kan shalatnya bagus sekali, dari mana belajarnya Pak? Lalu bila ia jawab, ia belajar dari al-Qur’an dan Hadits, itu bohong. Kalau mau jujur, ia sebenarnya belajar dari ayah atau gurunya, yang mentok-mentoknya merujuk pada kitab Safinah. Atau kalau Safinah terlalu besar, yah mentok merujuk pada Fashalatan, atau minimal buku Petunjuk Shalat Lengkap.

Yang namanya ibadah itu harus dengan ilmu. Sedangkan ilmu itu bukan karangan Rasul dan para sahabatnya. Ilmu Mushtalah Hadits itu disusun oleh Imam Syihabuddin Arrahumuruzi atas perintah Umar ibn Abd al-Aziz, setelah mengingat banyakanya hadits dha’if dan palsu. Jadi Islam itu agama peradaban, akhlak dan pengetahuan. Bukan hanya doktrin yang sering ditampilkan sangar itu.

Karena itu mari mulai malam hari ini, tingkatkan ahlak kita, tingkatkan ilmu pengetahuan kita. Pahamilah Islan dengan baik dan benar. Kalau mau memahami al-Qur’an tidak bisa langsung, polosan. Harus mengerti asbab al-nuzul, ilmu tafsir, ilmu qira’ah, ilmu bahasa Arab, nahwu sharafnya. Kalau ingin memahami ilmu hadits maka harus memahami ilmu mushtalah al-hadits.

Pada kesempatan ini, mari kita rayakan jasa para habaib dalam menyebarkan agama Islam. Seandainya tidak ada habaib dan ahlu bait, mungkin kita akan jauh bisa meneladani akhlak Rasul saw. Imam Syafii pernah menyatakan, bahwa kalau ada orang yang mencintai Ahlu Bait, lalu dianggap Syiah, maka OK tidak apa-apa, silahkan saya dianggap Syiah.
Sesungguhnya, tragedi pembantaian di Karbala yang demikian bukan hanya tragedinya Syiah, tetapi tragedi kemanusiaan. Seharusnya ini bukan hanya milik Syiah tetapi yang lain juga.-

----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tulisan ini adalah rekaman ceramah KH. Said Aqiel Siradj [Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)] pada acara peringatan 10 Muharam di Keraton Kasepuhan Cirebon, 07/01/2009. Rekaman ini dituliskan oleh Ali Mursyid.

Kebenaran Sejati

KEBENARAN sejati Islam tersimpan
hanya di dalam Al Qur'an, Firman-Nya
dan 'sang Alqur'an berjalan', utusan-Nya
Selebihnya, adalah 'tafsir kebenaran'
yang bercampur aduk dengan budaya
dan berbagai kepentingan yang menyertainya

''Dan Al-Quran itu adalah kitab (petunjuk)
yang Kami turunkan yang diberkati.
Maka, IKUTILAH dia dan bertakwalah
agar kamu diberi RAHMAT.''
[QS. Al An'aam (6): 155]

Arabisasi atau Islamisasi?






 

 


Agama dan budaya lokal.
(Repost dari teman dengan sedikit penambahan)

Tidak satupun agama besar di dunia, apakah itu Hindu, Budha, Kristen ataupun Islam yg praktek pelaksanaannya oleh umat masing-masing agama tsb tdk dipengaruhi oleh tradisi dan budaya lokal di mana agama itu hidup, tumbuh dan berkembang.

Krna itu ada perbedaan praktek keagamaan agama Hindu di Bali dg agama Hindu di India.

Praktek keagamaan agama Budha di China, Thailand dan Burma juga tdk sama persis.

Praktek keagamaan agama Kristen di Eropa, Amerika, Palestina dan Pilipina tdk sama persis.

Bgtu pula praktek keagamaan agama Islam di negeri-negeri arab, di Afrika, di Pakistan, India dan di Indonesia juga tdk sama persis.

Lalu apakah proses pribumisasi Islam di Indonesia harus dibarengi dg arabisasi? Bukahkan Arab dan Indonesia punya letak geografis, penduduk, budaya dan tradisi lokal yg berbeda. Haruskan muslimah Indonesia bercadar dan muslimnya bergamis? Haruskah ummat Islam indonesia menggunakan istilah2 seperti antum, akhi, ukhti, ikhwan akhwat, umi abi dll sebagai pengganti dari panggilan lokal seperti sampeyan, panjenengan, kang mas, mbak yu, saudara/i, ayah ibu dll?
Apakah dengan menggunakan istilah2 arab tsb secara otomatis menjadikan kita jadi lebih Islami di banding dg kita menggunakan istilah2 lokal ?
Apa sebenarnya tolak ukur keislamian seorang Muslim?

Monggo diskusi tapi dengan menggunkan etika Islam, buktikan anda seorang yg Islami dengan memberikan komentar yg santun dan bermanfaat
 
(Generasi Muda NU)

Monday, January 5, 2015

Gus Mus: Pintar Tak Terdidik Bisa Menyimpang

Gus Mus: Pintar Tak Terdidik Bisa Menyimpang
Rembang, NU Online
Rais Aam PBNU KH Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus menyebut bahwa pendidikan nasional masih sebatas melakukan pengajaran, belum melaksanakan pendidikan. Justru mendidik masih dijumpai di Raudlatul Athfal (RA) atau Taman Kanak-kanak (TK).

"Saya melihat, mengamati, dan mencocokkan, pendidikan nasional kita masih sebatas pengajaran, kecuali di RA atau TK," ungkap Gus Mus saat bertaushiyah pada peresmian gedung RA dan Kelompok Bermain Masyithoh di bilangan Jalan KH Bisri Mustofa Kelurahan Leteh Kecamatan Rembang, Kamis (1/1).

Namun Gus Mus menyesalkan di jenjang berikutnya, mulai Sekolah Dasar, pendidikan menengah hingga pendidikan tinggi, lebih banyak melakukan pengajaran.

Lebih lanjut dia menjelaskan, pendidikan itu lebih pada tarbiyah, sedangkan pengajaran itu lebih bermakna taklim. Makanya tidak heran, karena pengajaran yang diuber, pendidikan menjadi terabaikan.

"Jadi kalau hanya dipintarkan dengan pengajaran, bisa bahaya. Perbanyak mendidik, jangan sekadar memberikan pengajaran atau memberikan informasi. Mereka yang pintar tetapi tidak terdidik, bisa melakukan hal-hal yang justru menyimpang," tandasnya.

Dia mencontohkan, sejumlah pejabat negara dan daerah yang terlibat dalam kasus korupsi, bukan orang-orang bodoh karena mendapat pengajaran hingga di universitas. Namun bagaimana pendidikan para pejabat itu, sehingga tidak mencerminkan sikap dan perilaku seorang yang terdidik.

"Bahkan secara ekstrem saya katakan, lebih baik bodoh daripada tidak terdidik. Program tertentu di komputer bisa jadi akan secara cepat menjawab setiap kebutuhan informasi, namun pendidikan akan memberikan perilaku yang baik kepada orang dalam menggunakan informasi," paparnya.

Secara khusus, Gus Mus berharap kepada setiap guru, terutama di level usia dini, agar benar-benar hadir menjadi pendidik. Meski umur pendidikan di RA atau TK berlangsung hanya dua tahun, menurutnya, itu sudah lumayan untuk meletakkan dasar pendidikan.          

"Di kelompok bermain pun, guru mesti memasukkan pendidikan. Guru yang kreatif tidak mengajar menggambar, tetapi hubungan gambar itu dengan ciptaan Allah yang lain," tuturnya.
Namun, pendidikan di RA atau TK tetap perlu diimbangi dengan hal yang sama di lingkup keluarga atau orang tua. Menurut Gus Mus, jangan sampai anak yang sudah dididik di sekolah, justru mendapatkan contoh pendidikan yang keliru di keluarga dan lingkungan.

Dengan demikian, lanjut dia, harus ada kerja sama antara lembaga pendidikan, guru, anak didik, dan orang tua. Pendidikan di rumah baik, tapi di sekolah tidak, akan rusak. Misalnya soal tata krama, dididik di sekolah baik, tapi di rumah dididik buruk, ya sama saja rusak," tegasnya.

Gedung baru Raudlatul Athfal dan Kelompok Bermain Masyithoh diresmikan, Kamis (1/1) ditandai dengan pemotongan pita oleh KH. Ahmad Mustofa Bisri dengan didampingi Nyai Hj. Muhsinah Cholil. Acara tersebut digelar sekaligus dalam kemasan tasyakuran ulang tahun ke-45 RA Masyithoh.

Pembangunan gedung tiga lantai itu mulai dirintis sekitar tahun 2012. Ketua Pengurus RA Masyithoh Nyai Hj. Muhsinah Cholil menyatakan harapannya agar RA dan Kelompok Bermain Masyithoh bermanfaat.

"RA Masyithoh sebenarnya lahir tahun 1969, namun untuk mudahnya, saya catatkan tahun 1970. Saat pertama kali dibuka muridnya 10 orang, kini 120 orang. Dan alhamdulillah setelah beberapa kali menumpang, kini punya gedung sendiri yang representif," ujarnya.

Dia menyebut TK atau RA dan Kelompok Bermain Masyithoh sebagai tempat mendidik generasi penerus yang baik dan berguna bagi bangsa.

"Mudah-mudahan lulusan RA ini nanti, bisa jadi orang yang berguna, manfaat, dan amanah. Jadi jenderal, kyai, kapten, atau pengusaha. Jadi apa saja yang penting amanah," pungkasnya.(Moh. Lilik Wijanarko/Abdullah Alawi)

Jama'ah Sarkubiyah Menggugat!


Masyarakat sangat menyambut antusias dg program pemerintah yg rajin meneliti rangkaian sejarah purba melalui peninggalan benda2 sejarah Nusantara, dari situs candi2 sunda, situs gunung Padang, artefak, manuskrip, sampai makam2 purbakala yg saling berkaitan satu sama lainnya. 

Dari situ tumbuhlah harapan positif bahwa masyarakat akan dibawa ke dunia ilmiah untuk meyakini segala hal yg terkait barang2 pusaka warisan tetua negeri ini. Dengan begitu cerita2 turun temurun hanya akan dianggap mitos yg diyakini sbg dongeng kosong, dan tentu tidak akan mendapat ruang dalam dunia pendidikan.

Perlu kiranya para petinggi jama'ah Sarkubiyah memikirkan nasib generasi aswaja 5 tahun ke depan dan selanjutnya, dimana dominasi bacaan2 ilmiah akan merebut singgasana keyakinan pada anak cucu kita. Mereka akan lebih meyakini makam Ramses yg dilegitimasi oleh penelitian ilmiah, daripada makam Wali-wali Nusantara yg dikabarkan secara mitos turun temurun.

Belum lagi serangan para "Pejuang Sunatan" yg rajin teriakan khurafat, bid'ah, sumber musyrik pada situs2 sejarah Islam Nusantara hampir menggerogoti nasionalisme anak-anak kita. Karena mereka berkeyakinan situs2 islam yg monumental sedunia saja seperti makam2 shahabat bisa mereka ratakan apalagi makam2 di Nusantara.

Sarkubiyah menggugat Presiden RI segera menerjunkan arkeolog2 hebat untuk gelar penelitian benda2 bersejarah terkait peradaban Islam Nusantara.

Sinambi Sholawat Jelang 12 Mulud 1436 H

KELUHURAN BUDI NABI AL-MUSTHAFA : MUHAMMAD SAW. (1) - (2)

[1]
Para penulis sejarah Nabi mengungkapkan beberapa keluhuran pribadi Nabi.
(1) Bila ada orang yang sakit Nabi menengoknya, meski berada di tempat yang jauh
(2) Bila ada orang yang meninggal dunia, Nabi ta’ziyah dan mengiring jenazahnya
(3) Nabi sering duduk dalam posisi yang sama, bersama-sama orang-orang fakir dan mengambilkan untuk mereka makanan dengan tangannya sendiri
(4) Bila ada orang yang mencaci-maki orang lain, Nabi mengatakan: “tolong tinggalkan cara seperti itu”.
(5) Bila ada orang berbicara dengan suara tinggi, Nabi menahan diri dan bersabar.
(6) Bila datang kepada hamba-sahayanya, laki-laki atau perempuan, Nabi mengajaknya berdiri dan membantu keperluannya. Dia memanggil mereka : “sahabatku” atau “anak mudaku”.
(7) Bila bertemu orang, Nabi mengawali mengucapkan salam, ucapan damai,dan bila orang menyampaikan salam, Nabi membalasnya dengan cara yang lebih baik.
(8) Bila bertemu temannya, Nabi mengawali mengulurkan tangannya dan membiarkannya sampai si teman melepaskannya.
(9) Bila Nabi bertemu teman di jalan atau di manapun beliau mengawali mengucapkan salam sambil bibirnya merekah manis.
(10) Nabi senang menemui teman-temannya untuk sekedar silaturrahim (menjalin kasih sayang)


[2]
(1) Nabi menghormati orang-orang yang berbudi pekerti luhur, dan tetap berbuat baik kepada orang yang perilakunya tidak menyenangkannya (Ahl al-Syarr)
(2) Nabi suka mengunjungi kerabat dekatnya tanpa melebihkan mereka dari orang-orang yang lain
(3) Nabi tidak pernah bertindak kasar dan mencaci maki siapapun
(4) Nabi selalu memaafkan orang yang meminta maaf kepadanya
(5) Nabi Saw adalah orang yang banyak senyum, kadang-kadang tertawa dengan tidak berlebihan.
(6) Nabi juga suka bercanda, tetapi ia tak pernah berbohong
(7) Manakala Nabi belanja di pasar, ia membawa barang-barangnya dengan tangannya sendiri. Bila seorang hamba sahaya ingin menggantikan membawanya, Nabi mengatakan : “Ana Awla bi Hamliha” (akulah yang lebih pantas membawanya).
(8) Baju yang dipakai Nabi terbuat dari bahan berkualitas sederhana
(9) Nabi tidak pernah mencaci siapapun, tidak berkata-kata kasar dan tidak pula berkata-kata kotor.
(10) Nabi tidak pernah merendahkan dan memukul perempuan, isteri dan orang-orang yang membantunya.


(Husein Muhammad)

Kisah Ketawadlu-an Kyai Hamid Pasuruan: Filosofi Pohon Kelapa

Dewasa ini. Kita pasti mengetahui, bahwasanya guru mana yang tidak mau semua muridnya berhasil dan sukses dalam mata pelajarannya. Tak ayal jika guru ketika berada di rumah sang guru mondar-mandir, ke sana ke mari, hanya perlu memikirkan metode pengajaran yang mudah dipaham oleh para muridnya.

Hal inilah yang pernah dialami oleh Ust. H. Syamsul huda, seniman kaligrafi berkaliber nasional jebolan Pondok Pesantren Salafiyah. Selain sangat ahli dalam masalah seni tulis dan lukis kaligrafi, beliau juga sangat ahli dalam masalah ilmu Nahwu.

Al-Kisah dahulu, ketika Ust. Syamsul masih mengajar ilmu nahwu di Pon-Pes Salafiyah, Mulai ba’da shalat shubuh Ust. Syamsul mulai mondar mandir di depan kantor madrasah salafiyah. Yang diberpikir tiada lain adalah menggunakan metode apakah yang paling tepat agar semua anak didiknya mendapat nilai bagus semua. Padahal jika dilihat, nilai siswa pada pelajaran nahwu yang diajarkan oleh Ust. Syamsul terbilang lumayan relatif, seperti layaknya sekolah-sekolah formal yang lain pastilah ada satu dua anak yang dapat niali merah.
Sudah hampir jam masuk sekolah Ust. Syamsul masih saja mondar-mandir di depan kantor madrasah. Ketika itu Kiai Hamid yang berada di teras ndalem melihat Ust. Syamsul yang terlihat seperti orang linglung. Kiai Hamid pun datang menghampiri Ust. Syamsul.



“Sul… ayo melok aku.” (Sul… Ayo ikut Saya). Ajak Kiai Hamid. Lalu, Ustad yang kini mengisi jajaran staf pengajar di madrasah tsanawiyah dan aliyah tersebut digandeng tangannya sampai di samping ndalem (kediaman) Kiai Hamid. Di situ Ust. Syamsul ditunjukkan sebuah pohon kelapa yang masih sedikit buahnya.

“Sul…awakmu weroh ta lek krambil iku gak kiro dadi kelopo kabeh. Yo onok singlugur, onok sing dadi degan langsung di ondoh, onok seng dadi kelopo iku mek titik, loh ngono iku mau masio wes dadi kelopo kadang sekdipangan bajing. Cobak pikiren mane, seumpamane lek kembang iku dadi kabeh, singsakaken iku uwite nggak kuat engkok”.

(Sul… apakah kamu tahu, kalau “krambil” (bunga kelapa) itu tidak akan jadi kelapa semuanya. Ya ada yang terjatuh, ada yang masih jadi degan akan tetapi sudah diambil, ada juga yang sudah jadi kelapa, itu pun sedikit. Walau pun sudah jadi kelapa, terkadang belum dipanen sudah dimakan sama tupai dulu. Coba kamu pikir, kalau bunga itu jadi kelapa semua, yang kasihan itu pohonnya, pasti tidak akan kuat.) ujar Kiai Hamid. Belum Ust. Syamsul menjawab Kiai Hamid melanjutkan lagi. “anggepen ae wet kelopo iku mau guru, lek onok guru muride dadi kabeh yo angel, yo onok sing bijine elek, yo onok sing pas-pasan. Yo onok mane sing apik. Engko lek muride oleh nilai apik kabeh sak’aken gurune, biso-biso lek nggak kuat guru iku mau biso ngomong “ikiloh didikanku, dadi kabeh sopo disek gurune” lah akhire isok nimbulno sifat sombong.

Paham awakmu Sul? Lek paham wes ndang ngajaro, sekolahe wes wayahe melebu.” (anggap saja pohon kelapa itu tadi adalah guru. Kalau ada seorang guru yang muridnya sukses semua itu sangat sulit. Ya pastinya ada yang nilainya jelek, ada yang nilainya biasa-biasa, dan ada juga yang nilainya bagus. Nanti kalau nilai muridnya bagus semua yang kasihan adalah gurunya. Bisa-bisa guru tersebut berbicara “ini loh, anak didikku, semuanya sukses, siapa dulu gurunya” lah, akhirnya bisa menimbulkan sifat sombong.

Kamu paham Sul? Kalau paham cepat mengajar, sudah waktunya jam masuk sekolah.) tambah Kiai Hamid. Tanpa menjawab Ust. Syamsul pun langsung undur diri dari Kiai Hamid. Subhanalloh … padahal, Ust Syamsul masih bercerita sedikit pun, akan tetapi sudah menjawab semua yang dikeluhkan oleh Ust. Syamsul, dengan menggunakan sebuah filosofi pohon kelapa.

Setiba dikelas Ust. Syamsul masih terpikir oleh ucapan Kiai Hamid tadi. “benar juga apa yang dikatakan oleh beliau (Kiai Hamid”. Ujar Ust. Syamsul dalam hati. Sebaiknya cerita ini bisa menjadi ibrah bagi para guru, agar tidak terlalu berkecil hati ketika ada satu-dua anak didiknya yang didak mampu pada pelajaran yang guru ajarkan. Dibalik itu semua pasti aka nada hikmahnya… (zen)

Sumber Pondok Salafiyah Pasuruan