Tuesday, December 31, 2013
Thursday, December 26, 2013
Ideologi Transnasional Ciptakan Friksi di Masyarakat
Mengapa masyarakat harus memahami dan menghindari berkembangnya ideologi transnasional, di antara bahaya yang ditimbulkan adalah terjadinya konflik dengan sejumlah organisasi keagamaan di masyarakat.
Pernyataaan ini disampaikan Dr Ainur Rofik Al-Amin yang tampil sebagai pemateri pada kegiatan Halaqah; Pondok Pesantren Merespon Gerakan Islam Transnasional di Jombang Jawa Timur, Sabtu (21/12/2013).
Bagi dosen Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya ini, fakta yang tidak dapat dihindari dari beredarnya ideologi impor ini adalah sejumlah konflik yang kerap terjadi di masyarakat. Mantan aktifis Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) ini mengemukakan diantara yang selalu didengang-dengungkan kelompok seperti HTI, Wahabi dan Salafi adalah penolakan mereka terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Dari pandangan yang diperjuangkan ini saja, pasti akan menimbulkan gesekan dengan sejumlah organisasi sosial keagamaan yang ada di tanah air,” terangnya. Demikian pula pandangan mereka yang menolak Pancasila sebagai dasar negara. “Ini pasti akan menimbulkan friksi di masyarakat,” lanjutnya.
Bahkan dengan sangat terbuka, organisasi seperti HTI dengan sangat jelas menandaskan bahwa NKRI dan Pancasila adalah ancaman serius bagi terwujudnya sistem khilafah di Indonesia. “Padahal organisasi sosial keagamaan seperti NU telah sangat jelas mendeklarasikan bahwa Pancasila adalah upaya final bagi umat Islam di tanah air untuk mendirikan negara,” tegasnya.
Namun demikian, Gus Rofik, sapaan akrabnya tidak serta menyalahkan HTI dan sejumlah ideologi transnasional lain di tanah air karena mereka telah berhasil melakukan pembinaan di sejumlah segmen masyarakat.
“Aktifis mahasiswa perguruan tinggi khususnya di kota besar banyak yang terpengaruh oleh ajakan untuk bergabung dalam organisasi yang beraliran keras ini,” terangnya. HTI misalnya memandang bahwa Indonesia adalah lahan subur bagi tumbuh dan berkembangnya aliran ini. Karena itu mereka masuk ke kampus, selanjutnya mempengaruhi tokoh masyarakat, serta kalangan Muslim taat dan pelajar.
Basis gerakan mereka juga merambah tempat potensial semisal kampus, sekolah, masjid, majlis taklim, MUI dan partai Islam. “Itulah kelebihan mereka,” ungkapnya.
Sebagai solusi, salah seorang pengasuh di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang ini mengajak umat Islam dan semua kalangan untuk secara terbuka mengkaji pemikiran kelompok ekstrim ini.
“Para pemikir dan generasi Islam harusnya mendiskusikan pemikiran mereka secara intensif dan mendalam,” katanya. Dan apa yang disarankan tersebut berdasarkan pengalaman dari sejumlah pendiri NU. “Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy’ari dan KH Abdul Wahab Chasbullah dikenal sangat terbuka berdebat dengan sejumlah kalangan yang embawa misi puritanisme di tanah air dan dikonfrontir dengan karya ulama Ahlussunnah Waljamaah,” terangnya.
Belajar kenyataan tersebut, alumnus program doktor UIN Sunan Ampel ini menyarankan agar sejak dini para generasi muda dikenalkan dengan ajaran dan pandangan ideologi transnasional untuk didiskusikan secara terbuka. “Dengan demikian generasi muda kita memahami kelemahan dan penyimpangan pandangan golongan mereka,” terangnya.
Kegiatan ini diselenggarakan Yayasan Khoiriyah Hasyim Seblak Jombang bekerjasama dengan Bakesbangpol atau Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Propinsi Jawa Timur dan diikuti sejumlah guru, ustadz dan kiai serta pengasuh pesantren di kota santri. Narasumber lain yang juga memberikan wawasan adalah Drs Muhammad Dawud SSos, komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Jawa Timur. (syaifullah/mukafi niam)
Sumber
Pernyataaan ini disampaikan Dr Ainur Rofik Al-Amin yang tampil sebagai pemateri pada kegiatan Halaqah; Pondok Pesantren Merespon Gerakan Islam Transnasional di Jombang Jawa Timur, Sabtu (21/12/2013).
Bagi dosen Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya ini, fakta yang tidak dapat dihindari dari beredarnya ideologi impor ini adalah sejumlah konflik yang kerap terjadi di masyarakat. Mantan aktifis Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) ini mengemukakan diantara yang selalu didengang-dengungkan kelompok seperti HTI, Wahabi dan Salafi adalah penolakan mereka terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Dari pandangan yang diperjuangkan ini saja, pasti akan menimbulkan gesekan dengan sejumlah organisasi sosial keagamaan yang ada di tanah air,” terangnya. Demikian pula pandangan mereka yang menolak Pancasila sebagai dasar negara. “Ini pasti akan menimbulkan friksi di masyarakat,” lanjutnya.
Bahkan dengan sangat terbuka, organisasi seperti HTI dengan sangat jelas menandaskan bahwa NKRI dan Pancasila adalah ancaman serius bagi terwujudnya sistem khilafah di Indonesia. “Padahal organisasi sosial keagamaan seperti NU telah sangat jelas mendeklarasikan bahwa Pancasila adalah upaya final bagi umat Islam di tanah air untuk mendirikan negara,” tegasnya.
Namun demikian, Gus Rofik, sapaan akrabnya tidak serta menyalahkan HTI dan sejumlah ideologi transnasional lain di tanah air karena mereka telah berhasil melakukan pembinaan di sejumlah segmen masyarakat.
“Aktifis mahasiswa perguruan tinggi khususnya di kota besar banyak yang terpengaruh oleh ajakan untuk bergabung dalam organisasi yang beraliran keras ini,” terangnya. HTI misalnya memandang bahwa Indonesia adalah lahan subur bagi tumbuh dan berkembangnya aliran ini. Karena itu mereka masuk ke kampus, selanjutnya mempengaruhi tokoh masyarakat, serta kalangan Muslim taat dan pelajar.
Basis gerakan mereka juga merambah tempat potensial semisal kampus, sekolah, masjid, majlis taklim, MUI dan partai Islam. “Itulah kelebihan mereka,” ungkapnya.
Sebagai solusi, salah seorang pengasuh di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang ini mengajak umat Islam dan semua kalangan untuk secara terbuka mengkaji pemikiran kelompok ekstrim ini.
“Para pemikir dan generasi Islam harusnya mendiskusikan pemikiran mereka secara intensif dan mendalam,” katanya. Dan apa yang disarankan tersebut berdasarkan pengalaman dari sejumlah pendiri NU. “Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy’ari dan KH Abdul Wahab Chasbullah dikenal sangat terbuka berdebat dengan sejumlah kalangan yang embawa misi puritanisme di tanah air dan dikonfrontir dengan karya ulama Ahlussunnah Waljamaah,” terangnya.
Belajar kenyataan tersebut, alumnus program doktor UIN Sunan Ampel ini menyarankan agar sejak dini para generasi muda dikenalkan dengan ajaran dan pandangan ideologi transnasional untuk didiskusikan secara terbuka. “Dengan demikian generasi muda kita memahami kelemahan dan penyimpangan pandangan golongan mereka,” terangnya.
Kegiatan ini diselenggarakan Yayasan Khoiriyah Hasyim Seblak Jombang bekerjasama dengan Bakesbangpol atau Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Propinsi Jawa Timur dan diikuti sejumlah guru, ustadz dan kiai serta pengasuh pesantren di kota santri. Narasumber lain yang juga memberikan wawasan adalah Drs Muhammad Dawud SSos, komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Jawa Timur. (syaifullah/mukafi niam)
Sumber
Gus Mus: “Banyak orang yang hanya belajar ngaji di Google tapi merasa paling benar sendiri,”
Rembang,
Wakil Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Mustofa Bisri atau Gus Mus menyampaikan, maksud dari dakwah adalah mengajak, bukan memarahi apalagi memusuhi.
“Banyak yang tidak tahu dan salah menerapkan ayat Quran dalam berdakwah. Perintah dakwah itu ayatnya Ud’u ila sabili robbika bilhikmati wamauidzotil hasanah (Ajaklah kepada jalan tuhanmu dengan hikmah dan tutur yang baik) bukan menggunakan dalil Amar ma’ruf nahi munkar,” tutur KH Mustofa Bisri (Gus Mus)
Kepada peserta Silaturahmi Nasional Web Admin & IT Developer Aswaja, Ahad (22/12) kemarin Pondok Pesantren Roudlatut Tholibin Rembang. Akhir-akhir ini, dakwah sering dikacaukan dengan amar maruf nahi munkar.
Padahal dari segi bahasa saja kedua terma itu sudah berbeda. Dakwah itu mengajak, sementara amar itu perintah nahi itu melarang. Dakwah itu mengajak kepada orang yang untuk berada di jalan Allah.
Hal tersebut disampaikan Gus Mus untuk meluruskan beberapa kesalahpahaman beberapa kalangan Islam. “Banyak orang yang hanya belajar ngaji di Google tapi merasa paling benar sendiri,” lanjut Gus Mus.
Sementara itu Katib PBNU KH Yahya Cholil Tsaquf dalam pembekalan kepada peserta Silatnas juga berpesan akan perlunya dakwah dengan membangun basis yang kokoh dan berjejaring dalam membangun peradaban baru sebagai strategi pilihannya sebagaimana berjejaringnya kesultanan Islam nusantara pada masa lalu.
Di penghujung acara Hari Usmayadi selaku ketua PPM Aswaja menyampaikan apresiasinya kepada seluruh peserta terutama buat teman peserta dari Balikpapan dan NTB yang menunjukkan semangat kesepahaman dan kesamaan tujuan dalam berdakwah Islam di internet (Mukhlisin/Anam)
Sumber
Wakil Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Mustofa Bisri atau Gus Mus menyampaikan, maksud dari dakwah adalah mengajak, bukan memarahi apalagi memusuhi.
“Banyak yang tidak tahu dan salah menerapkan ayat Quran dalam berdakwah. Perintah dakwah itu ayatnya Ud’u ila sabili robbika bilhikmati wamauidzotil hasanah (Ajaklah kepada jalan tuhanmu dengan hikmah dan tutur yang baik) bukan menggunakan dalil Amar ma’ruf nahi munkar,” tutur KH Mustofa Bisri (Gus Mus)
Kepada peserta Silaturahmi Nasional Web Admin & IT Developer Aswaja, Ahad (22/12) kemarin Pondok Pesantren Roudlatut Tholibin Rembang. Akhir-akhir ini, dakwah sering dikacaukan dengan amar maruf nahi munkar.
Padahal dari segi bahasa saja kedua terma itu sudah berbeda. Dakwah itu mengajak, sementara amar itu perintah nahi itu melarang. Dakwah itu mengajak kepada orang yang untuk berada di jalan Allah.
Hal tersebut disampaikan Gus Mus untuk meluruskan beberapa kesalahpahaman beberapa kalangan Islam. “Banyak orang yang hanya belajar ngaji di Google tapi merasa paling benar sendiri,” lanjut Gus Mus.
Sementara itu Katib PBNU KH Yahya Cholil Tsaquf dalam pembekalan kepada peserta Silatnas juga berpesan akan perlunya dakwah dengan membangun basis yang kokoh dan berjejaring dalam membangun peradaban baru sebagai strategi pilihannya sebagaimana berjejaringnya kesultanan Islam nusantara pada masa lalu.
Di penghujung acara Hari Usmayadi selaku ketua PPM Aswaja menyampaikan apresiasinya kepada seluruh peserta terutama buat teman peserta dari Balikpapan dan NTB yang menunjukkan semangat kesepahaman dan kesamaan tujuan dalam berdakwah Islam di internet (Mukhlisin/Anam)
Sumber
Pembagian Tauhid Menjadi 3 (Uluhiyah, Rububiyah, Asma wa Shifat) Bukan Ajaran ASWAJA
Mari kita berdiskusi, bukan berdebat..
Artikel ini mencoba membongkar kesesatan (bid’ah aqidah) ajaran Wahabi yang membagi Tauhid kepada 3 bagian: tauhid uluhiyyah, tauhid rububiyyah, dan tauhid asma wa sifat. Aqidah rekayasa mereka ini adalah Bid’ah Sesat. Umat Islam sudah waktunya mengetahui pemahaman tauhid yang diajarkan Allah dan Rasul-NYA Muhammad Saw.
Di artikel ini akan dibuktikan bahwa pembagian tauhid menjadi tiga bagian tersebut bukan ajaran Islam, sebab Allah dan Rasul-NYA tidak pernah mengajarkan tauhid model yang diajarkan di kalangan kaum Wahabi ini. Begitu juga para Sahabat Nabi tidak ada satu pun yang mengajarkan “tauhid tiga” tersebut.
Tauhid /aqidah adalah masalah ushul, wajib berdasar dalil Qoth’i (pasti), jika selama ini kaum Wahabi meminta dalil Qoth’i untuk urusan ibdah ghoiru mahdhoh semisal Tahlilan, Yasinan, Maulidan, lebih-lebih untuk tauhid / aqidah seharusnya mereka juga mempertanyakan apa dalil Qoth’i yang menjadi dasar pembagian tauhid. Tentunya karena Tauhid / aqidah adalah dasar di mana ibadah-ibadah kita dikerjakan di atasnya. Jika pemahaman tauhid salah maka bagaimana nilai ibadahnya. Seharusnya ini jadi urgensi yang wajib mereka pertanyakan pula. Selain itu tentunya, efek samping dari ajaran “tauhid tiga” yang batil ini hanya akan menimbulkan fitnah di tengah Umat Islam. Seperti kita ketahui bersama, tauhid tiga ajaran Wahabi ujung-ujungnya hanya bermaksud untuk menuduh bahkan mem-vonis kaum beriman sebagai musyrik. Na’udzu billah min dzaalik!
Pendapat kaum Wahabi yang membagi tauhid kepada tiga bagian: tauhid Uluhiyyah, tauhid Rububiyyah, dan tauhid al-Asma’ Wa ash-Shifât adalah bid’ah batil yang menyesatkan. Pembagian tauhid seperti ini sama sekali tidak memiliki dasar, baik dari al-Qur’an, hadits, dan tidak ada seorang pun dari para ulama Salaf atau seorang ulama saja yang kompeten dalam keilmuannya yang membagi tauhid kepada tiga bagian tersebut. Pembagian tauhid kepada tiga bagian ini adalah pendapat ekstrim dari kaum Musyabbihah masa sekarang, mereka mengaku datang sebagai penegak Tauhid untuk memberantas bid’ah namun sebenarnya mereka adalah orang-orang yang membawa bid’ah.
Di antara dasar yang dapat membuktikan kesesatan pembagian tauhid ini adalah sabda Rasulullah:
أمِرْتُ أنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتىّ يَشْهَدُوْا أنْ لاَ إلهَ إلاّ اللهُ وَأنّيْ رَسُوْل اللهِ، فَإذَا فَعَلُوْا ذَلكَ عُصِمُوْا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وأمْوَالَهُمْ إلاّ بِحَقّ (روَاه البُخَاريّ)
“Aku diperintah untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan (Ilâh) yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa saya adalah utusan Allah. Jika mereka melakukan itu maka terpelihara dariku darah-darah mereka dan harta-harta mereka kecuali karena hak”. ( HR al-Bukhari ).
Dalam hadits ini Rasulullah tidak membagi tauhid kepada tiga bagian, beliau tidak mengatakan bahwa seorang yang mengucapkan “Lâ Ilâha Illallâh” saja tidak cukup untuk dihukumi masuk Islam, tetapi juga harus mengucapkan “Lâ Rabba Illallâh”. Tetapi makna hadits ialah bahwa seseorang dengan hanya bersaksi dengan mengucapkan “Lâ Ilâha Illallâh”, dan bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah maka orang ini telah masuk dalam agama Islam. Hadits ini adalah hadits mutawatir dari Rasulullah, diriwayatkan oleh sejumlah orang dari kalangan sahabat, termasuk di antaranya oleh sepuluh orang sahabat yang telah medapat kabar gembira akan masuk ke surga. Dan hadits ini telah diriwayatkan oleh al-Imâm al-Bukhari dalam kitab Shahih-nya.
Tujuan kaum Musyabbihah membagi tauhid kepada tiga bagian ini adalah tidak lain hanya untuk mengkafirkan / memusyrikkan orang-orang Islam ahli tauhid yang melakukan tawassul dengan Nabi Muhammad, atau dengan seorang wali Allah dan orang-orang saleh. Mereka mengklaim bahwa seorang yang melakukan tawassul seperti itu tidak mentauhidkan Allah dari segi tauhid Uluhiyyah. Demikian pula ketika mereka membagi tauhid kepada tauhid al-Asma’ Wa ash-Shifat, tujuan mereka tidak lain hanya untuk mengkafirkan orang-orang yang melakukan takwil terhadap ayat-ayat Mutasyâbihât. Oleh karenanya, kaum Musyabbihah ini adalah kaum yang sangat kaku dan keras kepala dalam memegang teguh zhahir teks-teks Mutasyâbihât dan sangat “alergi” terhadap takwil. Bahkan mereka mengatakan: “al-Mu’aw-wil Mu’ath-thil”; artinya seorang yang melakukan takwil sama saja dengan mengingkari sifat-sifat Allah. Na’ûdzu Billâh.
Dengan hanya hadits shahih di atas, cukup bagi kita untuk menegaskan bahwa pembagian tauhid kepada tiga bagian di atas adalah bid’ah batil yang dikreasi oleh orang-orang yang mengaku memerangi bid’ah yang sebenarnya mereka sendiri ahli bid’ah. Bagaimana mereka tidak disebut sebagai ahli bid’ah, padahal mereka membuat ajaran tauhid yang sama sekali tidak pernah dikenal oleh orang-orang Islam?! Di mana logika mereka, ketika mereka mengatakan bahwa tauhid Uluhiyyah saja tidak cukup, tetapi juga harus dengan pengakuan tauhid Rububiyyah?! Bukankah ini berarti menyalahi hadits Rasulullah di atas?! Dalam hadits di atas sangat jelas memberikan pemahaman kepada kita bahwa seorang yang mengakui ”Lâ Ilâha Illallâh” ditambah dengan pengakuan kerasulan Nabi Muhammad maka cukup bagi orang tersebut untuk dihukumi sebagai orang Islam. Dan ajaran inilah yang telah dipraktekan oleh Rasulullah ketika beliau masih hidup.
Apa bila ada seorang kafir bersaksi dengan ”Lâ Ilâha Illallâh” dan ”Muhammad Rasûlullâh” maka oleh Rasulullah orang tersebut dihukumi sebagai seorang muslim yang beriman. Kemudian Rasulullah memerintahkan kepadanya untuk melaksanakan shalat sebelum memerintahkan kewajiban-kewajiban lainnya; sebagaimana hal ini diriwayatkan dalam sebuah hadits oleh al-Imâm al-Bayhaqi dalam Kitâb al-I’tiqâd. Sementara kaum Musyabbihah di atas membuat ajaran baru; mengatakan bahwa tauhid Uluhiyyah saja tidak cukup, ini sangat nyata telah menyalahi apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah. Mereka tidak paham bahwa ”Uluhiyyah” itu sama saja dengan ”Rububiyyah”, bahwa ”Ilâh” itu sama saja artinya dengan ”Rabb”.
Kemudian kita katakan pula kepada mereka; Di dalam banyak hadits diriwayatkan bahwa di antara pertanyaan dua Malaikat; Munkar dan Nakir yang ditugaskan untuk bertanya kepada ahli kubur adalah: ”Man Rabbuka?”. Tidak bertanya dengan ”Man Rabbuka?” lalu diikutkan dengan ”Man Ilahuka?”. Lalu seorang mukmin ketika menjawab pertanyaan dua Malaikat tersebut cukup dengan hanya berkata ”Allâh Rabbi”, tidak harus diikutkan dengan ”Allâh Ilâhi”. Malaikat Munkar dan Nakir tidak membantah jawaban orang mukmin tersebut dengan mengatakan: ”Kamu hanya mentauhidkan tauhid Rububiyyah saja, kamu tidak mentauhidkan tauhid Uluhiyyah !”. Inilah pemahaman yang dimaksud dalam hadits Nabi tentang pertanyaan dua Malaikat dan jawaban seorang mukmin dikuburnya kelak. Dengan demikian kata ”Rabb” sama saja dengan kata ”Ilâh”, demikian pula ” tauhid Uluhiyyah ” sama saja dengan ”tauhid Rubûbiyyah”.
Dalam kitab Mishbâh al-Anâm, pada pasal ke dua, karya al-Imâm Alawi ibn Ahmad al-Haddad, tertulis sebagai berikut:
”Tauhid Uluhiyyah masuk dalam pengertian tauhid Rububiyyah dengan dalil bahwa Allah telah mengambil janji (al-Mîtsâq) dari seluruh manusia anak cucu Adam dengan firman-Nya ”Alastu Bi Rabbikum?” Ayat ini tidak kemudian diikutkan dengan ”Alastu Bi Ilâhikum?” Artinya; Allah mencukupkannya dengan tauhid Rububiyyah, karena sesungguhya sudah secara otomatis bahwa seorang yang mengakui ”Rubûbiyyah” bagi Allah maka berarti ia juga mengakui ”Ulûhiyyah” bagi-Nya. Karena makna ”Rabb” itu sama dengan makna ”Ilâh”. Dan karena itu pula dalam hadits diriwayatkan bahwa dua Malaikat di kubur kelak akan bertanya dengan mengatakan ”Man Rabbuka?”, tidak kemudian ditambahkan dengan ”Man Ilâhuka?”. Dengan demikian sangat jelas bahwa makna tauhid Rubûbiyyah tercakup dalam makna tauhid Uluhiyyah.
Di antara yang sangat mengherankan dan sangat aneh adalah perkataan sebagian pendusta besar terhadap seorang ahli tauhid; yang bersaksi ”Lâ Ilâha Illallâh, Muhammad Rasulullah”, dan seorang mukmin muslim ahli kiblat, namun pendusta tersebut berkata kepadanya: ”Kamu tidak mengenal tahuid. Tauhid itu terbagi dua; tauhid Rububiyyah dan tauhid Uluhiyyah. Tauhid Rububiyyah adalah tauhid yang telah diakui oleh oleh orang-orang kafir dan orang-orang musyrik. Sementara tauhid Uluhiyyah adalah adalah tauhid murni yang diakui oleh orang-orang Islam. Tauhid Uluhiyyah inilah yang menjadikan dirimu masuk di dalam agama Islam. Adapun tauhid Rububiyyah saja tidak cukup”. Ini adalah perkataan orang sesat yang sangat aneh. Bagaimana ia mengatakan bahwa orang-orang kafir dan orang-orang musyrik sebagai ahli tauhid ?!
Jika benar mereka sebagai ahli tauhid tentunya mereka akan dikeluarkan dari neraka kelak, tidak akan menetap di sana selamanya, karena tidak ada seorangpun ahli tauhid yang akan menetap di daam neraka tersebut sebagaimana telah diriwayatkan dalam banyak hadits shahih. Adakah kalian pernah mendengar di dalam hadits atau dalam riwayat perjalanan hidup Rasulullah bahwa apa bila datang kepada beliau orang-orang kafir Arab yang hendak masuk Islam lalu Rasulullah merinci dan menjelaskan kepada mereka pembagian tauhid kepada tauhid Uluhiyyah dan tauhid Rububiyyah?! Dari mana mereka mendatangkan dusta dan bohong besar terhadap Allah dan Rasul-Nya ini?!
Padahal sesungguhnya seorang yang telah mentauhidkan ”Rabb” maka berarti ia telah mentauhidkan ”Ilâh”, dan seorang yang telah memusyrikkan ”Rabb” maka ia juga berarti telah memusyrikan ”Ilâh”. Bagi seluruh orang Islam sudah pasti berkeyakinan bahwa tidak ada yang berhak disembah oleh mereka kecuali ”Rabb” yang juga ”Ilâh” mereka. Maka ketika mereka berkata ”Lâ Ilâha Illallâh”; bahwa hanya Allah Rabb mereka yang berhak disembah; artinya mereka menafikan Uluhiyyah dari selain Rabb mereka, sebagaimana mereka menafikan Rubûbiyyah dari selain Ilâh mereka. Mereka menetapkan ke-Esa-an bagi Rabb yang juga Ilâh mereka pada Dzat-Nya, Sifat-sifat-Nya, dan pada segala perbuatan-Nya; artinya tidak ada keserupaan bagi-Nya secara mutlak dari berbagai segi”.
(Masalah): Para ahli bid’ah dari kaum Musyabbihah biasanya berkata: ”Sesungguhnya para Rasul diutus oleh Allah adalah untuk berdakwah kepada umatnya terhadap tauhid Uluhiyyah; yaitu agar mereka mengakui bahwa hanya Allah yang berhak disembah. Adapun tauhid Rububiyyah; yaitu keyakinan bahwa Allah adalah Tuhan seluruh alam ini, dan bahwa Allah adalah yang mengurus segala peristiwa yang terjadi pada alam ini, maka tauhid ini tidak disalahi oleh seorang-pun dari seluruh manusia, baik orang-orang musyrik maupun orang-orang kafir, dengan dalil firman Allah dalam QS. Luqman:
وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ لَيَقُولَنَّ اللهُ (لقمان: 25)
“Dan jika engkau bertanya kepada mereka siapakah yang menciptakan seluruh lapisan langit dan bumi? Maka mereka benar-benar akan menjawab: “Allah” (QS. Luqman: 25)
(Jawab): Perkataan mereka ini murni sebagai kebatilan belaka. Bagaimana mereka berkata bahwa seluruh orang-orang kafir dan orang-orang musyrik sama dengan orang-orang mukmin dalam tauhid Rububiyyah ?! Adapun pengertian ayat di atas bahwa orang-orang kafir mengakui Allah sebagai Pencipta langit dan bumi adalah pengakuan yang hanya di lidah saja, bukan artinya bahwa mereka sebagai orang-orang ahli tauhid; yang mengesakan Allah dan mengakui bahwa hanya Allah yang berhak disembah.
Terbukti bahwa mereka menyekutukan Allah, mengakui adanya tuhan yang berhak disembah kepada selain Allah. Mana logikanya jika orang-orang musyrik disebut sebagai ahli tauhid ?! Rasulullah tidak pernah berkata kepada seorang kafir yang hendak masuk Islam bahwa di dalam Islam terdapat dua tauhid; Tauhid Uluhiyyah dan Tauhid Rububiyyah ! Rasulullah tidak pernah berkata kepada seorang kafir yang hendak masuk Islam bahwa tidak cukup baginya untuk menjadi seorang muslim hanya bertauhid Rubûbiyyah saja, tapi juga harus ber- tauhid Uluhiyyah ! Oleh karena itu di dalam al-Qur’an Allah berfirman tentang perkataan Nabi Yusuf saat mengajak dua orang di dalam penjara untuk mentauhidkan Allah:
أَأَرْبَابٌ مُتَفَرّقُوْنَ خَيْرٌ أمِ اللهُ الْوَاحِدُ الْقَهّار (يوسف: 39
”Adakah rabb-rabb yang bermacam-macam tersebut lebih baik ataukah Allah (yang lebih baik) yang tidak ada sekutu bagi-Nya dan yang maha menguasai?!” (QS. Yusuf: 39).
Dalam ayat ini Nabi Yusuf menetapkan kepada mereka bahwa hanya Allah sebagai Rabb yang berhak disembah.
Perkataan kaum Musyabbihah dalam membagi tauhid kepada dua bagian, dan bahwa tauhid Uluhiyyah (Ilâh) adalah pengakuan hanya Allah saja yang berhak disembah adalah pembagian batil yang menyesatkan, karena tauhid Rububiyyah adalah juga pengakuan bahwa hanya Allah yang berhak disembah, sebagaimana yang dimaksud oleh ayat di atas. Dengan demikian Allah adalah Rabb yang berhak disembah, dan juga Allah adalah Ilâh yang berhak disembah. Kata “Rabb” dan kata “Ilâh” adalah kata yang memiliki kandungan makna yang sama sebagaimana telah dinyatakan oleh al-Imâm Abdullah ibn Alawi al-Haddad di atas.
Dalam majalah Nur al-Islâm, majalah ilmiah bulanan yang diterbitkan oleh para Masyâyikh al-Azhar asy-Syarif Cairo Mesir, terbitan tahun 1352 H, terdapat tulisan yang sangat baik dengan judul “Kritik atas pembagian tauhid kepada Tauhid Uluhiyyah dan Tauhid Rububiyyah” yang telah ditulis oleh asy-Syaikh al-Azhar al-‘Allamâh Yusuf ad-Dajwi al-Azhari (w 1365 H), sebagai berikut:
( ( “Sesungguhnya pembagian tauhid kepada tauhid Uluhiyyah dan Rububiyyah adalah pembagian yang tidak pernah dikenal oleh siapapun sebelum Ibn Taimiyah. Artinya, ini adalah bid’ah sesat yang telah ia munculkannya. Di samping perkara bid’ah, pembagian ini juga sangat tidak masuk akal; sebagaimana engkau akan lihat dalam tulisan ini. Dahulu, bila ada seseorang yang hendak masuk Islam, Rasulullah tidak mengatakan kepadanya bahwa tauhid ada dua macam. Rasulullah tidak pernah mengatakan bahwa engkau tidak menjadi muslim hingga bertauhid dengan tauhid Uluhiyyah (selain tauhid Rububiyyah), bahkan memberikan isyarat tentang pembagian tauhid ini, walau dengan hanya satu kata saja, sama sekali tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah. Demikian pula hal ini tidak pernah didengar dari pernyataan ulama Salaf; yang padahal kaum Musyabbihah sekarang yang membagi-bagi tauhid kepada tauhid Uluhiyyah dan tauhid Rububiyyah tersebut mengaku-aku sebagai pengikut ulama Salaf. Sama sekali pembagian tauhid ini tidak memiliki arti. Adapun firman Allah:
وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ لَيَقُولَنَّ اللهُ (لقمان: 25)
“Dan jika engkau bertanya kepada mereka siapakah yang menciptakan seluruh lapisan langit dan bumi? Maka mereka benar-benar akan menjawab: “Allah” (QS. Luqman: 25)
Ayat ini menceritakan perkataan orang-orang kafir yang mereka katakan hanya di dalam mulut saja, tidak keluar dari hati mereka. Mereka berkata demikian itu karena terdesak tidak memiliki jawaban apapun untuk membantah dalil-dalil kuat dan argumen-argumen yang sangat nyata (bahwa hanya Allah yang berhak disembah). Bahkan, apa yang mereka katakan tersebut (pengakuan ketuhanan Allah) ”secuil”-pun tidak ada di dalam hati mereka, dengan bukti bahwa pada saat yang sama mereka berkata dengan ucapan-ucapan yang menunjukan kedustaan mereka sendiri. Lihat, bukankah mereka menetapkan bahwa penciptaan manfaat dan bahaya bukan dari Allah?! Benar, mereka adalah orang-orang yang tidak mengenal Allah. Dari mulai perkara-perkara sepele hingga peristiwa-peristiwa besar mereka yakini bukan dari Allah, bagaimana mungkin mereka mentauhidkan-Nya?! Lihat misalkan firman Allah tentang orang-orang kafir yang berkata kepada Nabi Hud:
إِن نَّقُولُ إِلاَّ اعْتَرَاكَ بَعْضُ ءَالِهَتِنَا بِسُوءٍ (هود: 54)
”Kami katakan bahwa tidak lain engkau telah diberi keburukan atau dicelakakan oleh sebagian tuhan kami” (QS. Hud: 54).
Sementara Ibn Taimiyah berkata bahwa dalam keyakinan orang-orang musyrik tentang sesembahan-sesembahan mereka tersebut tidak memberikan manfaat dan bahaya sedikit-pun. Dari mana Ibn Taimiyah berkata semacam ini?! Bukankah ini berarti ia membangkang kepada apa yang telah difirmankah Allah?! Anda lihat lagi ayat lainnya dari firman Allah tentang perkataan-perkataan orang kafir tersebut:
وَجَعَلُوا للهِ مِمَّا ذَرَأَ مِنَ الْحَرْثِ وَاْلأَنْعَامِ نَصِيبًا فَقَالُوا هَذَا للهِ بِزَعْمِهِمْ وَهَذَا لِشُرَكَآئِنَا فَمَاكَانَ لِشُرَكَآئِهِمْ فَلاَيَصِلُ إِلَى اللهِ وَمَاكَانَ للهِ فَهُوَ يَصِلُ إِلَى شُرَكَآئِهِمْ (الأنعام: 136)
”Lalu mereka berkata sesuai dengan prasangka mereka: ”Ini untuk Allah dan ini untuk berhala-berhala kami”. Maka sajian-sajian yang diperuntukan bagi berhala-berhala mereka tidak sampai kepada Allah; dan saji-sajian yang diperuntukan bagi Allah maka sajian-sajian tersebut sampai kepada berhala mereka” (QS. al-An’am: 136).
Lihat, dalam ayat ini orang-orang musyrik tersebut mendahulukan sesembahan-sesembahan mereka atas Allah dalam perkara-perkara sepele.
Kemudian lihat lagi ayat lainnya tentang keyakinan orang-orang musyrik, Allah berkata kepada mereka:
و َمَانَرَى مَعَكُمْ شُفَعَآءَكُمُ الَّذِينَ زَعَمْتُمْ أَنَّهُمْ فِيكُمْ شُرَكَاؤُا (الأنعام: 94)
”Dan Kami tidak melihat bersama kalian para pemberi syafa’at bagi kalian (sesembahan/berhala) yang kamu anggap bahwa mereka itu sekutu-sekutu tuhan di antara kamu” (QS. al-An’am: 94).
Dalam ayat ini dengan sangat nyata bahwa orang-orang kafir tersebut berkeyakinan bahwa sesembahan-sesembahan mereka memberikan mafa’at kepada mereka. Itulah sebabnya mengapa mereka mengagung-agungkan berhala-berhala tersebut.
Lihat, apa yang dikatakan Abu Sufyan; ”dedengkot” orang-orang musyrik di saat perang Uhud, ia berteriak: ”U’lu Hubal” (maha agung Hubal), (Hubal adalah salah satu berhala terbesar mereka). Lalu Rasulullah menjawab teriakan Abu Sufyan: ”Allâh A’lâ Wa Ajall” (Allah lebih tinggi derajat-Nya dan lebih Maha Agung).
Anda pahami teks-teks ini semua maka anda akan paham sejauh mana kesesatan mereka yang membagi tauhid kepada dua bagian tersebut! Dan anda akan paham siapa sesungguhnya Ibn Taimiyah yang telah menyamakan antara orang-orang Islam ahli tauhid dengan orang-orang musyrik para penyembah berhala tersebut, yang menurutnya mereka semua sama dalam tauhid Rububiyyah !” ) ).
Sumber
Artikel ini mencoba membongkar kesesatan (bid’ah aqidah) ajaran Wahabi yang membagi Tauhid kepada 3 bagian: tauhid uluhiyyah, tauhid rububiyyah, dan tauhid asma wa sifat. Aqidah rekayasa mereka ini adalah Bid’ah Sesat. Umat Islam sudah waktunya mengetahui pemahaman tauhid yang diajarkan Allah dan Rasul-NYA Muhammad Saw.
Di artikel ini akan dibuktikan bahwa pembagian tauhid menjadi tiga bagian tersebut bukan ajaran Islam, sebab Allah dan Rasul-NYA tidak pernah mengajarkan tauhid model yang diajarkan di kalangan kaum Wahabi ini. Begitu juga para Sahabat Nabi tidak ada satu pun yang mengajarkan “tauhid tiga” tersebut.
Tauhid /aqidah adalah masalah ushul, wajib berdasar dalil Qoth’i (pasti), jika selama ini kaum Wahabi meminta dalil Qoth’i untuk urusan ibdah ghoiru mahdhoh semisal Tahlilan, Yasinan, Maulidan, lebih-lebih untuk tauhid / aqidah seharusnya mereka juga mempertanyakan apa dalil Qoth’i yang menjadi dasar pembagian tauhid. Tentunya karena Tauhid / aqidah adalah dasar di mana ibadah-ibadah kita dikerjakan di atasnya. Jika pemahaman tauhid salah maka bagaimana nilai ibadahnya. Seharusnya ini jadi urgensi yang wajib mereka pertanyakan pula. Selain itu tentunya, efek samping dari ajaran “tauhid tiga” yang batil ini hanya akan menimbulkan fitnah di tengah Umat Islam. Seperti kita ketahui bersama, tauhid tiga ajaran Wahabi ujung-ujungnya hanya bermaksud untuk menuduh bahkan mem-vonis kaum beriman sebagai musyrik. Na’udzu billah min dzaalik!
Pendapat kaum Wahabi yang membagi tauhid kepada tiga bagian: tauhid Uluhiyyah, tauhid Rububiyyah, dan tauhid al-Asma’ Wa ash-Shifât adalah bid’ah batil yang menyesatkan. Pembagian tauhid seperti ini sama sekali tidak memiliki dasar, baik dari al-Qur’an, hadits, dan tidak ada seorang pun dari para ulama Salaf atau seorang ulama saja yang kompeten dalam keilmuannya yang membagi tauhid kepada tiga bagian tersebut. Pembagian tauhid kepada tiga bagian ini adalah pendapat ekstrim dari kaum Musyabbihah masa sekarang, mereka mengaku datang sebagai penegak Tauhid untuk memberantas bid’ah namun sebenarnya mereka adalah orang-orang yang membawa bid’ah.
Di antara dasar yang dapat membuktikan kesesatan pembagian tauhid ini adalah sabda Rasulullah:
أمِرْتُ أنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتىّ يَشْهَدُوْا أنْ لاَ إلهَ إلاّ اللهُ وَأنّيْ رَسُوْل اللهِ، فَإذَا فَعَلُوْا ذَلكَ عُصِمُوْا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وأمْوَالَهُمْ إلاّ بِحَقّ (روَاه البُخَاريّ)
“Aku diperintah untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan (Ilâh) yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa saya adalah utusan Allah. Jika mereka melakukan itu maka terpelihara dariku darah-darah mereka dan harta-harta mereka kecuali karena hak”. ( HR al-Bukhari ).
Dalam hadits ini Rasulullah tidak membagi tauhid kepada tiga bagian, beliau tidak mengatakan bahwa seorang yang mengucapkan “Lâ Ilâha Illallâh” saja tidak cukup untuk dihukumi masuk Islam, tetapi juga harus mengucapkan “Lâ Rabba Illallâh”. Tetapi makna hadits ialah bahwa seseorang dengan hanya bersaksi dengan mengucapkan “Lâ Ilâha Illallâh”, dan bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah maka orang ini telah masuk dalam agama Islam. Hadits ini adalah hadits mutawatir dari Rasulullah, diriwayatkan oleh sejumlah orang dari kalangan sahabat, termasuk di antaranya oleh sepuluh orang sahabat yang telah medapat kabar gembira akan masuk ke surga. Dan hadits ini telah diriwayatkan oleh al-Imâm al-Bukhari dalam kitab Shahih-nya.
Tujuan kaum Musyabbihah membagi tauhid kepada tiga bagian ini adalah tidak lain hanya untuk mengkafirkan / memusyrikkan orang-orang Islam ahli tauhid yang melakukan tawassul dengan Nabi Muhammad, atau dengan seorang wali Allah dan orang-orang saleh. Mereka mengklaim bahwa seorang yang melakukan tawassul seperti itu tidak mentauhidkan Allah dari segi tauhid Uluhiyyah. Demikian pula ketika mereka membagi tauhid kepada tauhid al-Asma’ Wa ash-Shifat, tujuan mereka tidak lain hanya untuk mengkafirkan orang-orang yang melakukan takwil terhadap ayat-ayat Mutasyâbihât. Oleh karenanya, kaum Musyabbihah ini adalah kaum yang sangat kaku dan keras kepala dalam memegang teguh zhahir teks-teks Mutasyâbihât dan sangat “alergi” terhadap takwil. Bahkan mereka mengatakan: “al-Mu’aw-wil Mu’ath-thil”; artinya seorang yang melakukan takwil sama saja dengan mengingkari sifat-sifat Allah. Na’ûdzu Billâh.
Dengan hanya hadits shahih di atas, cukup bagi kita untuk menegaskan bahwa pembagian tauhid kepada tiga bagian di atas adalah bid’ah batil yang dikreasi oleh orang-orang yang mengaku memerangi bid’ah yang sebenarnya mereka sendiri ahli bid’ah. Bagaimana mereka tidak disebut sebagai ahli bid’ah, padahal mereka membuat ajaran tauhid yang sama sekali tidak pernah dikenal oleh orang-orang Islam?! Di mana logika mereka, ketika mereka mengatakan bahwa tauhid Uluhiyyah saja tidak cukup, tetapi juga harus dengan pengakuan tauhid Rububiyyah?! Bukankah ini berarti menyalahi hadits Rasulullah di atas?! Dalam hadits di atas sangat jelas memberikan pemahaman kepada kita bahwa seorang yang mengakui ”Lâ Ilâha Illallâh” ditambah dengan pengakuan kerasulan Nabi Muhammad maka cukup bagi orang tersebut untuk dihukumi sebagai orang Islam. Dan ajaran inilah yang telah dipraktekan oleh Rasulullah ketika beliau masih hidup.
Apa bila ada seorang kafir bersaksi dengan ”Lâ Ilâha Illallâh” dan ”Muhammad Rasûlullâh” maka oleh Rasulullah orang tersebut dihukumi sebagai seorang muslim yang beriman. Kemudian Rasulullah memerintahkan kepadanya untuk melaksanakan shalat sebelum memerintahkan kewajiban-kewajiban lainnya; sebagaimana hal ini diriwayatkan dalam sebuah hadits oleh al-Imâm al-Bayhaqi dalam Kitâb al-I’tiqâd. Sementara kaum Musyabbihah di atas membuat ajaran baru; mengatakan bahwa tauhid Uluhiyyah saja tidak cukup, ini sangat nyata telah menyalahi apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah. Mereka tidak paham bahwa ”Uluhiyyah” itu sama saja dengan ”Rububiyyah”, bahwa ”Ilâh” itu sama saja artinya dengan ”Rabb”.
Kemudian kita katakan pula kepada mereka; Di dalam banyak hadits diriwayatkan bahwa di antara pertanyaan dua Malaikat; Munkar dan Nakir yang ditugaskan untuk bertanya kepada ahli kubur adalah: ”Man Rabbuka?”. Tidak bertanya dengan ”Man Rabbuka?” lalu diikutkan dengan ”Man Ilahuka?”. Lalu seorang mukmin ketika menjawab pertanyaan dua Malaikat tersebut cukup dengan hanya berkata ”Allâh Rabbi”, tidak harus diikutkan dengan ”Allâh Ilâhi”. Malaikat Munkar dan Nakir tidak membantah jawaban orang mukmin tersebut dengan mengatakan: ”Kamu hanya mentauhidkan tauhid Rububiyyah saja, kamu tidak mentauhidkan tauhid Uluhiyyah !”. Inilah pemahaman yang dimaksud dalam hadits Nabi tentang pertanyaan dua Malaikat dan jawaban seorang mukmin dikuburnya kelak. Dengan demikian kata ”Rabb” sama saja dengan kata ”Ilâh”, demikian pula ” tauhid Uluhiyyah ” sama saja dengan ”tauhid Rubûbiyyah”.
Dalam kitab Mishbâh al-Anâm, pada pasal ke dua, karya al-Imâm Alawi ibn Ahmad al-Haddad, tertulis sebagai berikut:
”Tauhid Uluhiyyah masuk dalam pengertian tauhid Rububiyyah dengan dalil bahwa Allah telah mengambil janji (al-Mîtsâq) dari seluruh manusia anak cucu Adam dengan firman-Nya ”Alastu Bi Rabbikum?” Ayat ini tidak kemudian diikutkan dengan ”Alastu Bi Ilâhikum?” Artinya; Allah mencukupkannya dengan tauhid Rububiyyah, karena sesungguhya sudah secara otomatis bahwa seorang yang mengakui ”Rubûbiyyah” bagi Allah maka berarti ia juga mengakui ”Ulûhiyyah” bagi-Nya. Karena makna ”Rabb” itu sama dengan makna ”Ilâh”. Dan karena itu pula dalam hadits diriwayatkan bahwa dua Malaikat di kubur kelak akan bertanya dengan mengatakan ”Man Rabbuka?”, tidak kemudian ditambahkan dengan ”Man Ilâhuka?”. Dengan demikian sangat jelas bahwa makna tauhid Rubûbiyyah tercakup dalam makna tauhid Uluhiyyah.
Di antara yang sangat mengherankan dan sangat aneh adalah perkataan sebagian pendusta besar terhadap seorang ahli tauhid; yang bersaksi ”Lâ Ilâha Illallâh, Muhammad Rasulullah”, dan seorang mukmin muslim ahli kiblat, namun pendusta tersebut berkata kepadanya: ”Kamu tidak mengenal tahuid. Tauhid itu terbagi dua; tauhid Rububiyyah dan tauhid Uluhiyyah. Tauhid Rububiyyah adalah tauhid yang telah diakui oleh oleh orang-orang kafir dan orang-orang musyrik. Sementara tauhid Uluhiyyah adalah adalah tauhid murni yang diakui oleh orang-orang Islam. Tauhid Uluhiyyah inilah yang menjadikan dirimu masuk di dalam agama Islam. Adapun tauhid Rububiyyah saja tidak cukup”. Ini adalah perkataan orang sesat yang sangat aneh. Bagaimana ia mengatakan bahwa orang-orang kafir dan orang-orang musyrik sebagai ahli tauhid ?!
Jika benar mereka sebagai ahli tauhid tentunya mereka akan dikeluarkan dari neraka kelak, tidak akan menetap di sana selamanya, karena tidak ada seorangpun ahli tauhid yang akan menetap di daam neraka tersebut sebagaimana telah diriwayatkan dalam banyak hadits shahih. Adakah kalian pernah mendengar di dalam hadits atau dalam riwayat perjalanan hidup Rasulullah bahwa apa bila datang kepada beliau orang-orang kafir Arab yang hendak masuk Islam lalu Rasulullah merinci dan menjelaskan kepada mereka pembagian tauhid kepada tauhid Uluhiyyah dan tauhid Rububiyyah?! Dari mana mereka mendatangkan dusta dan bohong besar terhadap Allah dan Rasul-Nya ini?!
Padahal sesungguhnya seorang yang telah mentauhidkan ”Rabb” maka berarti ia telah mentauhidkan ”Ilâh”, dan seorang yang telah memusyrikkan ”Rabb” maka ia juga berarti telah memusyrikan ”Ilâh”. Bagi seluruh orang Islam sudah pasti berkeyakinan bahwa tidak ada yang berhak disembah oleh mereka kecuali ”Rabb” yang juga ”Ilâh” mereka. Maka ketika mereka berkata ”Lâ Ilâha Illallâh”; bahwa hanya Allah Rabb mereka yang berhak disembah; artinya mereka menafikan Uluhiyyah dari selain Rabb mereka, sebagaimana mereka menafikan Rubûbiyyah dari selain Ilâh mereka. Mereka menetapkan ke-Esa-an bagi Rabb yang juga Ilâh mereka pada Dzat-Nya, Sifat-sifat-Nya, dan pada segala perbuatan-Nya; artinya tidak ada keserupaan bagi-Nya secara mutlak dari berbagai segi”.
(Masalah): Para ahli bid’ah dari kaum Musyabbihah biasanya berkata: ”Sesungguhnya para Rasul diutus oleh Allah adalah untuk berdakwah kepada umatnya terhadap tauhid Uluhiyyah; yaitu agar mereka mengakui bahwa hanya Allah yang berhak disembah. Adapun tauhid Rububiyyah; yaitu keyakinan bahwa Allah adalah Tuhan seluruh alam ini, dan bahwa Allah adalah yang mengurus segala peristiwa yang terjadi pada alam ini, maka tauhid ini tidak disalahi oleh seorang-pun dari seluruh manusia, baik orang-orang musyrik maupun orang-orang kafir, dengan dalil firman Allah dalam QS. Luqman:
وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ لَيَقُولَنَّ اللهُ (لقمان: 25)
“Dan jika engkau bertanya kepada mereka siapakah yang menciptakan seluruh lapisan langit dan bumi? Maka mereka benar-benar akan menjawab: “Allah” (QS. Luqman: 25)
(Jawab): Perkataan mereka ini murni sebagai kebatilan belaka. Bagaimana mereka berkata bahwa seluruh orang-orang kafir dan orang-orang musyrik sama dengan orang-orang mukmin dalam tauhid Rububiyyah ?! Adapun pengertian ayat di atas bahwa orang-orang kafir mengakui Allah sebagai Pencipta langit dan bumi adalah pengakuan yang hanya di lidah saja, bukan artinya bahwa mereka sebagai orang-orang ahli tauhid; yang mengesakan Allah dan mengakui bahwa hanya Allah yang berhak disembah.
Terbukti bahwa mereka menyekutukan Allah, mengakui adanya tuhan yang berhak disembah kepada selain Allah. Mana logikanya jika orang-orang musyrik disebut sebagai ahli tauhid ?! Rasulullah tidak pernah berkata kepada seorang kafir yang hendak masuk Islam bahwa di dalam Islam terdapat dua tauhid; Tauhid Uluhiyyah dan Tauhid Rububiyyah ! Rasulullah tidak pernah berkata kepada seorang kafir yang hendak masuk Islam bahwa tidak cukup baginya untuk menjadi seorang muslim hanya bertauhid Rubûbiyyah saja, tapi juga harus ber- tauhid Uluhiyyah ! Oleh karena itu di dalam al-Qur’an Allah berfirman tentang perkataan Nabi Yusuf saat mengajak dua orang di dalam penjara untuk mentauhidkan Allah:
أَأَرْبَابٌ مُتَفَرّقُوْنَ خَيْرٌ أمِ اللهُ الْوَاحِدُ الْقَهّار (يوسف: 39
”Adakah rabb-rabb yang bermacam-macam tersebut lebih baik ataukah Allah (yang lebih baik) yang tidak ada sekutu bagi-Nya dan yang maha menguasai?!” (QS. Yusuf: 39).
Dalam ayat ini Nabi Yusuf menetapkan kepada mereka bahwa hanya Allah sebagai Rabb yang berhak disembah.
Perkataan kaum Musyabbihah dalam membagi tauhid kepada dua bagian, dan bahwa tauhid Uluhiyyah (Ilâh) adalah pengakuan hanya Allah saja yang berhak disembah adalah pembagian batil yang menyesatkan, karena tauhid Rububiyyah adalah juga pengakuan bahwa hanya Allah yang berhak disembah, sebagaimana yang dimaksud oleh ayat di atas. Dengan demikian Allah adalah Rabb yang berhak disembah, dan juga Allah adalah Ilâh yang berhak disembah. Kata “Rabb” dan kata “Ilâh” adalah kata yang memiliki kandungan makna yang sama sebagaimana telah dinyatakan oleh al-Imâm Abdullah ibn Alawi al-Haddad di atas.
Dalam majalah Nur al-Islâm, majalah ilmiah bulanan yang diterbitkan oleh para Masyâyikh al-Azhar asy-Syarif Cairo Mesir, terbitan tahun 1352 H, terdapat tulisan yang sangat baik dengan judul “Kritik atas pembagian tauhid kepada Tauhid Uluhiyyah dan Tauhid Rububiyyah” yang telah ditulis oleh asy-Syaikh al-Azhar al-‘Allamâh Yusuf ad-Dajwi al-Azhari (w 1365 H), sebagai berikut:
( ( “Sesungguhnya pembagian tauhid kepada tauhid Uluhiyyah dan Rububiyyah adalah pembagian yang tidak pernah dikenal oleh siapapun sebelum Ibn Taimiyah. Artinya, ini adalah bid’ah sesat yang telah ia munculkannya. Di samping perkara bid’ah, pembagian ini juga sangat tidak masuk akal; sebagaimana engkau akan lihat dalam tulisan ini. Dahulu, bila ada seseorang yang hendak masuk Islam, Rasulullah tidak mengatakan kepadanya bahwa tauhid ada dua macam. Rasulullah tidak pernah mengatakan bahwa engkau tidak menjadi muslim hingga bertauhid dengan tauhid Uluhiyyah (selain tauhid Rububiyyah), bahkan memberikan isyarat tentang pembagian tauhid ini, walau dengan hanya satu kata saja, sama sekali tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah. Demikian pula hal ini tidak pernah didengar dari pernyataan ulama Salaf; yang padahal kaum Musyabbihah sekarang yang membagi-bagi tauhid kepada tauhid Uluhiyyah dan tauhid Rububiyyah tersebut mengaku-aku sebagai pengikut ulama Salaf. Sama sekali pembagian tauhid ini tidak memiliki arti. Adapun firman Allah:
وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ لَيَقُولَنَّ اللهُ (لقمان: 25)
“Dan jika engkau bertanya kepada mereka siapakah yang menciptakan seluruh lapisan langit dan bumi? Maka mereka benar-benar akan menjawab: “Allah” (QS. Luqman: 25)
Ayat ini menceritakan perkataan orang-orang kafir yang mereka katakan hanya di dalam mulut saja, tidak keluar dari hati mereka. Mereka berkata demikian itu karena terdesak tidak memiliki jawaban apapun untuk membantah dalil-dalil kuat dan argumen-argumen yang sangat nyata (bahwa hanya Allah yang berhak disembah). Bahkan, apa yang mereka katakan tersebut (pengakuan ketuhanan Allah) ”secuil”-pun tidak ada di dalam hati mereka, dengan bukti bahwa pada saat yang sama mereka berkata dengan ucapan-ucapan yang menunjukan kedustaan mereka sendiri. Lihat, bukankah mereka menetapkan bahwa penciptaan manfaat dan bahaya bukan dari Allah?! Benar, mereka adalah orang-orang yang tidak mengenal Allah. Dari mulai perkara-perkara sepele hingga peristiwa-peristiwa besar mereka yakini bukan dari Allah, bagaimana mungkin mereka mentauhidkan-Nya?! Lihat misalkan firman Allah tentang orang-orang kafir yang berkata kepada Nabi Hud:
إِن نَّقُولُ إِلاَّ اعْتَرَاكَ بَعْضُ ءَالِهَتِنَا بِسُوءٍ (هود: 54)
”Kami katakan bahwa tidak lain engkau telah diberi keburukan atau dicelakakan oleh sebagian tuhan kami” (QS. Hud: 54).
Sementara Ibn Taimiyah berkata bahwa dalam keyakinan orang-orang musyrik tentang sesembahan-sesembahan mereka tersebut tidak memberikan manfaat dan bahaya sedikit-pun. Dari mana Ibn Taimiyah berkata semacam ini?! Bukankah ini berarti ia membangkang kepada apa yang telah difirmankah Allah?! Anda lihat lagi ayat lainnya dari firman Allah tentang perkataan-perkataan orang kafir tersebut:
وَجَعَلُوا للهِ مِمَّا ذَرَأَ مِنَ الْحَرْثِ وَاْلأَنْعَامِ نَصِيبًا فَقَالُوا هَذَا للهِ بِزَعْمِهِمْ وَهَذَا لِشُرَكَآئِنَا فَمَاكَانَ لِشُرَكَآئِهِمْ فَلاَيَصِلُ إِلَى اللهِ وَمَاكَانَ للهِ فَهُوَ يَصِلُ إِلَى شُرَكَآئِهِمْ (الأنعام: 136)
”Lalu mereka berkata sesuai dengan prasangka mereka: ”Ini untuk Allah dan ini untuk berhala-berhala kami”. Maka sajian-sajian yang diperuntukan bagi berhala-berhala mereka tidak sampai kepada Allah; dan saji-sajian yang diperuntukan bagi Allah maka sajian-sajian tersebut sampai kepada berhala mereka” (QS. al-An’am: 136).
Lihat, dalam ayat ini orang-orang musyrik tersebut mendahulukan sesembahan-sesembahan mereka atas Allah dalam perkara-perkara sepele.
Kemudian lihat lagi ayat lainnya tentang keyakinan orang-orang musyrik, Allah berkata kepada mereka:
و َمَانَرَى مَعَكُمْ شُفَعَآءَكُمُ الَّذِينَ زَعَمْتُمْ أَنَّهُمْ فِيكُمْ شُرَكَاؤُا (الأنعام: 94)
”Dan Kami tidak melihat bersama kalian para pemberi syafa’at bagi kalian (sesembahan/berhala) yang kamu anggap bahwa mereka itu sekutu-sekutu tuhan di antara kamu” (QS. al-An’am: 94).
Dalam ayat ini dengan sangat nyata bahwa orang-orang kafir tersebut berkeyakinan bahwa sesembahan-sesembahan mereka memberikan mafa’at kepada mereka. Itulah sebabnya mengapa mereka mengagung-agungkan berhala-berhala tersebut.
Lihat, apa yang dikatakan Abu Sufyan; ”dedengkot” orang-orang musyrik di saat perang Uhud, ia berteriak: ”U’lu Hubal” (maha agung Hubal), (Hubal adalah salah satu berhala terbesar mereka). Lalu Rasulullah menjawab teriakan Abu Sufyan: ”Allâh A’lâ Wa Ajall” (Allah lebih tinggi derajat-Nya dan lebih Maha Agung).
Anda pahami teks-teks ini semua maka anda akan paham sejauh mana kesesatan mereka yang membagi tauhid kepada dua bagian tersebut! Dan anda akan paham siapa sesungguhnya Ibn Taimiyah yang telah menyamakan antara orang-orang Islam ahli tauhid dengan orang-orang musyrik para penyembah berhala tersebut, yang menurutnya mereka semua sama dalam tauhid Rububiyyah !” ) ).
Sumber
[ Apakah Lulusan Matematika Bisa Bikin Kalender? Nggak Bisa, Itu Fakta. ]
Bangsa Indonesia saat ini tengah mengalami
krisis terhadap identitasnya sendiri. Kalau kondisi ini dibiarkan begitu
saja, Bangsa Indonesia tidak mustahil menyusul bangsa Kurdi atau bangsa Campa yang kini hanya menjadi suku kecil.
Perihal ini ditegaskan Wakil Ketua Lembaga Seni dan Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) H Agus Sunyoto dalam kegiatan kursus singkat bertajuk Tasawuf Sebagai Etika Sosial di Pesantren Al-Tsaqafah Jagakarsa, Jakarta Selatan, Kamis (19/12).
"Padahal dulu Bangsa Kurdi ialah bangsa besar yang menaklukkan Jerusalem. Sultan Shalahudin Al-Ayubi dari Kurdi. Sekarang Campa cuma jadi suku kecil di Vietnam dan Kamboja," kata Agus.
Tambah Agus, gaya hidup masyarakat Indonesia sudah mulai ada pergeseran seperti gaya rambut yang diberi warna, pakaian, aktivitas bahkan sampai pada makanan.
Anak-anak sekarang lebih bangga mengonsumsi makanan seperti piza, spaggeti, hotdog. Kalau generasi saya dulu makanan hanya getuk atau gatot, imbuh Agus.
Salah satu stasiun televisi pernah menayangkan acara Bugil, Bule Gila. Kita seolah tidak rela kalau ada orang bule dagang baso, tukang parkir. Kalau ada yang melakukan, kita menganggap mereka sebagai bule gila.
Jadi seolah-olah orang bule itu harusnya jadi manajer, kerjanya di kantor. Sementara bangsa kita lah yang menjadi tukang baso, pungkas Agus
--
Salah satu penyebab terancamnya kepunahan Bangsa Indonesia adalah karena sejak berdirinya di Nusantara, sekolah belum bisa membuat sebuah peradaban. Bahkan motif berdirinya sekolah sendiri adalah alat untuk memperkokoh penjajahan Belanda di nusantara.
“Sudah 113 tahun sekolah berdiri di Nusantara, kita tanya hasilnya apa? Hasilnya banyak. Orang bergelar insinyur, doktor, sarjana hukum, sarjana agama. Tetapi apa karya lulusan sekolah itu untuk Bangsa Indonesia? Faktanya nggak ada,” ungkap Agus Sunyoto dalam kursus singkat Tasawuf di Pesantren Ats-Tsaqafah, Jakarta, Kamis (19/12).
Menurut Agus, pendapat bahwa jika tidak ada sekolah, bangsa ini tidak bisa maju, sebuah doktrin yang perlu diuji kebenarannya. Karena, jauh sebelum ada sekolah, masyarakat Nusantara sudah berhasil membuat peradaban. Mereka mampu membuat candi, kalender, aksara-aksara, seperti aksara Jawa, Sunda, Bali, Sriwijaya, Bugis.
Apakah lulusan matematika bisa bikin kalender? Nggak bisa. Itu fakta. Dari sini saja sudah kelihatan. Padahal Abad 6 orang Indonesia mampu menciptakan aksara sendiri. sedangkan lulusan sekolah bisa tidak bikin aksara sendiri? Aksara anak sekolah itu aksara Belanda itu, ABCD, tambahnya.
Zaman kerajaan Kalingga yang hidup sezaman dengan Sahabat Usman Bin Affan pada tahun 648, mampu membuat hukum pidana dan perdata sekalipun hanya 174 pasal yang bernama Kalingga Dharma Sastra, kata Agus.
Lebih lanjut Agus Sunyoto menyatakan bahwa faktor produktivitas masyarakat Nusantara itu terletak pada aspek spiritual yang tercermin dalam ajaran Tantrayana dan Kapitayan. Penganut ajaran Tentrayana dan Kapitayan ini selanjutnya ditaklukkan Wali Songo dengan dunia spiritual.
Wali Songo mampu membuat peradaban baru di bidang politik, seni, budaya, sosial. Wali Songo terutama sekali berhasil menyebarkan agama Islam di pulau Jawa.
Di akhir orasi, Agus Sunyoto memberikan sebuah kesimpulan bahwa aspek spiritual ini sangat penting dalam membuat sebuah peradaban. Sementara lembaga yang mengembangkan spiritual adalah pesantren.
Terbukti dalam perjalanannya yang sangat panjang, pesantren mampu memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia. Pesantren berbeda dengan dengan sekolah yang tidak memercayai hal-hal gaib karena sekolah mengikuti paham positivisme Agus Comte yang menghendaki agar pengetahuan itu bisa dibuktikan dengan data dan fakta.
Sumber: (Bangsa Indonesia di Tapal Batas Kepunahan 1 & 2)
Perihal ini ditegaskan Wakil Ketua Lembaga Seni dan Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) H Agus Sunyoto dalam kegiatan kursus singkat bertajuk Tasawuf Sebagai Etika Sosial di Pesantren Al-Tsaqafah Jagakarsa, Jakarta Selatan, Kamis (19/12).
"Padahal dulu Bangsa Kurdi ialah bangsa besar yang menaklukkan Jerusalem. Sultan Shalahudin Al-Ayubi dari Kurdi. Sekarang Campa cuma jadi suku kecil di Vietnam dan Kamboja," kata Agus.
Tambah Agus, gaya hidup masyarakat Indonesia sudah mulai ada pergeseran seperti gaya rambut yang diberi warna, pakaian, aktivitas bahkan sampai pada makanan.
Anak-anak sekarang lebih bangga mengonsumsi makanan seperti piza, spaggeti, hotdog. Kalau generasi saya dulu makanan hanya getuk atau gatot, imbuh Agus.
Salah satu stasiun televisi pernah menayangkan acara Bugil, Bule Gila. Kita seolah tidak rela kalau ada orang bule dagang baso, tukang parkir. Kalau ada yang melakukan, kita menganggap mereka sebagai bule gila.
Jadi seolah-olah orang bule itu harusnya jadi manajer, kerjanya di kantor. Sementara bangsa kita lah yang menjadi tukang baso, pungkas Agus
--
Salah satu penyebab terancamnya kepunahan Bangsa Indonesia adalah karena sejak berdirinya di Nusantara, sekolah belum bisa membuat sebuah peradaban. Bahkan motif berdirinya sekolah sendiri adalah alat untuk memperkokoh penjajahan Belanda di nusantara.
“Sudah 113 tahun sekolah berdiri di Nusantara, kita tanya hasilnya apa? Hasilnya banyak. Orang bergelar insinyur, doktor, sarjana hukum, sarjana agama. Tetapi apa karya lulusan sekolah itu untuk Bangsa Indonesia? Faktanya nggak ada,” ungkap Agus Sunyoto dalam kursus singkat Tasawuf di Pesantren Ats-Tsaqafah, Jakarta, Kamis (19/12).
Menurut Agus, pendapat bahwa jika tidak ada sekolah, bangsa ini tidak bisa maju, sebuah doktrin yang perlu diuji kebenarannya. Karena, jauh sebelum ada sekolah, masyarakat Nusantara sudah berhasil membuat peradaban. Mereka mampu membuat candi, kalender, aksara-aksara, seperti aksara Jawa, Sunda, Bali, Sriwijaya, Bugis.
Apakah lulusan matematika bisa bikin kalender? Nggak bisa. Itu fakta. Dari sini saja sudah kelihatan. Padahal Abad 6 orang Indonesia mampu menciptakan aksara sendiri. sedangkan lulusan sekolah bisa tidak bikin aksara sendiri? Aksara anak sekolah itu aksara Belanda itu, ABCD, tambahnya.
Zaman kerajaan Kalingga yang hidup sezaman dengan Sahabat Usman Bin Affan pada tahun 648, mampu membuat hukum pidana dan perdata sekalipun hanya 174 pasal yang bernama Kalingga Dharma Sastra, kata Agus.
Lebih lanjut Agus Sunyoto menyatakan bahwa faktor produktivitas masyarakat Nusantara itu terletak pada aspek spiritual yang tercermin dalam ajaran Tantrayana dan Kapitayan. Penganut ajaran Tentrayana dan Kapitayan ini selanjutnya ditaklukkan Wali Songo dengan dunia spiritual.
Wali Songo mampu membuat peradaban baru di bidang politik, seni, budaya, sosial. Wali Songo terutama sekali berhasil menyebarkan agama Islam di pulau Jawa.
Di akhir orasi, Agus Sunyoto memberikan sebuah kesimpulan bahwa aspek spiritual ini sangat penting dalam membuat sebuah peradaban. Sementara lembaga yang mengembangkan spiritual adalah pesantren.
Terbukti dalam perjalanannya yang sangat panjang, pesantren mampu memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia. Pesantren berbeda dengan dengan sekolah yang tidak memercayai hal-hal gaib karena sekolah mengikuti paham positivisme Agus Comte yang menghendaki agar pengetahuan itu bisa dibuktikan dengan data dan fakta.
Sumber: (Bangsa Indonesia di Tapal Batas Kepunahan 1 & 2)
MARS NAHDLATUL ULAMA
NAHDLATUL ULAMA MEMANGGIL KITA
BERJUANG T’RUS MENDAMPINGI BANGSA
SEMANGAT MENEGAKKAN PANJI ISLAM
AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH
MENJAGA NILAI-NILAI LUHUR YANG ADA
BHINNEKA TUNGGAL IKA
MENCIPTA, MENGEMBANGKAN BUDAYA BANGSA
INDONESIA..
BERSAMA UMAT, BERSAMA RAKYAT
MEMBANGUN NUSA DAN BANGSA
CINTA DI DADA, WUJUDKAN NYATA
MEWARISI CINTA ULAMA
المحافظة على القديم الصالح
والأخذ بالجديد الأصلح
(والإيجاد / والإبداء بالجديد الأصلح)
Youtube
BERJUANG T’RUS MENDAMPINGI BANGSA
SEMANGAT MENEGAKKAN PANJI ISLAM
AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH
MENJAGA NILAI-NILAI LUHUR YANG ADA
BHINNEKA TUNGGAL IKA
MENCIPTA, MENGEMBANGKAN BUDAYA BANGSA
INDONESIA..
BERSAMA UMAT, BERSAMA RAKYAT
MEMBANGUN NUSA DAN BANGSA
CINTA DI DADA, WUJUDKAN NYATA
MEWARISI CINTA ULAMA
المحافظة على القديم الصالح
والأخذ بالجديد الأصلح
(والإيجاد / والإبداء بالجديد الأصلح)
Youtube
[ Propaganda "Kembalilah kepada Al-Qur'an dan Sunnah" ]
Kenapa harus ber-Mazhab? Kenapa ndak ke Rasulullah langsung?
----------------------------------
Pertanyaan yang menarik, jd gini..
kenapa kita harus bermazhab? Mengapa kita tidak kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah saja?
Kalimat "Mengapa kita tidak kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah saja?"
seakan-akan menghakimi bahwa orang yang bermazhab itu tidak kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah.
Penggunaan kalimat "Mengapa kita tidak kembali kepada Al-Qur'an dan sunnah saja?" menyebabkan sebagian orang memandang remeh ijtad dan keilmuan para ulama' terdahulu ygg sangat dikenal kesalehan dan keluasan ilmunya.
Dengan menggunakan kalimat "Mengapa kita tidak kembali kepada AL-Qur'an dan sunnah saja?"sekelompok orang sebenarnya sedang berusaha mengajak pendengar dan pembaca tulisanya untuk mengikuti cara berfikirnya, metodenya dalam memahami AlQur'an dan Sunnah, serta mengangap bahwa dirinyalah yang paling benar, karena ia telah berpegang kepada AlQur'an dan Sunnah, Bukan fatwa atau pendapat para ulama. Tentu hal semacam ini tentunya sangat berbahaya.
Sebenarnya sungguh sangat aneh jika seseorang menyatakan agar kita tidak bermazhab dan seharusnya kembali Al-Qur'an dan Sunnah. Mengapa aneh, coba perhatikan, apakah dengan mengikuti suatu mazhab berati tidak mengikuti Al-Qur'an dan sunnah? Mazhab mana yang tidak kembali kepada Al-Qur'an dan sunnah? Justru para pemuka mazhab tersebut adalah orang-orang yang sangat paham tentang Al-Qur'an dan Sunnah, coba dicek, hasil ijtihad yang mana dalam suatu mazzhab, yang tidak kembali kepada Al-Qur'an dan Hadist?
Ternyata semua hasil ijtihad keempat mazhab yang populer di dalam islam semuanya sumber kepada Al-Qur'an dan Hadist. Artinya dengan bermazdhab kita justru sedang kembali kepada Al-Qur'an dan Hadist dengan cara yang benar, yaitu mengikuti ulama yang dikenal keluasan ilmu dan kesalehanya.
Akhir-akhir ini memang muncul sekelompok orang yang sangat fanatik dengan golonganya dan secara sistematis berupaya mengajak umat islam meningalkan madzhab.
Mereka sering kali berkata,"Kembalilah kepada AlQur'an dan Sunnah".
Ajakan ini sepintas tampak benar, akan tetapi sangat berbahaya, karena secara tidak langsung mereka menggunakan kalimat (propaganda) di atas untuk menjauhkan umat dari meyakini pendapat para ulama terdahulu yang telah mumpuni. Mereka memaksakan agar kita semua hanya mengikuti gurunya.
Kemudian perhatikan lebih cermat lagi, apakah mereka yang menyatakan kemballi AlQur'an dan sunnah beber-bener kembali AlQur'an dan Sunnah? tidak bukan, mereka ternyata menyampaikan pendapat guru-gurunya, Artinya, mereka sendiri sedang membuat mazhab baru sesuai pemikiran guru-gurunya.
Coba bayangkan, andai saja setiap orang kembali kepada Alqur'an dan Sunnah secara langsung, tanpa bertanya kepada pakarnya, apa yang akan terjadi? Yang terjadi adalah setiap orang akan menafsirkan AlQur'an dan sunnah menurut akal sendiri, jalan pikiranya sendiri, sehingga akan sangat berbahaya.
Oleh karena itu, kita harus bermazhab, agar kita tidak salah memahami AlQuran dan Sunnah. Kita sadar, tingkat keilmuan para pakar yang ada dimasa ini tidak dapat disamakan dengan para ulama terdahulu, begitu pula tingkat ibadah dan kesalehanya.
Lalu bagaimana kita menyikapinya?
[Dikutip dari sumber dialog keagaamaan]
----------------------------------
Pertanyaan yang menarik, jd gini..
kenapa kita harus bermazhab? Mengapa kita tidak kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah saja?
Kalimat "Mengapa kita tidak kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah saja?"
seakan-akan menghakimi bahwa orang yang bermazhab itu tidak kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah.
Penggunaan kalimat "Mengapa kita tidak kembali kepada Al-Qur'an dan sunnah saja?" menyebabkan sebagian orang memandang remeh ijtad dan keilmuan para ulama' terdahulu ygg sangat dikenal kesalehan dan keluasan ilmunya.
Dengan menggunakan kalimat "Mengapa kita tidak kembali kepada AL-Qur'an dan sunnah saja?"sekelompok orang sebenarnya sedang berusaha mengajak pendengar dan pembaca tulisanya untuk mengikuti cara berfikirnya, metodenya dalam memahami AlQur'an dan Sunnah, serta mengangap bahwa dirinyalah yang paling benar, karena ia telah berpegang kepada AlQur'an dan Sunnah, Bukan fatwa atau pendapat para ulama. Tentu hal semacam ini tentunya sangat berbahaya.
Sebenarnya sungguh sangat aneh jika seseorang menyatakan agar kita tidak bermazhab dan seharusnya kembali Al-Qur'an dan Sunnah. Mengapa aneh, coba perhatikan, apakah dengan mengikuti suatu mazhab berati tidak mengikuti Al-Qur'an dan sunnah? Mazhab mana yang tidak kembali kepada Al-Qur'an dan sunnah? Justru para pemuka mazhab tersebut adalah orang-orang yang sangat paham tentang Al-Qur'an dan Sunnah, coba dicek, hasil ijtihad yang mana dalam suatu mazzhab, yang tidak kembali kepada Al-Qur'an dan Hadist?
Ternyata semua hasil ijtihad keempat mazhab yang populer di dalam islam semuanya sumber kepada Al-Qur'an dan Hadist. Artinya dengan bermazdhab kita justru sedang kembali kepada Al-Qur'an dan Hadist dengan cara yang benar, yaitu mengikuti ulama yang dikenal keluasan ilmu dan kesalehanya.
Akhir-akhir ini memang muncul sekelompok orang yang sangat fanatik dengan golonganya dan secara sistematis berupaya mengajak umat islam meningalkan madzhab.
Mereka sering kali berkata,"Kembalilah kepada AlQur'an dan Sunnah".
Ajakan ini sepintas tampak benar, akan tetapi sangat berbahaya, karena secara tidak langsung mereka menggunakan kalimat (propaganda) di atas untuk menjauhkan umat dari meyakini pendapat para ulama terdahulu yang telah mumpuni. Mereka memaksakan agar kita semua hanya mengikuti gurunya.
Kemudian perhatikan lebih cermat lagi, apakah mereka yang menyatakan kemballi AlQur'an dan sunnah beber-bener kembali AlQur'an dan Sunnah? tidak bukan, mereka ternyata menyampaikan pendapat guru-gurunya, Artinya, mereka sendiri sedang membuat mazhab baru sesuai pemikiran guru-gurunya.
Coba bayangkan, andai saja setiap orang kembali kepada Alqur'an dan Sunnah secara langsung, tanpa bertanya kepada pakarnya, apa yang akan terjadi? Yang terjadi adalah setiap orang akan menafsirkan AlQur'an dan sunnah menurut akal sendiri, jalan pikiranya sendiri, sehingga akan sangat berbahaya.
Oleh karena itu, kita harus bermazhab, agar kita tidak salah memahami AlQuran dan Sunnah. Kita sadar, tingkat keilmuan para pakar yang ada dimasa ini tidak dapat disamakan dengan para ulama terdahulu, begitu pula tingkat ibadah dan kesalehanya.
Lalu bagaimana kita menyikapinya?
[Dikutip dari sumber dialog keagaamaan]
Toleransi, Tenggangrasa dan Ucapan Selamat Natal
(Syariah)
Tidak ada seorangpun di dunia ini yang dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusia selalu memerlukan orang lain guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebab itulah manusia dijuluki sebagai makhluk sosial. Demikian padatnya kebutuhan manusia sehingga persinggungan diantara mereka tidak mungkin terelakkan. Bahkan di dunia yang semakin mengglobal ini, persinggungan itu telah menembus batas. Batas ruang, waktu, budaya, agama dan juga ideologi.
Persinggungan ini harus dikelola dengan baik, agar tidak berubah menjadi gesekan yang akan menghanguskan harmonisme kehidupan. Untuk menjaga ritem ini diperlukan sebuah konsep saling mengerti, yang dalam bahasa kita dikenal dengan teposeliro atau tenggangrasa. Yaitu sikap saling menghormati dan saling menghargai perasaan orang lain. Karena hanya dengan sikap inilah keselarasan hidup bersama orang lain akan tetap terseleggara. Apalagi jika mengingat keberadaan negara Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, ras, agama dan juga bahasa. Maka memiliki sikap tenggangrasa menjadi sebuah kewajiban bagi saiapapun yang hidup di Indonesia.
Bagi umat Islam sendiri perbedaan ini bukanlah sebuah masalah. Karena memang demikianlah Allah swt menciptakan kehidupan di dunia ini, sebagaimana firmannya dalam al-Hujarat ayat 13
Memang mengelola perbedaan bukanlah hal yang mudah, hanya muslim yang berkwalitas iman dan taqwanya yang dititipi oleh Allah swt kemampuan menjaga keseimbangan ini. Karena sejatinya perbedaan itu merupakan kasunyatan yang sengaja dihadirkan Allah swt sebagai cobaan bagi umat muslim. Sebagaimana diandaikan Allah sendiri dalam surat al-Maidah 48.
Ayat di atas merupakan sebuah petunjuk bagi umat muslim, bahwasannya persamaan dan kesatuan hanyalah sekedar pengandaian adapaun kenyataannya sesungguhnya adalah perbedaan, dan sekaligus Allah swt menjadikan yang nyata itu sebagai ‘soal’ ujian bagi manusia. Karena Allah swt mengetahui bahwa manusia tidak akan mampu menjawab soal ujian yang bersifat pengandaian seperti di atas. Dengan kata lain manusia tidak akan mampu bertahan hidup jika Allah swt menciptakan manusia dalam satu macam saja.
Dalam rangka mempermudah manusia menemukan jawaban dari soal ujian tentang perbedaan ujian ini, Allah swt perintahkan Rasulullah saw turun ke bumi untuk mengajar umatnya. Sayangnya persinggungan Rasulullah saw dengan pemeluk agama lain (yahudi dan nasrani) tidak tergambar dengan komplit dalam hadits-haditsnya kecuali sangat sedikit sekali. Diantaranya adalah hadits riwayat Abu Hurairah;
Melalui hadits di atas Rasulullah saw mengajarkan kepada umatnya bagaimana cara memperlakukan pemeluk agama lain ketika berpapasan di tengah jalan. Demikian pula seharusnya ajaran ini diqiyaskan secara aplikatif dalam kehidupan sehari-hari. Hendaknya seorang muslim tetap menyediakan ‘ruang sosial’ untuk menghormati mereka, tetapi ruang itu harus lebih sempit adanya dibandingkan dengan ruang sosial yang kita sediakan sesama muslim. Hal ini sebagai bukti keteguhan hati dalam beragama Islam.
Ruang itupun harus jelas batasannya. Imam Nawawi dalam Tafsir Munir menjelaskan bahwa penghormatan itu hanya boleh dilakukan dalam batas urusan duniawi (sosial saja) tidak menyinggung soal aqidah. Itupun harus disertai dengan keyakinan bahwa hanya Islamlah agama yang paling haq, adapun yang lain adalah bathil. Jikalau penghormatan itu terlalu berlebihan hingga melahirkan rasa simpati kepada agama lain, maka hal itu dilarang. Karena dapat menyebabkan kekufuran.
قَوْلُهُ (تَحْرُمُ مَوَدَّةُ الْكَافِرِ) أَيْ الْمَحَبَّةُ وَالْمَيْلُ بِالْقَلْبِ وَأَمَّا الْمُخَالَطَةُ الظَّاهِرِيَّةُ فَمَكْرُوهَةٌ ... الخ أما معاشرتهم لدفع ضرر يحصل منهم أو جلب نفع فلاحرمة فيه ا هـ
Pembahasan mengenai hubungan dengan agama lain menjadi sangat kontekstual ketika musim natal dan tahun baru tiba. Apalagi kalau tidak soal hukum mengucapkan natal dan tahun baru kepada pemeluk agama lain?
Beranjak dari keterangan teks di atas, memang tidak ada satupun kata yang menunjuk pada ucapan selamat natal ataupun tahun baru. Mungkin saja tradisi semacam itu tidak terdapat dalam kehidupan penulis pada zaman dan dilingkungannya. Akan tetapi teks tersebut bisa menjadi sumber simpulan melarang mengupkan selamat natal dan tahun baru kepada pemeluk agama lain, kecuali hanya sebagai basa-basi saja. Bukan diniatkan sebagai do’a apalagi sebagai rasa simpati dengan aqidahnya.
Demikialah tradisi saling berucap selamat ini dilakukan oleh umat bergama di Indonesia. Mereka saling mengucap selamat di hari raya dan tahun baru sebagai mujamalah dhahriyah (basa-basi saja) tanpa ada rasa dalam hati. Ini merupakan salah satu nilai yang terkandung dalam konsep tenggangrasa. Yaitu saling menjaga perasaan antara satu dan lainnya yang diejawantahkan dalam bentuk basa-basi dan kesopanan. Ini sangatlah penting karena ‘yang lain’ itu pada dasarnya adalah bagian dari keluarga besar Indonseia juga. Tenggangrasa tidak pernah meganggap yang lain adalah benar-benar orang lain. Tenggangrasa melihat perbedaan sebagaimana adik-kakak yang berbeda pendirian, berbeda selera dan keinginan tetapi mereka adalah satu keluarga. Sesuai dengan firman Allah swt
Hal ini sungguh berbeda dengan konsep toleransi yang memandang orang lain adalah benar-benar orang lain, bukan bagian dari keluarga. Sehingga harus dihormati dan diberi kesempatan selayaknya menghormati seorang tamu bukan saudara. Diantaranya dengan membiarkan (tolere) apapun yang mereka lakukan meskipun itu berbeda dengan kita. Terasa sekali adanya unsur ‘agak memaksa’ dalam memberikan penghormatan menurut konsep toleransi. Dalam toleransi tersirat adanya kepentingan dalam ‘menghormati’ orang lain, penghormatan yang tidak lahir dari tulusnya hati tapi karena seuatu hadirnya sesutau yang lain.
Sesungguhnya jika diangan lebih dalam berbagai masalah yang timbul seputar wacana hubungan antar pemeluk agama (mulai dari ucapan selamat natal, valentine day, tahun baru, dll) itu muncul berbarengan dengan munculnya konsep toleransi itu sendiri. Walhasil apakah kita masih ingin melanjutkan keterjebakan kita dalam goa toleransi yang selalu menghadirkan permasalahan? Atau menggeser diri keluar dari kegelapan goa toleransi dan kembali pada terang tenggangrasa? (Red. Ulil H)
Sumber
Tidak ada seorangpun di dunia ini yang dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusia selalu memerlukan orang lain guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebab itulah manusia dijuluki sebagai makhluk sosial. Demikian padatnya kebutuhan manusia sehingga persinggungan diantara mereka tidak mungkin terelakkan. Bahkan di dunia yang semakin mengglobal ini, persinggungan itu telah menembus batas. Batas ruang, waktu, budaya, agama dan juga ideologi.
Persinggungan ini harus dikelola dengan baik, agar tidak berubah menjadi gesekan yang akan menghanguskan harmonisme kehidupan. Untuk menjaga ritem ini diperlukan sebuah konsep saling mengerti, yang dalam bahasa kita dikenal dengan teposeliro atau tenggangrasa. Yaitu sikap saling menghormati dan saling menghargai perasaan orang lain. Karena hanya dengan sikap inilah keselarasan hidup bersama orang lain akan tetap terseleggara. Apalagi jika mengingat keberadaan negara Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, ras, agama dan juga bahasa. Maka memiliki sikap tenggangrasa menjadi sebuah kewajiban bagi saiapapun yang hidup di Indonesia.
Bagi umat Islam sendiri perbedaan ini bukanlah sebuah masalah. Karena memang demikianlah Allah swt menciptakan kehidupan di dunia ini, sebagaimana firmannya dalam al-Hujarat ayat 13
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal… Memang mengelola perbedaan bukanlah hal yang mudah, hanya muslim yang berkwalitas iman dan taqwanya yang dititipi oleh Allah swt kemampuan menjaga keseimbangan ini. Karena sejatinya perbedaan itu merupakan kasunyatan yang sengaja dihadirkan Allah swt sebagai cobaan bagi umat muslim. Sebagaimana diandaikan Allah sendiri dalam surat al-Maidah 48.
وَلَوْ شَاءَ
اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَٰكِن لِّيَبْلُوَكُمْ فِي مَا
آتَاكُمْ ۖ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ ۚ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ
جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
Seandainya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan satu umat
(saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya
kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada
Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa
yang telah kamu perselisihkan itu,Ayat di atas merupakan sebuah petunjuk bagi umat muslim, bahwasannya persamaan dan kesatuan hanyalah sekedar pengandaian adapaun kenyataannya sesungguhnya adalah perbedaan, dan sekaligus Allah swt menjadikan yang nyata itu sebagai ‘soal’ ujian bagi manusia. Karena Allah swt mengetahui bahwa manusia tidak akan mampu menjawab soal ujian yang bersifat pengandaian seperti di atas. Dengan kata lain manusia tidak akan mampu bertahan hidup jika Allah swt menciptakan manusia dalam satu macam saja.
Dalam rangka mempermudah manusia menemukan jawaban dari soal ujian tentang perbedaan ujian ini, Allah swt perintahkan Rasulullah saw turun ke bumi untuk mengajar umatnya. Sayangnya persinggungan Rasulullah saw dengan pemeluk agama lain (yahudi dan nasrani) tidak tergambar dengan komplit dalam hadits-haditsnya kecuali sangat sedikit sekali. Diantaranya adalah hadits riwayat Abu Hurairah;
عَنْ أَبِى
هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ r قَالَ لاَ تَبْدَءُوا الْيَهُودَ وَلاَ
النَّصَارَى بِالسَّلاَمِ فَإِذَا لَقِيتُمْ أَحَدَهُمْ فِى طَرِيقٍ
فَاضْطَرُّوهُ إِلَى أَضْيَقِهِ
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Janganlah kamu memulai salam kepada orang Yahudi dan Nasrani, dan bila kamu berjumpa dengan mereka di jalan maka desaklah mereka ke tempat yang lebih sempit.” (HR. Muslim)Melalui hadits di atas Rasulullah saw mengajarkan kepada umatnya bagaimana cara memperlakukan pemeluk agama lain ketika berpapasan di tengah jalan. Demikian pula seharusnya ajaran ini diqiyaskan secara aplikatif dalam kehidupan sehari-hari. Hendaknya seorang muslim tetap menyediakan ‘ruang sosial’ untuk menghormati mereka, tetapi ruang itu harus lebih sempit adanya dibandingkan dengan ruang sosial yang kita sediakan sesama muslim. Hal ini sebagai bukti keteguhan hati dalam beragama Islam.
Ruang itupun harus jelas batasannya. Imam Nawawi dalam Tafsir Munir menjelaskan bahwa penghormatan itu hanya boleh dilakukan dalam batas urusan duniawi (sosial saja) tidak menyinggung soal aqidah. Itupun harus disertai dengan keyakinan bahwa hanya Islamlah agama yang paling haq, adapun yang lain adalah bathil. Jikalau penghormatan itu terlalu berlebihan hingga melahirkan rasa simpati kepada agama lain, maka hal itu dilarang. Karena dapat menyebabkan kekufuran.
واعلم أن كون المؤمن
مواليا للكافر يحتمل ثلاثة اوجوه احدها ان يكون راضيا بكفره ويتولاه لأجله
وهذا ممنوع لان الرضى بالكفر كفر. وثانيها المعاشرة الجميلة فى الدنيا
بحسب الظاهر وذلك غير ممنوع. وثالثها الركون الى الكفر والمعونة والنصرة
اما بسبب القرابة اوبسبب المحبة مع اعتقاد ان دينه باطل فهذا لا يوجب الكفر
الا انه منهى عنه لان الموالة هذا المعنى قد تجره الى استحسان طريقه
والرضى بدينه وذلك يخرجه عن الاسلام
Demikian pula pendapat Imam ar-Razi yang termaktub dalam tafsirnya
Mafathul Ghaib. Meski demikian keterangan dalam Hasyiyah al-Bujairami
alal Khatib memberikan pengecualian bahwa berhubungan dengan pemeluk
agama lain sangat dianjurkan apabila dirasa mampu memberikan maslahah
secara syar’i atau dapat menghindarkan diri dari bahayaقَوْلُهُ (تَحْرُمُ مَوَدَّةُ الْكَافِرِ) أَيْ الْمَحَبَّةُ وَالْمَيْلُ بِالْقَلْبِ وَأَمَّا الْمُخَالَطَةُ الظَّاهِرِيَّةُ فَمَكْرُوهَةٌ ... الخ أما معاشرتهم لدفع ضرر يحصل منهم أو جلب نفع فلاحرمة فيه ا هـ
Pembahasan mengenai hubungan dengan agama lain menjadi sangat kontekstual ketika musim natal dan tahun baru tiba. Apalagi kalau tidak soal hukum mengucapkan natal dan tahun baru kepada pemeluk agama lain?
Beranjak dari keterangan teks di atas, memang tidak ada satupun kata yang menunjuk pada ucapan selamat natal ataupun tahun baru. Mungkin saja tradisi semacam itu tidak terdapat dalam kehidupan penulis pada zaman dan dilingkungannya. Akan tetapi teks tersebut bisa menjadi sumber simpulan melarang mengupkan selamat natal dan tahun baru kepada pemeluk agama lain, kecuali hanya sebagai basa-basi saja. Bukan diniatkan sebagai do’a apalagi sebagai rasa simpati dengan aqidahnya.
Demikialah tradisi saling berucap selamat ini dilakukan oleh umat bergama di Indonesia. Mereka saling mengucap selamat di hari raya dan tahun baru sebagai mujamalah dhahriyah (basa-basi saja) tanpa ada rasa dalam hati. Ini merupakan salah satu nilai yang terkandung dalam konsep tenggangrasa. Yaitu saling menjaga perasaan antara satu dan lainnya yang diejawantahkan dalam bentuk basa-basi dan kesopanan. Ini sangatlah penting karena ‘yang lain’ itu pada dasarnya adalah bagian dari keluarga besar Indonseia juga. Tenggangrasa tidak pernah meganggap yang lain adalah benar-benar orang lain. Tenggangrasa melihat perbedaan sebagaimana adik-kakak yang berbeda pendirian, berbeda selera dan keinginan tetapi mereka adalah satu keluarga. Sesuai dengan firman Allah swt
كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً
فَبَعَثَ اللَّهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ وَأَنْزَلَ
مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا
اخْتَلَفُوا فِيهِ وَمَا اخْتَلَفَ فِيهِ إِلَّا الَّذِينَ أُوتُوهُ مِنْ
بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ
Manusia itu adalah umat yang satu.
(setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi, sebagai
pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang
benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang
mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan
orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang
kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata,Hal ini sungguh berbeda dengan konsep toleransi yang memandang orang lain adalah benar-benar orang lain, bukan bagian dari keluarga. Sehingga harus dihormati dan diberi kesempatan selayaknya menghormati seorang tamu bukan saudara. Diantaranya dengan membiarkan (tolere) apapun yang mereka lakukan meskipun itu berbeda dengan kita. Terasa sekali adanya unsur ‘agak memaksa’ dalam memberikan penghormatan menurut konsep toleransi. Dalam toleransi tersirat adanya kepentingan dalam ‘menghormati’ orang lain, penghormatan yang tidak lahir dari tulusnya hati tapi karena seuatu hadirnya sesutau yang lain.
Sesungguhnya jika diangan lebih dalam berbagai masalah yang timbul seputar wacana hubungan antar pemeluk agama (mulai dari ucapan selamat natal, valentine day, tahun baru, dll) itu muncul berbarengan dengan munculnya konsep toleransi itu sendiri. Walhasil apakah kita masih ingin melanjutkan keterjebakan kita dalam goa toleransi yang selalu menghadirkan permasalahan? Atau menggeser diri keluar dari kegelapan goa toleransi dan kembali pada terang tenggangrasa? (Red. Ulil H)
Sumber
Wednesday, December 18, 2013
Mufti Besar Australia dan Ukraina Ingatkan Bahaya Aliran Sesat yang Mengancam Umat Islam
Mufti
Besar Australia, Dr Sheikh Salim Alwan Al-Husainyyi dan Mufti Besar
Ukraina, Dr Sheikh Akhmed Tamim mengungkapkan umat Islam saat ini tengah
menghadapi ancaman terbesar dari golongan pembawa akidah menyimpang
(sesat). Gerakan ini diyakini telah masuk ke institusi-institusi
pendidikan setingkat perguruan tinggi yang bertujuan meracuni pikiran generasi muda dengan ajaran-ajaran menyesatkan.
“Hendaknya kita berpegang teguh pada ajaran yang sudah diajarkan ulama-ulama terdahulu dan jangan mudah menerima ajaran baru yang menyesatkan. Terutama bagi mereka yang tengah belajar di universitas karena ajaran sesat ini masuk melalui institusi pendidikan seperti universitas,” kata Sheikh Salim Alwan Al-Husainyyi pada Seminar Internasional yang diselenggarakan Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) di Asrama Haji, Banda Aceh, Sabtu (30/11/2013).
Seminar yang diikuit sekitar 700 peserta ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Musyawarah Besar (Mubes) Huda ke-2, 29 November-1 Desember 2013.
Sheikh Salim menyebutkan, golongan atau kelompok pembawa akidah menyesatkan ini terus mendakwahkan ajarannya dengan membentuk image negatif ajaran Islam yang sesungguhnya. Menurut Sheikh Salim, bagi umat Islam saat ini diserukan agar terus memperkuat akidah ahlusunnah wal jama’ah serta menjaganya dari segala hal yang merusak eksistensi mazhab ini. Menurutnya, akidah ahlusunnah wal jama’ah yang benar adalah yang berpegang pada Imam Asy’ari dan Abu Mansur Almaturidi.
Meski tidak menyebutkan secara khusus di Aceh, namun merujuk pada fakta beberapa tahun terakhir menunjukkan Aceh menjadi salah satu wilayah yang disasar kelompok berpaham aliran sesat. Sheikh Salim menyebutkan umat Islam saat ini harus waspada dengan gerakan kelompok tersebut yang bertujuan meracuni pikiran generasi muda. Beberapa di antara paham itu, kata Sheikh Salim, adalah; paham yang membenci Nabi Muhammad SAW, meyakini Allah menyatu dengan alam, menyerupai Allah sebagai mahkluk, paham yang mengkafirkan seluruh umat Islam karena tidak menjalankan hukum Islam dan beberapa lainnya. Syeikh Salim menyebutkan semua paham-paham ini bertentangan dengan Alquran dan sunnah Rasullullah.
Maka, Sheikh Salim menyerukan kepada seluruh umat Islam di Aceh untuk memperteguh akidah sebagai benteng untuk membendung aliran dan paham menyesatkan itu masuk dalam pikiran umat Islam. Tidak hanya itu, kata Sheikh Salim, para ulama, institusi pendidikan dayah, pesantren, sekolah, masjid dan universitas hingga muazzin di masjid-masjid berkewajiban menyerukan agar umat Islam berakidah dengan akidah ahlusunnah wal jama’ah.
“Banyak kelompok berpaham sesat berkorban untuk mendakwahkan ajaran mereka. Lalu siapa yang akan mendakwahkan akidah ahlusunnah wal jama’ah? Menegakkan kalimat tauhid ‘Laa ilaaha illallah?’ Umat Islam, ulama-ulama, institusi pendidikan dan pemerintah berkewajiban membantu,” ujar Syeikh Salim yang juga Ketua Majelis Ulama Australia.
Pandangan yang hampir senada juga dikemukakan Mufti Besar Ukraina, Dr Sheikh Akhmed Tamim. Menurutnya, sampai saat ini umat Islam, terutama di Eropa tengah dirongrong ke dalam pengaruh kelompok berpaham menyimpang dengan golongan Islam moderat yang bermazhab ahlusunnah wal jama’ah.
Sheikh Akhmed menjelaskan, citra Islam di Eropa kerap digambarkan buruk karena diprovokasi oleh para orientalis. Kondisi ini juga diperparah oleh minimnya guru dan da’i di sana sehingga akidah menyesatkan dan serangan para orientalis yang memperburuk citra Islam menjadi semakin kuat. Banyaknya buku yang dibaca oleh umat Islam yang ditulis oleh kelompok berpaham liberal dan ekstrem juga semakin memperburuk citra Islam di Eropa.
Sheikh Akhmed juga menyerukan umat Islam harus bersatu memperkuat barisan di tengah gencarnya kelompok berpaham menyesatkan mendakwahkan ajaran mereka di tengah-tengah umat Islam.
“Umat Islam harus bersatu. Jangan berpecah belah. Setiap kita harus berkorban, tidak perlu dengan harta tapi persatuan yang kokoh, itu jauh lebih baik,” ujar Syaikh Akhmed yang telah memulai dakwahnya di Ukraina sejak tahun 90-an.
Dalam Musyawarah Besar (Mubes) ke-2 Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) dihasilkan keputusan bahwa Syekh H. Hasanoel Bashry (Abu MUDI) akan mengisi jabatan selaku ketua umum yang baru menggantikan almarhum Abu Panton. Bersama dengan terpilihnya Abu, Tu Bulqaini yang dulu dikenal sebagai ketua Rabithah Thaliban dan merupakan alumni dari Dayah MUDI diangkat sebagai Sekjen HUDA.
Sumber
“Hendaknya kita berpegang teguh pada ajaran yang sudah diajarkan ulama-ulama terdahulu dan jangan mudah menerima ajaran baru yang menyesatkan. Terutama bagi mereka yang tengah belajar di universitas karena ajaran sesat ini masuk melalui institusi pendidikan seperti universitas,” kata Sheikh Salim Alwan Al-Husainyyi pada Seminar Internasional yang diselenggarakan Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) di Asrama Haji, Banda Aceh, Sabtu (30/11/2013).
Seminar yang diikuit sekitar 700 peserta ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Musyawarah Besar (Mubes) Huda ke-2, 29 November-1 Desember 2013.
Sheikh Salim menyebutkan, golongan atau kelompok pembawa akidah menyesatkan ini terus mendakwahkan ajarannya dengan membentuk image negatif ajaran Islam yang sesungguhnya. Menurut Sheikh Salim, bagi umat Islam saat ini diserukan agar terus memperkuat akidah ahlusunnah wal jama’ah serta menjaganya dari segala hal yang merusak eksistensi mazhab ini. Menurutnya, akidah ahlusunnah wal jama’ah yang benar adalah yang berpegang pada Imam Asy’ari dan Abu Mansur Almaturidi.
Meski tidak menyebutkan secara khusus di Aceh, namun merujuk pada fakta beberapa tahun terakhir menunjukkan Aceh menjadi salah satu wilayah yang disasar kelompok berpaham aliran sesat. Sheikh Salim menyebutkan umat Islam saat ini harus waspada dengan gerakan kelompok tersebut yang bertujuan meracuni pikiran generasi muda. Beberapa di antara paham itu, kata Sheikh Salim, adalah; paham yang membenci Nabi Muhammad SAW, meyakini Allah menyatu dengan alam, menyerupai Allah sebagai mahkluk, paham yang mengkafirkan seluruh umat Islam karena tidak menjalankan hukum Islam dan beberapa lainnya. Syeikh Salim menyebutkan semua paham-paham ini bertentangan dengan Alquran dan sunnah Rasullullah.
Maka, Sheikh Salim menyerukan kepada seluruh umat Islam di Aceh untuk memperteguh akidah sebagai benteng untuk membendung aliran dan paham menyesatkan itu masuk dalam pikiran umat Islam. Tidak hanya itu, kata Sheikh Salim, para ulama, institusi pendidikan dayah, pesantren, sekolah, masjid dan universitas hingga muazzin di masjid-masjid berkewajiban menyerukan agar umat Islam berakidah dengan akidah ahlusunnah wal jama’ah.
“Banyak kelompok berpaham sesat berkorban untuk mendakwahkan ajaran mereka. Lalu siapa yang akan mendakwahkan akidah ahlusunnah wal jama’ah? Menegakkan kalimat tauhid ‘Laa ilaaha illallah?’ Umat Islam, ulama-ulama, institusi pendidikan dan pemerintah berkewajiban membantu,” ujar Syeikh Salim yang juga Ketua Majelis Ulama Australia.
Pandangan yang hampir senada juga dikemukakan Mufti Besar Ukraina, Dr Sheikh Akhmed Tamim. Menurutnya, sampai saat ini umat Islam, terutama di Eropa tengah dirongrong ke dalam pengaruh kelompok berpaham menyimpang dengan golongan Islam moderat yang bermazhab ahlusunnah wal jama’ah.
Sheikh Akhmed menjelaskan, citra Islam di Eropa kerap digambarkan buruk karena diprovokasi oleh para orientalis. Kondisi ini juga diperparah oleh minimnya guru dan da’i di sana sehingga akidah menyesatkan dan serangan para orientalis yang memperburuk citra Islam menjadi semakin kuat. Banyaknya buku yang dibaca oleh umat Islam yang ditulis oleh kelompok berpaham liberal dan ekstrem juga semakin memperburuk citra Islam di Eropa.
Sheikh Akhmed juga menyerukan umat Islam harus bersatu memperkuat barisan di tengah gencarnya kelompok berpaham menyesatkan mendakwahkan ajaran mereka di tengah-tengah umat Islam.
“Umat Islam harus bersatu. Jangan berpecah belah. Setiap kita harus berkorban, tidak perlu dengan harta tapi persatuan yang kokoh, itu jauh lebih baik,” ujar Syaikh Akhmed yang telah memulai dakwahnya di Ukraina sejak tahun 90-an.
Dalam Musyawarah Besar (Mubes) ke-2 Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) dihasilkan keputusan bahwa Syekh H. Hasanoel Bashry (Abu MUDI) akan mengisi jabatan selaku ketua umum yang baru menggantikan almarhum Abu Panton. Bersama dengan terpilihnya Abu, Tu Bulqaini yang dulu dikenal sebagai ketua Rabithah Thaliban dan merupakan alumni dari Dayah MUDI diangkat sebagai Sekjen HUDA.
Sumber
[ Keseimbangan Antara Ikhtiar dan Pasrah ]
Usaha dalam segala untuk mendapat sebuah hasil
itu wajib. Ikhtiar merupakan upaya bebas untuk mencari jalan yang
terbaik. Tetapi hasil dari usaha itu sendiri merupakan sebuah keputusan Allah secara mutlak. Perihal ini penting kiranya untuk diperhatikan.
Pertama, segala bentuk ikhtiar harus diniatkan semata karena menjalankan syariat. Kedua, hasil dari segala bentuk upaya mesti diserahkan hanya kepada Allah. Allah pasti memberikan yang layak bagi usaha hamba-Nya.
Kewajiban ikhtiar dan kepasrahan hati kepada Allah merupakan titik keseimbangan antara kemampuan dan keterbatasan manusia. Ajaran ahlussunah ini menempatkan manusia dalam kodratnya. Manusia didorong untuk memaksimalkan kemampuan pada dirinya di satu segi. Di lain segi, manusia juga dipaksa menyadari keterbatasan dirinya.
Dengan demikian, ia menjadi optimis dalam kehidupan. Di lain sisi, ia juga tidak menyombongkan diri atas segala kemampuannya. Dari situ, ia telah menjalankan kewajiban ikhtiar tanpa mengesampingkan kehadiran Allah dalam dirinya.
Karenanya, seorang hamba perlu menyandarkan kepasrahan dirinya kepada Allah SWT semata. Ia tidak boleh berharap dan takut kepada siapapun selain Allah SWT. Dalam kitab Fahtul Majid, Syekh Nawawi Banten mengutip cerita pelajaran dari Nabi Musa As.
Suatu hari, kata Syekh Nawawi, Nabi Musa As mengadukan derita sakit giginya kepada Allah. Lalu Allah memerintahkan untuk mengambil beberapa helai rumput di suatu tempat.
“Letakkan rumput itu pada gigimu yang nyeri,” kata Allah.
Seketika sakit giginya reda.
Setelah beberapa waktu berlalu, sakit giginya kembali kambuh. Tanpa mengadu kepada-Nya, Nabi Musa menuju padang rumput yang pernah didatangi beberapa masa silam. Lalu ia mengobati giginya dengan rumput seperti praktik yang pernah dilakukannya. Bukannya sembuh, sakit giginya semakin menjadi.
فقال إلهى ألست أمرتنى بهذا ودللتنى عليه فقال تعالى أنا الشافى وأنا المعافى وأنا الضار وأنا النافع قصدتنى فى المرة الأولى فأزلت مرضك والآن قصدت الحشيشة وما قصدتنى
“Nabi Musa As lalu bermunajat, ‘Tuhanku, bukankah Kau memerintahkanku dan menunjukkanku untuk ini?’ Lalu Allah Swt menjawab, ‘Akulah penyembuh. Akulah pemberi kebaikan. Akulah yang mendatangkan mudlarat. Aku pula yang mendatangkan kemaslahatan. Pada sakitmu yang pertama, kau mendatangi-Ku. Karenanya, Kusembuhkan penyakitmu. Tetapi kali ini, kau langsung mendatangi rumput itu, bukan mendatangi-Ku.’” Wallahu A’lam.
Penulis: Alhafiz Kurniawan
sumber: nu.or.id
Pertama, segala bentuk ikhtiar harus diniatkan semata karena menjalankan syariat. Kedua, hasil dari segala bentuk upaya mesti diserahkan hanya kepada Allah. Allah pasti memberikan yang layak bagi usaha hamba-Nya.
Kewajiban ikhtiar dan kepasrahan hati kepada Allah merupakan titik keseimbangan antara kemampuan dan keterbatasan manusia. Ajaran ahlussunah ini menempatkan manusia dalam kodratnya. Manusia didorong untuk memaksimalkan kemampuan pada dirinya di satu segi. Di lain segi, manusia juga dipaksa menyadari keterbatasan dirinya.
Dengan demikian, ia menjadi optimis dalam kehidupan. Di lain sisi, ia juga tidak menyombongkan diri atas segala kemampuannya. Dari situ, ia telah menjalankan kewajiban ikhtiar tanpa mengesampingkan kehadiran Allah dalam dirinya.
Karenanya, seorang hamba perlu menyandarkan kepasrahan dirinya kepada Allah SWT semata. Ia tidak boleh berharap dan takut kepada siapapun selain Allah SWT. Dalam kitab Fahtul Majid, Syekh Nawawi Banten mengutip cerita pelajaran dari Nabi Musa As.
Suatu hari, kata Syekh Nawawi, Nabi Musa As mengadukan derita sakit giginya kepada Allah. Lalu Allah memerintahkan untuk mengambil beberapa helai rumput di suatu tempat.
“Letakkan rumput itu pada gigimu yang nyeri,” kata Allah.
Seketika sakit giginya reda.
Setelah beberapa waktu berlalu, sakit giginya kembali kambuh. Tanpa mengadu kepada-Nya, Nabi Musa menuju padang rumput yang pernah didatangi beberapa masa silam. Lalu ia mengobati giginya dengan rumput seperti praktik yang pernah dilakukannya. Bukannya sembuh, sakit giginya semakin menjadi.
فقال إلهى ألست أمرتنى بهذا ودللتنى عليه فقال تعالى أنا الشافى وأنا المعافى وأنا الضار وأنا النافع قصدتنى فى المرة الأولى فأزلت مرضك والآن قصدت الحشيشة وما قصدتنى
“Nabi Musa As lalu bermunajat, ‘Tuhanku, bukankah Kau memerintahkanku dan menunjukkanku untuk ini?’ Lalu Allah Swt menjawab, ‘Akulah penyembuh. Akulah pemberi kebaikan. Akulah yang mendatangkan mudlarat. Aku pula yang mendatangkan kemaslahatan. Pada sakitmu yang pertama, kau mendatangi-Ku. Karenanya, Kusembuhkan penyakitmu. Tetapi kali ini, kau langsung mendatangi rumput itu, bukan mendatangi-Ku.’” Wallahu A’lam.
Penulis: Alhafiz Kurniawan
sumber: nu.or.id
[ AIR ITU SEBENERNYA HARAM UNTUK DIJUAL ]
--------------
Sebenarnya tidak gampang sama sekali untuk menentukan halal atau haram.
Anda ke Hongkong, San Fransisco, atau ke kota-kota
"yang bukan kota islam" meskipun ada label HALAL di sebuah barang atau restoran yg tidak ada materi haramnya, tapi masih ada kasus/konteks halal-haram yang dilapisan lain..
Misal,
saya paketkan barang ke rumah anda meskipun yg labelnya jelas halal, tapi barangnya itu saya proses dari mencuri di supermarket. Ini menjadi halal apa haram? Sebenernya masalah ini tidak gampang-gampang amat, harus dilihat seluruh sisi-sisi konteksnya.
Anda minum air dari kemasan botol dan itu pasti halal. Tetapi itu kan masih ada masalah:
Ini Perusahaan apa yg bikin?
Modalnya dari mana? dari uang korupsi atau tidak? kalo modalnya dari korupsi, kolusi, KKN lah itu produknya halal atau tidak..
Itupun kalo mau dicari lagi untuk bilang sesuatu bener-bener halal itu sangat sukar.
Misalnya, lho kok air dijual? air ini milik negara, itu berarti milik Tuhan
Air itu harus gratis.
Air ini bukan produk manusia, bukan bikinan manusia, tapi bikinan Tuhan langsung dan kita meminumnya langsung.
Mestinya negara mengatur sedemikian rupa sehingga gratis untuk rakyat.
Jadi haram hukumnya menjual air.
Kalo diterusin lagi pake Filsafat Agama dan Teologi lho ya, ini tidak mengatakan pendapat saya begitu..
Kalo diterusin, minyak juga harus gratis dong..
gila apa emang lu bisa bikin minyak?
lu kan bisanya ngambil di bumi trus diolah jadi premix, premium dsb..
Kalo ente sekarang jual tanah, air pun ente jual, kemudian minyakpun ente jual...
tanah juga bukan jadi tanah Tuhan..
lama lama udara kita beli ini..
dimana nanti kita untuk menghirup udara yg sehat kita harus beli...
Ini kalo dicari-cari halal atau haram bisa sampe sejauh itu..
Saya tidak sedang menyuruh anda bingung...
Saya hanya ingin menggoda bahwa,
anak-anak kita besok itu akan mengalami masalah yg sedikit lebih 'crusial' atau 'complicated' dibanding kita sekarang.
Jadi mari kita sering-sering berdiskusi..
dan rilek-rilek dan ketawa-ketawa untuk
menertawakan kekonyolan-kekonyolan kita sendiri..
(Emha Ainun Najib)
[ Yang Baik Kita Ambil, Yang Jelek Selalu Kita Lempar Ke Orang Lain ]
Kita ini sedang disuruh makan makanan yg sesungguhnya tidak kita mengerti betul
Misalnya, hak asasi,
misalnya, apa ya..ya macem-macem lah..
Hak itu kalo bhs.inggrisnya “Human Rights”
dalam bahasa Indonesia kita sebut “Hak”
itu bukan kata asli Indonesia, itu kita ambil dr bahasa Al-Qur’an “Al-Haqqu”.
Haqq itu artinya bukan seperti Hak dalam bahasa Indonesia, Haqq itu artinya “Yang Benar”.
Kalo yang benar itu harus memberi ya memberi, kalo yang benar harus menerima ya menerima.
Artinya, keniscayaan..
Nah, sekarang “Human Rights” ini,
bukannya saya tdk setuju, saya setuju perjuangan untuk hak-hak kemanusiaan. Cuman, tolong jangan diputus-hubungannya dengan akar sejarahnya manusia itu sendiri.
Karna kalo diliat akarnya, manusia itu ndak punya hak apa-apa.
Apa hak anda atas mata anda?
Sedangkan anda maupun orangtua anda tidak pernah bisa menciptakan mata anda.
Hidung, tangan, kaki, dll..
Yang berhak adalah Yang Menciptakan dan Yang Memiliki.
Sementara tidak ada satu helai rambutpun yg pernah mampu kita ciptakan dan memilikinya
Jadi sesungguhnya,
Kalo mau ngomong hak-hak itu ya “Hak Pinjaman” lah..
Makanya kapitalisme dan sosialisme bertengkarnya disitu, sehingga ada liberalism dan seterusnya..
Di dalam islam itu tengah-tengahnya,
“Itu hakmu, dalam batas tertentu. Itu bukan hakmu dalam batas yg lain”
Katakanlah,
Tangan kita ini, ya kita diberi hak pakai..
Tapi, Tuhan bisa kapan aja mau ngambil
Terserah kalo besok stroke, ya diambil..
Jadi,
Kalo ngomong hak, menurut saya,
Pakailah (Hak Asasi) ketika engkau melihat orang lain
Tapi,
Ketika engkau melihat dirimu sendiri, jangan katakan hak asasimu.
Katakan (Hak Kewajiban Asasi) mu.
Karena harus seimbang antara hakmu dan wajibmu.
Nah, sering kali kan gitu mas..
Kalo kita ngeliat diri kita, kita inget Hak.
Kalo ngeliat orang lain, kita inget Kewajiban.
Kalo orang lain disuruh-suruh..
Kalo kita dibebas-bebaskan..
Tapi emang manusia tuh begitu sukanya..
Kalo baca Qur’an ada,
‘kafiruun..!’ itu mesti orang lain itu.
‘musyrikun..!’ itu anak sana itu musyrikun.
Ehh..apa lagi,
‘fasikun..!’ nah kalo itu politisi-politisi.
Kalo,
‘muslimun..’ nah itu Saya.
‘mukminuun..’ nah itu Saya, keluarga Saya.
Jadi yang baik-baik selalu kita ambil,
yang jelek-jelek selalu kita lempar kepada orang lain.
Saya tidak bisa membuktikan ini,
Karena buktinya bisa terjadi kalo anda melakukannya..
Terima kasih.
(Emha Ainun Najib)
Misalnya, hak asasi,
misalnya, apa ya..ya macem-macem lah..
Hak itu kalo bhs.inggrisnya “Human Rights”
dalam bahasa Indonesia kita sebut “Hak”
itu bukan kata asli Indonesia, itu kita ambil dr bahasa Al-Qur’an “Al-Haqqu”.
Haqq itu artinya bukan seperti Hak dalam bahasa Indonesia, Haqq itu artinya “Yang Benar”.
Kalo yang benar itu harus memberi ya memberi, kalo yang benar harus menerima ya menerima.
Artinya, keniscayaan..
Nah, sekarang “Human Rights” ini,
bukannya saya tdk setuju, saya setuju perjuangan untuk hak-hak kemanusiaan. Cuman, tolong jangan diputus-hubungannya dengan akar sejarahnya manusia itu sendiri.
Karna kalo diliat akarnya, manusia itu ndak punya hak apa-apa.
Apa hak anda atas mata anda?
Sedangkan anda maupun orangtua anda tidak pernah bisa menciptakan mata anda.
Hidung, tangan, kaki, dll..
Yang berhak adalah Yang Menciptakan dan Yang Memiliki.
Sementara tidak ada satu helai rambutpun yg pernah mampu kita ciptakan dan memilikinya
Jadi sesungguhnya,
Kalo mau ngomong hak-hak itu ya “Hak Pinjaman” lah..
Makanya kapitalisme dan sosialisme bertengkarnya disitu, sehingga ada liberalism dan seterusnya..
Di dalam islam itu tengah-tengahnya,
“Itu hakmu, dalam batas tertentu. Itu bukan hakmu dalam batas yg lain”
Katakanlah,
Tangan kita ini, ya kita diberi hak pakai..
Tapi, Tuhan bisa kapan aja mau ngambil
Terserah kalo besok stroke, ya diambil..
Jadi,
Kalo ngomong hak, menurut saya,
Pakailah (Hak Asasi) ketika engkau melihat orang lain
Tapi,
Ketika engkau melihat dirimu sendiri, jangan katakan hak asasimu.
Katakan (Hak Kewajiban Asasi) mu.
Karena harus seimbang antara hakmu dan wajibmu.
Nah, sering kali kan gitu mas..
Kalo kita ngeliat diri kita, kita inget Hak.
Kalo ngeliat orang lain, kita inget Kewajiban.
Kalo orang lain disuruh-suruh..
Kalo kita dibebas-bebaskan..
Tapi emang manusia tuh begitu sukanya..
Kalo baca Qur’an ada,
‘kafiruun..!’ itu mesti orang lain itu.
‘musyrikun..!’ itu anak sana itu musyrikun.
Ehh..apa lagi,
‘fasikun..!’ nah kalo itu politisi-politisi.
Kalo,
‘muslimun..’ nah itu Saya.
‘mukminuun..’ nah itu Saya, keluarga Saya.
Jadi yang baik-baik selalu kita ambil,
yang jelek-jelek selalu kita lempar kepada orang lain.
Saya tidak bisa membuktikan ini,
Karena buktinya bisa terjadi kalo anda melakukannya..
Terima kasih.
(Emha Ainun Najib)
[ Mars Nahdlatul Ulama ]
Nahdlatul ulama memanggil kita
Berjuang t'rus mendampingi bangsa
Semangat menegakkan panji islam
Ahlussunnah wal jama'ah..
Menjaga nilai-nilai luhur yang ada
Bhinneka Tunggal Ika
Mencipta, mengembangkan budaya bangsa
Indonesia...
Bersama umat, bersama rakyat
Membangun nusa dan bangsa
Cinta di dada, wujudkankan nyata
Mewarisi cinta ulama
al-muhafazhohtu 'alal qodiimi shaliih wal akhdzubil jadiidil ashlaah..
Nahdlatul ulama memanggil kita
Berjuang t'rus mendampingi bangsa
Semangat menegakkan panji islam
Ahlussunnah wal jama'ah..
Menjaga nilai-nilai luhur yang ada
Bhinneka Tunggal Ika
Mencipta, mengembangkan budaya bangsa
Indonesia...
Bersama umat, bersama rakyat
Membangun nusa dan bangsa
Cinta di dada, wujudkankan nyata
Mewarisi cinta ulama
al-muhafazhohtu 'alal qodiimi shaliih wal akhdzubil jadiidil ashlaah..
[ Presiden Nggak Punya Kerjaan ]
-----------------------------------------
Januari tahun 2000, Presiden Gus Dur bertemu Presiden Bill Clinton. Tentu saja momen tersebut banyak diliput pers. Koran-koran Amerika memuat foto Gus Dur bersama Bill Clinton, dan pose Clinton terlihat tertawa terbahak sampai kepalanya mendongak.
“Mengapa Clinton terpingkal-pingkal begitu?”
“Barangkali tentang joke saya tentang Presiden John Kennedy,” kata Gus Dur.
“Begini ceritanya, suatu hari presiden Kennedy mengajak serombongan wartawan ke ruang kerjanya. Di salah satu dindingnya ada sebuah lubang kecil tempat Presiden pendahulunya, Dwight Eisenhower, menaruh peralatan golfnya.
"Ini lho, perpustakaannya Eisenhower," kata Kennedy. Clinton terpingkal mendengarkan cerita Gus Dur itu.
“Clinton tanya penasaran kepada saya, ‘dari mana Gus mendapatkan cerita itu?’”
"Saya baca di buku Ted Sorrensen," jawab Gus Dur.
***
Sekembalinya ke Indonesia, Gus Dur bercerita mengenai hal itu kepada Jaya Suprana dan spontan ia bertanya, "Lho jadi Presiden Clinton sendiri tidak tahu cerita itu Gus?”
"Ya mungkin nggak tahu, sebab dia nggak baca buku. Mana mungkin Presiden Amerika baca buku? Kalau dia baca buku berarti kelihatan dia nggak punya kerjaan. Nah, kalau Presiden Indonesia, justru harus baca buku dan nulis buku sebab nggak ada kerjaan," kata Gus Dur. (Ahmad Rosidi)
sumber: nu.or.id
[Indonesia Akan Kehilangan Jati Jika Arabisasi Tidak Dibendung]
Ketika Arabisasi
menghancurkan harga diri
dan identitas bangsa
Aceh sudah menggunakan UU
Syariah dgn demikian artinya
Aceh tidak menggunakan UUD 1945 lagi.
bagaimanakah apabila
ideologi ini tidak dibendung
sehingga bertambah luas dan
pada akhirnya menjadi UU di
NKRI???
mari kita lihat nasib Mesir dan
Irak
Mesir
tanah dari para Firaun yang
perkasa, dimana keunggulan
kekaisaran mereka
menjangkau masa 3000
tahun. Tanah indah, penuh sains, seni, budaya dan
tingkah laku para dewa ini
berubah dan menukik tajam
hingga hampir menyentuh
titik nadirnya ketika Islam
mengambil alih. Tidak ada orang Mesir asli lagi. Mereka
semua berubah menjadi orang
Arab..
sekarang kita lihat
Mesir,seperti apakah Mesir
sekarang?,NOL besar,tidak ada
kebanggaan sama sekali
menjadi orang Mesir,Mesir = Arab
Irak (Persia)
Kerajaan megah mereka
berlangsung berpuluh2 abad
lamanya.
negara yg amat ditakuti dan
disegani dimasa lampau,serta negara yg merupakan pusat
kebudayaan saat itu
Begitu besar kerajaan mereka
hingga tidak ada yang
menyamainya dalam ukuran
sampai Inggris muncul dalam kancah internasional 3000
tahun kemudian. Sumbangan
mereka bagi perkembangan
hukum di Romawi,
kebudayaan Yunani dan
tradisi2 di Asia tidak dapat dihitung. Mereka
menghasilkan pemimpin2
spiritual seperti Zaratushtra
yang kebijakannya sampai
mempengaruhi agama2 besar
seperti Yudaisme dan Kristen.
Tapi begitu Islam menaklukan
dan menjajah Persia,Mereka
seakan menjadi seorang Arab
dan melupakan semua
Ikatannya yang
terdahulu,mereka memerangi dan menhina budaya mereka
sendiri,mereka malah
memerangi dan
membumihanguskan sendiri
kebudayaan Mereka yg sangat
beradab itu dan digantikan semua oleh budaya Arab
semua identitas dan budaya
Persia hilang semua tanpa
bekas sama sekali,karya
penyair2 ternama Iran yang
telah banyak menyumbang keindahan bagi tradisi2 Asia
maupun Eropa semuanya
tidak berbekas,hanya budaya
Arablah yg mencirikan Irak
sekarang.
Penaklukan Alexander Great
maupun Julius Caesar
terhadap Persia saja tidak
pernah sampai
membumihanguskan
kemajuan peradaban dari Persia itu sendiri.
sekarang kalau Anda
membayangkan Irak,seperti
apa gambaran dari Irak
sekarang selain Islam dan
Arab?,apakah anda
membayangkan Identitas asli mereka yg adalah sebuah
bangsa yang sangat besar dan
sangat tinggi dan kaya
peradabannya seperti Cina.
Marilah kita lihat
perkembangan perang pada
masa kini,disaat Amerika
menang perang dunia II dan
menaklukan Jepang,apa
semua orang Jepang harus meninggalkan budaya aslinya
yg sangat positiv lantas
mengikuti Budaya dan
kepercayaan Amerika semua
dgn makan Burger setiap hari
lalu semuanya harus Beragama Kristen?
atau Afghanistan yg sekarang
sedang di Agresi pun tidak
pernah ada paksaan untuk
menjadi Kristen.
Marilah kita Bangsa Indonesia
harus hati2 dengan Isu2 yg
berkembang sekarang ini
budaya kita itu sangat luas
dan beragam, dan tidak untuk
dijadikan seragam dengan budaya Arab..
menghancurkan harga diri
dan identitas bangsa
Aceh sudah menggunakan UU
Syariah dgn demikian artinya
Aceh tidak menggunakan UUD 1945 lagi.
bagaimanakah apabila
ideologi ini tidak dibendung
sehingga bertambah luas dan
pada akhirnya menjadi UU di
NKRI???
mari kita lihat nasib Mesir dan
Irak
Mesir
tanah dari para Firaun yang
perkasa, dimana keunggulan
kekaisaran mereka
menjangkau masa 3000
tahun. Tanah indah, penuh sains, seni, budaya dan
tingkah laku para dewa ini
berubah dan menukik tajam
hingga hampir menyentuh
titik nadirnya ketika Islam
mengambil alih. Tidak ada orang Mesir asli lagi. Mereka
semua berubah menjadi orang
Arab..
sekarang kita lihat
Mesir,seperti apakah Mesir
sekarang?,NOL besar,tidak ada
kebanggaan sama sekali
menjadi orang Mesir,Mesir = Arab
Irak (Persia)
Kerajaan megah mereka
berlangsung berpuluh2 abad
lamanya.
negara yg amat ditakuti dan
disegani dimasa lampau,serta negara yg merupakan pusat
kebudayaan saat itu
Begitu besar kerajaan mereka
hingga tidak ada yang
menyamainya dalam ukuran
sampai Inggris muncul dalam kancah internasional 3000
tahun kemudian. Sumbangan
mereka bagi perkembangan
hukum di Romawi,
kebudayaan Yunani dan
tradisi2 di Asia tidak dapat dihitung. Mereka
menghasilkan pemimpin2
spiritual seperti Zaratushtra
yang kebijakannya sampai
mempengaruhi agama2 besar
seperti Yudaisme dan Kristen.
Tapi begitu Islam menaklukan
dan menjajah Persia,Mereka
seakan menjadi seorang Arab
dan melupakan semua
Ikatannya yang
terdahulu,mereka memerangi dan menhina budaya mereka
sendiri,mereka malah
memerangi dan
membumihanguskan sendiri
kebudayaan Mereka yg sangat
beradab itu dan digantikan semua oleh budaya Arab
semua identitas dan budaya
Persia hilang semua tanpa
bekas sama sekali,karya
penyair2 ternama Iran yang
telah banyak menyumbang keindahan bagi tradisi2 Asia
maupun Eropa semuanya
tidak berbekas,hanya budaya
Arablah yg mencirikan Irak
sekarang.
Penaklukan Alexander Great
maupun Julius Caesar
terhadap Persia saja tidak
pernah sampai
membumihanguskan
kemajuan peradaban dari Persia itu sendiri.
sekarang kalau Anda
membayangkan Irak,seperti
apa gambaran dari Irak
sekarang selain Islam dan
Arab?,apakah anda
membayangkan Identitas asli mereka yg adalah sebuah
bangsa yang sangat besar dan
sangat tinggi dan kaya
peradabannya seperti Cina.
Marilah kita lihat
perkembangan perang pada
masa kini,disaat Amerika
menang perang dunia II dan
menaklukan Jepang,apa
semua orang Jepang harus meninggalkan budaya aslinya
yg sangat positiv lantas
mengikuti Budaya dan
kepercayaan Amerika semua
dgn makan Burger setiap hari
lalu semuanya harus Beragama Kristen?
atau Afghanistan yg sekarang
sedang di Agresi pun tidak
pernah ada paksaan untuk
menjadi Kristen.
Marilah kita Bangsa Indonesia
harus hati2 dengan Isu2 yg
berkembang sekarang ini
budaya kita itu sangat luas
dan beragam, dan tidak untuk
dijadikan seragam dengan budaya Arab..
[ Kerakusan Umat Nabi Isa ]
Suatu hari Nabi Isa berjalan dengan seorang sahabatnya yang baru ia
kenal. Keduanya menelusuri tepi sungai dan membawa tiga kerat roti.
Untuk Nabi Isa sekerat roti, sekerat lagi untuk sahabat barunya
sedangkan tersisa sekerat yang lain.
Setelah makan Nabi Isa pergi ke sungai untuk minum. Sekembalinya dari sungai, Nabi Isa mendapati roti yang sekerat lagi sudah tidak ada. Ketika beliau bertanya kepada sahabatnya, sang sahabat mengaku tidak tahu. Keduanya pun kembali melanjutkan perjalanan.
Sesampai di sebuah hutan, keduanya duduk untuk beristirahat. Nabi Isa mengambil tanah dan kerikil, kemudian beliau berkata: "Jadilah emas dengan izin Allah." Tiba-tiba kerikil itu pun berubah menjadi emas.
Kemudian Nabi Isa membagi emas tersebut menjadi tiga bagian. "Untukku sepertiga, dan kamu sepertiga, sedang sepertiga ini untuk orang yang mengambil roti."
Spontan sahabat itu menjawab, "Akulah yang mengambil roti itu." Nabi Isa kemudian berkata, "Ambillah dua bagian ini untukmu." Dan keduanya pun berpisah.
Dalam perjalanan, sahabat nabi Isa dihadang oleh dua orang perampok yang ingin akan membunuhnya. Sahabat Nabi Isa menawarkan, untuk membagi emas yang dibawanya menjadi tiga asalkan ia tidak dibunuh. Kedua perampok pun setuju.
Salah seorang perampok menyuruh rekannya pergi ke pasar untuk berbelanja makanan. Ketika sampai di pasar, orang yang berbelanja itu berfikir untuk apa membagi emas itu menjadi tiga. Ia pun menaburkan racun ke dalam makanan agar temannya dan nabi Isa mati dan ia pun dapat memiliki seluruh emas tersebut.
Tinggallah sahabat nabi Isa bersama seorang perampok di hutan itu. Namun perampok yang tinggal itu ternyata berpikiran sama seperti yang sedang pergi ke pasar. Ia bersekongkol dengan sahabat Nabi Isa untuk membagi emas itu berdua saja dan membunuh rekannya yang berbelanja makanan jika ia datang.
Ketika orang yang berbelanja itu datang, ia pun dibunuh, hartanya akan dibagi dua. Karena merasa lapar keduanya pun menyantap makanan yang telah diberi racun itu hingga mereka mati.
Ketika Nabi Isa berjalan melewati hutan tersebut, beliau menemukan emas di samping tiga mayat yang terbujur kaku. Beliau kemudian berkata "Inilah contoh dunia, maka berhati-hatilah kamu kepadanya."
A. Khoirul Anam
sumber: nu.or.idA
Setelah makan Nabi Isa pergi ke sungai untuk minum. Sekembalinya dari sungai, Nabi Isa mendapati roti yang sekerat lagi sudah tidak ada. Ketika beliau bertanya kepada sahabatnya, sang sahabat mengaku tidak tahu. Keduanya pun kembali melanjutkan perjalanan.
Sesampai di sebuah hutan, keduanya duduk untuk beristirahat. Nabi Isa mengambil tanah dan kerikil, kemudian beliau berkata: "Jadilah emas dengan izin Allah." Tiba-tiba kerikil itu pun berubah menjadi emas.
Kemudian Nabi Isa membagi emas tersebut menjadi tiga bagian. "Untukku sepertiga, dan kamu sepertiga, sedang sepertiga ini untuk orang yang mengambil roti."
Spontan sahabat itu menjawab, "Akulah yang mengambil roti itu." Nabi Isa kemudian berkata, "Ambillah dua bagian ini untukmu." Dan keduanya pun berpisah.
Dalam perjalanan, sahabat nabi Isa dihadang oleh dua orang perampok yang ingin akan membunuhnya. Sahabat Nabi Isa menawarkan, untuk membagi emas yang dibawanya menjadi tiga asalkan ia tidak dibunuh. Kedua perampok pun setuju.
Salah seorang perampok menyuruh rekannya pergi ke pasar untuk berbelanja makanan. Ketika sampai di pasar, orang yang berbelanja itu berfikir untuk apa membagi emas itu menjadi tiga. Ia pun menaburkan racun ke dalam makanan agar temannya dan nabi Isa mati dan ia pun dapat memiliki seluruh emas tersebut.
Tinggallah sahabat nabi Isa bersama seorang perampok di hutan itu. Namun perampok yang tinggal itu ternyata berpikiran sama seperti yang sedang pergi ke pasar. Ia bersekongkol dengan sahabat Nabi Isa untuk membagi emas itu berdua saja dan membunuh rekannya yang berbelanja makanan jika ia datang.
Ketika orang yang berbelanja itu datang, ia pun dibunuh, hartanya akan dibagi dua. Karena merasa lapar keduanya pun menyantap makanan yang telah diberi racun itu hingga mereka mati.
Ketika Nabi Isa berjalan melewati hutan tersebut, beliau menemukan emas di samping tiga mayat yang terbujur kaku. Beliau kemudian berkata "Inilah contoh dunia, maka berhati-hatilah kamu kepadanya."
A. Khoirul Anam
sumber: nu.or.idA
[ Surjan, Pakaian Muslim Rancangan Para Wali ]
--------------------------------------------------------------------------------
Tak banyak yang mengetahui bahwa surjan, baju khas Jawa, merupakan representasi dari baju Muslim sesungguhnya. Banyak yang menganggap surjan sekadar tradisi adat istiadat. Padahal, baju tersebut menyimpan ajaran Sunan Kalijaga.
Pendapat ini disampaikan Wakil Ketua PWNU DIY, M. Jadul Maula, dalam dialog “Menggali Tradisi Menemukan Jati Diri” yang diadakan di Teatrikal Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Rabu (20/11).
Selanjutnya, pria yang akrab disapa Kang Jadul itu pun menjelaskan filosofi yang terdapat pada baju surjan. Baju Surjan memiliki lima kancing baju, tiga terdapat di bagian depan dan tertutup, dua sisanya terdapat di bagian leher. Lima kancing tersebut melambangkan rukun Islam yang berjumlah lima.
Tiga kancing di depan dan tertutup melambangkan rukun Islam yang tiga, yaitu Syahadat, Sholat, dan Puasa. Mengapa tertutup? Karena seseorang tidak butuh dilihat orang lain ketika menjalankan tiga hal tersebut.
“Itulah etika untuk menjalankan ibadah,” tambahnya.
Sedangkan dua rukun Islam sisanya, yakni Zakat dan Haji dilambangkan pada dua kancing yang terdapat di leher dan terlihat. Artinya, berbeda dengan Syahadat, Sholat, dan Puasa, dua ibadah ini justru perlu dipublikasikan kepada orang lain. Misalnya, ketika akan dan usai melaksanakan ibadah haji, tradisi orang Islam Indonesia adalah mengadakan tasyakuran atau walimatus safar.
Ketika baju Surjan yang memiliki lima kancing yang melambangkan rukun Islam tersebut digabungkan dengan Blangkon yang dikenakan di kepala, maka jadilah ia memiliki filosofi rukun Iman yang berjumlah enam.
“Artinya, martabat kita ditegakkan dengan rukun iman yang enam itu,” tegas Pengasuh Pesantren Kaliopak Piyungan, Bantul tersebut.
Kata Surjan sendiri berakar dari bahasa Arab, yakni Siraajan yang artinya lampu atau dalam bahasa Jawa disebut Pepadhang.
“Baju Surjan itu dirancang oleh para Wali untuk menegakkan rukun Islam dan Iman,” tandasnya.
Kang Jadul mengingatkan agar umat Islam tak hanya melihat surjan sebagai tradisi yang lepas dari ajaran wali. Dia mengaku heran, di kalangan umat Islam Tanah Air selama ini malah beredar pemahaman bahwa baju muslim adalah baju koko. Padahal, baju yang sering diasosiasikan sebagai baju taqwa ini merupakan baju buatan China. (Dwi Khoirotun Nisa’/Mahbib)
sumber: nu.or.id
Tak banyak yang mengetahui bahwa surjan, baju khas Jawa, merupakan representasi dari baju Muslim sesungguhnya. Banyak yang menganggap surjan sekadar tradisi adat istiadat. Padahal, baju tersebut menyimpan ajaran Sunan Kalijaga.
Pendapat ini disampaikan Wakil Ketua PWNU DIY, M. Jadul Maula, dalam dialog “Menggali Tradisi Menemukan Jati Diri” yang diadakan di Teatrikal Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Rabu (20/11).
Selanjutnya, pria yang akrab disapa Kang Jadul itu pun menjelaskan filosofi yang terdapat pada baju surjan. Baju Surjan memiliki lima kancing baju, tiga terdapat di bagian depan dan tertutup, dua sisanya terdapat di bagian leher. Lima kancing tersebut melambangkan rukun Islam yang berjumlah lima.
Tiga kancing di depan dan tertutup melambangkan rukun Islam yang tiga, yaitu Syahadat, Sholat, dan Puasa. Mengapa tertutup? Karena seseorang tidak butuh dilihat orang lain ketika menjalankan tiga hal tersebut.
“Itulah etika untuk menjalankan ibadah,” tambahnya.
Sedangkan dua rukun Islam sisanya, yakni Zakat dan Haji dilambangkan pada dua kancing yang terdapat di leher dan terlihat. Artinya, berbeda dengan Syahadat, Sholat, dan Puasa, dua ibadah ini justru perlu dipublikasikan kepada orang lain. Misalnya, ketika akan dan usai melaksanakan ibadah haji, tradisi orang Islam Indonesia adalah mengadakan tasyakuran atau walimatus safar.
Ketika baju Surjan yang memiliki lima kancing yang melambangkan rukun Islam tersebut digabungkan dengan Blangkon yang dikenakan di kepala, maka jadilah ia memiliki filosofi rukun Iman yang berjumlah enam.
“Artinya, martabat kita ditegakkan dengan rukun iman yang enam itu,” tegas Pengasuh Pesantren Kaliopak Piyungan, Bantul tersebut.
Kata Surjan sendiri berakar dari bahasa Arab, yakni Siraajan yang artinya lampu atau dalam bahasa Jawa disebut Pepadhang.
“Baju Surjan itu dirancang oleh para Wali untuk menegakkan rukun Islam dan Iman,” tandasnya.
Kang Jadul mengingatkan agar umat Islam tak hanya melihat surjan sebagai tradisi yang lepas dari ajaran wali. Dia mengaku heran, di kalangan umat Islam Tanah Air selama ini malah beredar pemahaman bahwa baju muslim adalah baju koko. Padahal, baju yang sering diasosiasikan sebagai baju taqwa ini merupakan baju buatan China. (Dwi Khoirotun Nisa’/Mahbib)
sumber: nu.or.id
[ Kencing Juga Pekerjaan Agama ]
--------------------------------------------------------
Kebanyakan ulama, kebanyakan orang, kalo ditanya agama itu apa,
khususnya islam itu apa yang diingat selalu,
shalat 5 waktu,
zakat,
puasa,
naik haji kalo mampu, dan seterusnya..
disebut juga rukun islam, dan rukun iman..
Mohon maaf, dalam Al-Qur'an ayat-ayat mengenai ibadah atau ubudiyah
hanya 3,5% kira-kira menurut penelitian sejumlah sarjana
yang 96,5% nya itu ayat-ayat muamalah..
ayat-ayat cinta kasih,
pergaulan,
kebersamaan,
tolong-menolong,
organisasi,
manajemen,
kekhalifahan, dan sebagainya..
Jadi agama itu....memang bener harus sholat,
orang kalo ndak sholat ya salah..
tapi dia tidak berarti apa-apa kalo 96,5%nya tidak dilakukan..
Kalo ada krikil di tengah jalan agak tajem, ya kita ambil,
kita taruh di pinggir, itu agama..
kalo ada tanah, agama itu ya kecerdasan mengolah tanah itu demi menjaga kesuburannya..
kalo kita liat daun, ya kita cerdasi daun ini bisa dipakai sayur atau tidak, itu agama..
jadi,
mencangkul di sawah,
berdagang di pasar,
jadi tukang parkir,
supir angkot, itu pekerjaan agama...karna semua bentuk2 kekhalifahan..
bentuk tanggung jawab, syukur untuk mendayagunakan yg diberikan Allah ke kita..
Nah,
selama ini kita memakai sekularisme,
agama itu di masjid, di mekkah, di gereja, di kuil2..
kalo di pasar, sepak bola bukan agama.
Memang secara administratif tentang olahraga,
tapi secara substansial/prinsip itu pekerjaan agama
karna menyangkut pemeliharaan amanat Allah atas badan kita..
Kencing aja pekerjaan agama lho..
bayangin kalo orang tdk wajib kencing..
jadi kencing itu hukummnya wajib, jangan ditahan..
bayangin kalo ditahan, sakit perut, nanti Tuhannya marah,
"Aku kasih perut kok dibikin sakit gak mau kencing.."
beol juga itu wajib, mohon maaf ini..
jadi itulah agama,
apa saja lah yang kita khalifahi..
artinya kita cerdasi untuk menjadi manfaat itulah agama..
dan Tuhan selalu membayang-bayangi kita turun dekatke bumi
untuk mengukur seberapa cerdas kita menerapkan agama itu
dalam kehidupan yang nyata..
(Emha Ainun Najib)
Kebanyakan ulama, kebanyakan orang, kalo ditanya agama itu apa,
khususnya islam itu apa yang diingat selalu,
shalat 5 waktu,
zakat,
puasa,
naik haji kalo mampu, dan seterusnya..
disebut juga rukun islam, dan rukun iman..
Mohon maaf, dalam Al-Qur'an ayat-ayat mengenai ibadah atau ubudiyah
hanya 3,5% kira-kira menurut penelitian sejumlah sarjana
yang 96,5% nya itu ayat-ayat muamalah..
ayat-ayat cinta kasih,
pergaulan,
kebersamaan,
tolong-menolong,
organisasi,
manajemen,
kekhalifahan, dan sebagainya..
Jadi agama itu....memang bener harus sholat,
orang kalo ndak sholat ya salah..
tapi dia tidak berarti apa-apa kalo 96,5%nya tidak dilakukan..
Kalo ada krikil di tengah jalan agak tajem, ya kita ambil,
kita taruh di pinggir, itu agama..
kalo ada tanah, agama itu ya kecerdasan mengolah tanah itu demi menjaga kesuburannya..
kalo kita liat daun, ya kita cerdasi daun ini bisa dipakai sayur atau tidak, itu agama..
jadi,
mencangkul di sawah,
berdagang di pasar,
jadi tukang parkir,
supir angkot, itu pekerjaan agama...karna semua bentuk2 kekhalifahan..
bentuk tanggung jawab, syukur untuk mendayagunakan yg diberikan Allah ke kita..
Nah,
selama ini kita memakai sekularisme,
agama itu di masjid, di mekkah, di gereja, di kuil2..
kalo di pasar, sepak bola bukan agama.
Memang secara administratif tentang olahraga,
tapi secara substansial/prinsip itu pekerjaan agama
karna menyangkut pemeliharaan amanat Allah atas badan kita..
Kencing aja pekerjaan agama lho..
bayangin kalo orang tdk wajib kencing..
jadi kencing itu hukummnya wajib, jangan ditahan..
bayangin kalo ditahan, sakit perut, nanti Tuhannya marah,
"Aku kasih perut kok dibikin sakit gak mau kencing.."
beol juga itu wajib, mohon maaf ini..
jadi itulah agama,
apa saja lah yang kita khalifahi..
artinya kita cerdasi untuk menjadi manfaat itulah agama..
dan Tuhan selalu membayang-bayangi kita turun dekatke bumi
untuk mengukur seberapa cerdas kita menerapkan agama itu
dalam kehidupan yang nyata..
(Emha Ainun Najib)
[ "Hujjahnya Sudah Benar, Tetapi Pemahamannya yang Salah" ]
Fenomena tudingan bid'ah oleh sebagian kaum, ditengarai berawal dari
kesalahan dalam pemahaman konsep beragama. Di samping itu, faktor tak
dikuasainya gramatika Arab untuk mengkaji sebuah teks hadist dan
al-Qur’an, juga dapat menyebabkan orang salah menafsirkan sebuah ajaran
agama.
Semisal pada dalil hadist tentang larangan Nabi Muhammad saw. untuk membuat perkara baru. “Hujjahnya sudah benar, tetapi pemahamannya yang salah,” terang Katib Syuriyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Boyolali Kiai Joko Parwoto, dalam kajian rutin yang digelar Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Sawit di Masjid At-Taqwa Selojaren Guwokajen Sawit Boyolali, Rabu (27/11) malam.
Terkait dengan hadist tersebut, menurut Pengasuh Pesantren I’jazul Qur’an itu, akan menimbulkan sikap mudah memvonis bid'ah sebuah ajaran yang dianggap tidak ada di zaman nabi. Maka menurutnya, penting bagi kita untuk memahami sebuah hadist, agar tidak terjadi kekeliruan pemahaman.
Kiai Joko kemudian mencontohkan sebuah kekeliruan yang terjadi karena tidak mengetahui maksud dari sebuah ucapan. Semisal ada seorang anak yang pekerjaannya hanya suka tidur, kemudian ibunya mengatakan, "Turuo terus ae! (terus tidur saja!)".
“Kalau kita tidak mengetahui makna sebenarnya, kita akan mengira bahwa perintahnya disuruh tidur terus. Padahal tidak begitu, karena itu sebetulnya justru larangan, agar si anak tidak tidur saja,” papar Kiai Joko.
Untuk itulah, perlunya memahami asbabun nuzul/asbabul wurud (latar belakagn turunnya ayat al-Qur'an dan hadits), serta dibarengi dengan kemampuan ilmu bahasa, dan yang terpenting yakni, legalitas dari Nabi.
“Legalitas dari Nabi ini juga penting, karena hanya merekalah (para imam madzhab) yang menjadi mujtahid mutlak. Sedangkan generasi sesudahnya hanya mengikuti mereka (mujtahid mazhab),” jelasnya.
Dalam kesempatan tersebut Kiai Joko juga membacakan kitab at-Tadzhib min Adillati Matni Ghayati wat Taqrib. Usai mengkaji kitab, diadakan acara tanya jawab seputar masalah keagamaan. (Ajie Najmuddin/Mahbib)
sumber: nu.or.id
Semisal pada dalil hadist tentang larangan Nabi Muhammad saw. untuk membuat perkara baru. “Hujjahnya sudah benar, tetapi pemahamannya yang salah,” terang Katib Syuriyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Boyolali Kiai Joko Parwoto, dalam kajian rutin yang digelar Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Sawit di Masjid At-Taqwa Selojaren Guwokajen Sawit Boyolali, Rabu (27/11) malam.
Terkait dengan hadist tersebut, menurut Pengasuh Pesantren I’jazul Qur’an itu, akan menimbulkan sikap mudah memvonis bid'ah sebuah ajaran yang dianggap tidak ada di zaman nabi. Maka menurutnya, penting bagi kita untuk memahami sebuah hadist, agar tidak terjadi kekeliruan pemahaman.
Kiai Joko kemudian mencontohkan sebuah kekeliruan yang terjadi karena tidak mengetahui maksud dari sebuah ucapan. Semisal ada seorang anak yang pekerjaannya hanya suka tidur, kemudian ibunya mengatakan, "Turuo terus ae! (terus tidur saja!)".
“Kalau kita tidak mengetahui makna sebenarnya, kita akan mengira bahwa perintahnya disuruh tidur terus. Padahal tidak begitu, karena itu sebetulnya justru larangan, agar si anak tidak tidur saja,” papar Kiai Joko.
Untuk itulah, perlunya memahami asbabun nuzul/asbabul wurud (latar belakagn turunnya ayat al-Qur'an dan hadits), serta dibarengi dengan kemampuan ilmu bahasa, dan yang terpenting yakni, legalitas dari Nabi.
“Legalitas dari Nabi ini juga penting, karena hanya merekalah (para imam madzhab) yang menjadi mujtahid mutlak. Sedangkan generasi sesudahnya hanya mengikuti mereka (mujtahid mazhab),” jelasnya.
Dalam kesempatan tersebut Kiai Joko juga membacakan kitab at-Tadzhib min Adillati Matni Ghayati wat Taqrib. Usai mengkaji kitab, diadakan acara tanya jawab seputar masalah keagamaan. (Ajie Najmuddin/Mahbib)
sumber: nu.or.id
[ Siapa Saja Sih Yang Bisa Sombong? ]
jadi gini...orang itu..
dari punya sepeda trus punya motor itu dia mulai muncul kesombongan
dari punya motor jadi punya mobil
tambah lagi kesombongan
jadi dia terancam sebenernya oleh kelemahan jiwa
jadi setiap akses yang naik,
akses yang berkembang, itu resikonya
karna dia harus diwadahi jiwa manusia yg lemah,
maka, accessnya adalah kesombongan itu..keangkuhan..
jadi..singkat kata,
makin kita kaya makin terancam untuk hancur oleh kesombongan..
dan ini jg bukan hanya soal kaya,
makin pinter, pandai jg biasanya makin sombong..
dalam bahasa populer kita sebut,
"keangkuhan intelektual"
jadi ada namanya kesombongan feodal,
itu untuk orang-orang kaya..
ada kesombongan kuasa, makin kuasa itu
makin sombong, makin tidak tau bagaimana
berdiri sejajar dengan orang lain..
tapi yg lebih bahaya lagi,
jadi orang soleh, orang alim,
juga bisa menimbulkan kesombongan..
jadi banyak orang2 yg beragama dengan tekun,
salah satu hasilnya adalah dia sombong atas orang lain..
diam2 selalu merasa lebih hebat dari orang lain..
lebih masuk surga daripada orang lain...
lebih diterima Allah dari orang lain..
jadi teman-teman sekalian..
sesungguhnya, ajaran yang paling dahsyat keindahannya
adalah ajaran mengenai tawadhu' (kerendahan hati)
jadi orang shalat,
orang beribadah itu adalah latian untuk mencampakkan diri
bukan untuk unggul dan menegakkan diri
mencampakkan diri di hadapan Allah,
kita bersujud-sujud, tersungkur-sungkur
supaya kita siap untuk berlaku rendah hati ke semua orang.
tidak lantas kita,
jangan jadi alim supaya ndak sombong,
atau tidak kaya supaya tidak sombong, tidak begitu...
Kayalah tapi tidak usah sombong,
Kuasalah tapi rendah hati,
Pandailah karna itu menjadi lebih arif,
dan menjadi alim supaya engkau mampu merendahkan dirimu
dibawah orang yg paling rendahpun di kampung2 kumuh yg engkau lewat dengan kakimu..
Terima kasih..
dari punya sepeda trus punya motor itu dia mulai muncul kesombongan
dari punya motor jadi punya mobil
tambah lagi kesombongan
jadi dia terancam sebenernya oleh kelemahan jiwa
jadi setiap akses yang naik,
akses yang berkembang, itu resikonya
karna dia harus diwadahi jiwa manusia yg lemah,
maka, accessnya adalah kesombongan itu..keangkuhan..
jadi..singkat kata,
makin kita kaya makin terancam untuk hancur oleh kesombongan..
dan ini jg bukan hanya soal kaya,
makin pinter, pandai jg biasanya makin sombong..
dalam bahasa populer kita sebut,
"keangkuhan intelektual"
jadi ada namanya kesombongan feodal,
itu untuk orang-orang kaya..
ada kesombongan kuasa, makin kuasa itu
makin sombong, makin tidak tau bagaimana
berdiri sejajar dengan orang lain..
tapi yg lebih bahaya lagi,
jadi orang soleh, orang alim,
juga bisa menimbulkan kesombongan..
jadi banyak orang2 yg beragama dengan tekun,
salah satu hasilnya adalah dia sombong atas orang lain..
diam2 selalu merasa lebih hebat dari orang lain..
lebih masuk surga daripada orang lain...
lebih diterima Allah dari orang lain..
jadi teman-teman sekalian..
sesungguhnya, ajaran yang paling dahsyat keindahannya
adalah ajaran mengenai tawadhu' (kerendahan hati)
jadi orang shalat,
orang beribadah itu adalah latian untuk mencampakkan diri
bukan untuk unggul dan menegakkan diri
mencampakkan diri di hadapan Allah,
kita bersujud-sujud, tersungkur-sungkur
supaya kita siap untuk berlaku rendah hati ke semua orang.
tidak lantas kita,
jangan jadi alim supaya ndak sombong,
atau tidak kaya supaya tidak sombong, tidak begitu...
Kayalah tapi tidak usah sombong,
Kuasalah tapi rendah hati,
Pandailah karna itu menjadi lebih arif,
dan menjadi alim supaya engkau mampu merendahkan dirimu
dibawah orang yg paling rendahpun di kampung2 kumuh yg engkau lewat dengan kakimu..
Terima kasih..
[ Kunjungi Pesantren, Ulama Lebanon Ingatkan soal Tiga Kelompok Ekstrem ]
---------------------------------------------------------------------------------------
Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Malang menerima kunjungan ulama dari Universitas Lebanon, Syekh Samir Abdurrahman Al-Khauli. Ia hadir dalam kuliah tamu Sekolah Tinggi Agama Islam “Ma’had Aly Al-Hikam” Malang dengan tema “Madhaar Al-Guluw fi Al-Din” (Bahaya Ekstremisme dalam Agama) di gedung induk Pesma Al-Hikam Malang, Jawa Timur, Ahad Siang (08/12).
Syekh Samir Abdurrahman Al-Khauli mengatakan, muslim di manapun harus selalu waspada dengan faham-faham eksterim dan radikal di dalam agama Islam. Karena gerakan ini memiliki misi besar dalam menghancurkan generasi muslim.
“Dengan memperkuat akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah, kita bisa menghindari ancaman yang menyerang kita,” kata Syekh Samir dalam acara kuliah tamu tersebut.
Dia mennyatakan bahwa gerakan radikal dan ekstrem itu ada tiga kelompok, yakni Wahabi, Hizbul Ikhwan, dan Hizbut Tahrir. Wahabi dicirikan di antaranya dengan sikapnya yang selalu menganggap kafir semua orang yang berbeda faham dengannya.
“Bahkan, ada seorang khatib di salah satu masjid Mekkah, yang berargumen dalam khotbahnya bahwa mungkin saja orang muslim yang ada saat ini hanyalah kalian yang berada di masjid ini. Ini salah satu akidah mereka yang sesat,” ungkap Syekh Samir.
Selain itu, menurut Samir, mereka (kelompok Wahabi) sering menuduh bid’ah ritual-ritual umum seperti tasyakuran dalam acara maulid. Padahal, isi acara dalam maulid adalah membaca al-Quran, membaca sejarah Nabi Muhammad, kemudian makan dan minum yang baik dan halal. Apalagi menurut mereka binatang yang disembelih dalam acara maulid itu lebih haram daripada daging babi sekalipun.
Mengenai kelompok Hizbul Ikhwan pada awalnya gerakan ini sangat moderat. Gerakan yang dipimpin Hasan Al-Banna ini mengajak kebaikan secara menyeluruh. Namun hal ini sangat berbeda dengan Hizbul Ikhwan yang ada pada masa ini. Mereka hampir sama dengan gerakan Wahabi yang sering menuduh bid’ah dan mengkafirkan kelompok lain.
Terkait kelompok Hizbut Tahrir, sambungnya, gerakan ini berkeyakinan bahwa tidak ada syariat yang wajib dijalankan ketika negara khilafah didirikan. Lebih ekstrem lagi, shalat Jumat tidak wajib jika khilafah belum ditegakkan.
Menurutnya, para generasi muslim harus mempelajari strategi dan taktik penyerangan mereka dengan memahami faham-faham sesat yang sering mereka lontarkan. Jangan terkelabui dengan slogan-slogan semisal memurnikan keimanan dan tauhid, menghindari bid’ah dan kembali kepada al-Quran dan al-Sunnah.
“Seperti Wahabi yang memiliki konsep bahwa allah itu duduk di Arsy-nya. Padahal Imajinasi apapun tentang Allah itu sangat dilarang oleh Nabi,” ungkap Syekh Samir. (Sabiq Al-Aulia Zulfa/Mahbib)
sumber: nu.or.id
Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Malang menerima kunjungan ulama dari Universitas Lebanon, Syekh Samir Abdurrahman Al-Khauli. Ia hadir dalam kuliah tamu Sekolah Tinggi Agama Islam “Ma’had Aly Al-Hikam” Malang dengan tema “Madhaar Al-Guluw fi Al-Din” (Bahaya Ekstremisme dalam Agama) di gedung induk Pesma Al-Hikam Malang, Jawa Timur, Ahad Siang (08/12).
Syekh Samir Abdurrahman Al-Khauli mengatakan, muslim di manapun harus selalu waspada dengan faham-faham eksterim dan radikal di dalam agama Islam. Karena gerakan ini memiliki misi besar dalam menghancurkan generasi muslim.
“Dengan memperkuat akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah, kita bisa menghindari ancaman yang menyerang kita,” kata Syekh Samir dalam acara kuliah tamu tersebut.
Dia mennyatakan bahwa gerakan radikal dan ekstrem itu ada tiga kelompok, yakni Wahabi, Hizbul Ikhwan, dan Hizbut Tahrir. Wahabi dicirikan di antaranya dengan sikapnya yang selalu menganggap kafir semua orang yang berbeda faham dengannya.
“Bahkan, ada seorang khatib di salah satu masjid Mekkah, yang berargumen dalam khotbahnya bahwa mungkin saja orang muslim yang ada saat ini hanyalah kalian yang berada di masjid ini. Ini salah satu akidah mereka yang sesat,” ungkap Syekh Samir.
Selain itu, menurut Samir, mereka (kelompok Wahabi) sering menuduh bid’ah ritual-ritual umum seperti tasyakuran dalam acara maulid. Padahal, isi acara dalam maulid adalah membaca al-Quran, membaca sejarah Nabi Muhammad, kemudian makan dan minum yang baik dan halal. Apalagi menurut mereka binatang yang disembelih dalam acara maulid itu lebih haram daripada daging babi sekalipun.
Mengenai kelompok Hizbul Ikhwan pada awalnya gerakan ini sangat moderat. Gerakan yang dipimpin Hasan Al-Banna ini mengajak kebaikan secara menyeluruh. Namun hal ini sangat berbeda dengan Hizbul Ikhwan yang ada pada masa ini. Mereka hampir sama dengan gerakan Wahabi yang sering menuduh bid’ah dan mengkafirkan kelompok lain.
Terkait kelompok Hizbut Tahrir, sambungnya, gerakan ini berkeyakinan bahwa tidak ada syariat yang wajib dijalankan ketika negara khilafah didirikan. Lebih ekstrem lagi, shalat Jumat tidak wajib jika khilafah belum ditegakkan.
Menurutnya, para generasi muslim harus mempelajari strategi dan taktik penyerangan mereka dengan memahami faham-faham sesat yang sering mereka lontarkan. Jangan terkelabui dengan slogan-slogan semisal memurnikan keimanan dan tauhid, menghindari bid’ah dan kembali kepada al-Quran dan al-Sunnah.
“Seperti Wahabi yang memiliki konsep bahwa allah itu duduk di Arsy-nya. Padahal Imajinasi apapun tentang Allah itu sangat dilarang oleh Nabi,” ungkap Syekh Samir. (Sabiq Al-Aulia Zulfa/Mahbib)
sumber: nu.or.id
[ Kalau Dia Khianat, Dia Sakit Kudis ]
setiap pilihan itu, resikonya adalah
harus disertai kesanggupan untuk mengontrol sesuatu yang dipilih
itulah kelemahan kita semua sebagai bangsa Indonesia
kita harus milih pemimpin, tanpa ada sedikitpun kesanggupan
untuk mengontrol pemimpin yang kita pilih itu..
bahkan, lebih dari itu..
kita bahkan tidak punya pengetahuan mencukupi
mengenai sesuatu yang kita pilih..
kita tidak tau caleg ini kualitasnya gimana,
hidupnya gimana,
istrinya berapa,
akhlaknya gimana,
kita nggak tau sama sekali..
bahkan tokoh yang terkenal pun rakyat tidak tau
bapak ini,
gus ini,
kalopun mereka tau, mereka juga tidak punya daya kontrol
terhadap yang dipilihnya ini,
tapi mau gak mau harus memilih,
ini saya kira dilema kita bersama se-Indonesia..
jadi..ini sederhana sebenernya..
kenapa yang kau pilih di pemilu nanti yang kau tidak tau siapa dia
dan kamu tidak bisa mengontrol kepada dia,
kenapa tidak kau serahkan kepada Tuhan?
wong bapak pergi ke kantor aja diserahin ke Tuhan selingkuh atau tidak biar Tuhan nanti yang ngurus..
nanti kalo ndak milih, nanti kalo berdo'a supaya bangsa kita sejahtera Tuhan mengejek juga,
"lhah kamu ndak milih aja sekarang minta bangsamu sejahtera.."
tapi kalo milih, bingung juga milih yg mana..
nanti kalo kepiih kita nggak bisa kontrol..
kalo gitu kita serahin ke Tuhan..
kalo dalam Islam caranya jelas,
jadi....
malamnya shalat dulu kek,
kalo nggak sempat yaa...hatinya saja, selama hari Pemilu bilang sama Tuhan,
"Ya Tuhan, gimana masa saya ndak nyoblos..saya kan warga negara..jadi saya nyoblos ya? tak pilih lah yg kira2 paling bagus..
cuma kan saya ndak bisa ngontrol dia Tuhan..jadi tolong dong..saya nyoblos satu ini, setelah saya coblos, saya pilih saya serahkan sama engkau, wahai Allah..
kalo dia ini pemimpin yang baik, panjangkan umurnya, kasih dia kekuatan, dan bantulah urusan2nya..
tapi kalo yg aku pilih ini ternyata pengkhianat, penjilat, penindas rakyat, dan sama sekali tidak punya cinta kepada kami2 yg dibawah,
mbok cepet2 dikasih tindakan Tuhan, terlalu lama lho kami rakyat Indonesia kaya gini terus bingung ndak abis2.."
sebelum masuk kotak, bilang sama Tuhan dalam hati
begitu mau nyoblos baca,
"wama karu wama karullaH, wallaHu khoirul maakiriin.."
kalo mereka makar kepada nilai2 Allah dan nilai2 rakyat
maka Allah makar juga kepada mereka..
jejak(injak) bumi 3x
baru dicoblos, nanti kalo dia khianat,
dia sakit kudis..
(Emha Ainun Najib)
harus disertai kesanggupan untuk mengontrol sesuatu yang dipilih
itulah kelemahan kita semua sebagai bangsa Indonesia
kita harus milih pemimpin, tanpa ada sedikitpun kesanggupan
untuk mengontrol pemimpin yang kita pilih itu..
bahkan, lebih dari itu..
kita bahkan tidak punya pengetahuan mencukupi
mengenai sesuatu yang kita pilih..
kita tidak tau caleg ini kualitasnya gimana,
hidupnya gimana,
istrinya berapa,
akhlaknya gimana,
kita nggak tau sama sekali..
bahkan tokoh yang terkenal pun rakyat tidak tau
bapak ini,
gus ini,
kalopun mereka tau, mereka juga tidak punya daya kontrol
terhadap yang dipilihnya ini,
tapi mau gak mau harus memilih,
ini saya kira dilema kita bersama se-Indonesia..
jadi..ini sederhana sebenernya..
kenapa yang kau pilih di pemilu nanti yang kau tidak tau siapa dia
dan kamu tidak bisa mengontrol kepada dia,
kenapa tidak kau serahkan kepada Tuhan?
wong bapak pergi ke kantor aja diserahin ke Tuhan selingkuh atau tidak biar Tuhan nanti yang ngurus..
nanti kalo ndak milih, nanti kalo berdo'a supaya bangsa kita sejahtera Tuhan mengejek juga,
"lhah kamu ndak milih aja sekarang minta bangsamu sejahtera.."
tapi kalo milih, bingung juga milih yg mana..
nanti kalo kepiih kita nggak bisa kontrol..
kalo gitu kita serahin ke Tuhan..
kalo dalam Islam caranya jelas,
jadi....
malamnya shalat dulu kek,
kalo nggak sempat yaa...hatinya saja, selama hari Pemilu bilang sama Tuhan,
"Ya Tuhan, gimana masa saya ndak nyoblos..saya kan warga negara..jadi saya nyoblos ya? tak pilih lah yg kira2 paling bagus..
cuma kan saya ndak bisa ngontrol dia Tuhan..jadi tolong dong..saya nyoblos satu ini, setelah saya coblos, saya pilih saya serahkan sama engkau, wahai Allah..
kalo dia ini pemimpin yang baik, panjangkan umurnya, kasih dia kekuatan, dan bantulah urusan2nya..
tapi kalo yg aku pilih ini ternyata pengkhianat, penjilat, penindas rakyat, dan sama sekali tidak punya cinta kepada kami2 yg dibawah,
mbok cepet2 dikasih tindakan Tuhan, terlalu lama lho kami rakyat Indonesia kaya gini terus bingung ndak abis2.."
sebelum masuk kotak, bilang sama Tuhan dalam hati
begitu mau nyoblos baca,
"wama karu wama karullaH, wallaHu khoirul maakiriin.."
kalo mereka makar kepada nilai2 Allah dan nilai2 rakyat
maka Allah makar juga kepada mereka..
jejak(injak) bumi 3x
baru dicoblos, nanti kalo dia khianat,
dia sakit kudis..
(Emha Ainun Najib)
KHODAM
Yang dimaksud khodam dalam uraian ini adalah penjaga yang didatangkan
dari dunia ghaib untuk manusia, bukan untuk benda bertuah. Didatangkan
dari rahasia urusan Ilahiyah yang terkadang banyak diminati oleh
sebagian kalangan ahli mujahadah dan riyadlah tetapi dengan cara yang
kurang benar. Para ahli mujahadah itu sengaja berburu khodam dengan
bersungguh-sungguh. Mereka melakukan wirid-wirid khusus, bahkan datang ke tempat-tempat yang terpencil. Di kuburan-kuburan tua yang angker, di dalam gua, atau di tengah hutan.
Ternyata keberadaan khodam tersebut memang ada, mereka disebutkan di dalam al-Qur’an al-Karim. Diantara mereka ada yang datang dari golongan Jin dan ada juga dari Malaikat, namun barangkali pengertiannya yang berbeda. Karena khodam yang dinyatakan dalam Al-Qur’an itu bukan berupa kelebihan atau linuwih yang terbit dari basyariah manusia yang disebut “kesaktian”, melainkan berupa sistem penjagaan dan perlindungan yang diperuntukkan bagi orang-orang yang beriman dan beramal shaleh sebagai buah ibadah yang mereka lakukan. Sistem perlindungan tersebut dibangun oleh rahasia urusan Allah s.w.t yang disebut “walayah”, dengan itu supaya fitrah orang beriman tersebut tetap terjaga dalam kondisi sebaik-baik ciptaan. Allah s.w.t menyatakan keberadaan khodam-khodam tersebut dengan firman-Nya:
لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
“Bagi manusia ada penjaga-penjaga yang selalu mengikutinya, di muka dan di belakangnya, menjaga manusia dari apa yang sudah ditetapkan Allah baginya. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka merubahnya sendiri”. (QS. ar-Ra’d; 13/11)
Lebih jelas dan detail adalah sabda Baginda Nabi s.a.w dalam sebuah hadits shahihnya:
حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ عَبْدًا دَعَا جِبْرِيلَ فَقَالَ إِنِّي أُحِبُّ فُلَانًا فَأَحِبَّهُ قَالَ فَيُحِبُّهُ جِبْرِيلُ ثُمَّ يُنَادِي فِي السَّمَاءِ فَيَقُولُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ فُلَانًا فَأَحِبُّوهُ فَيُحِبُّهُ أَهْلُ السَّمَاءِ قَالَ ثُمَّ يُوضَعُ لَهُ الْقَبُولُ فِي الْأَرْضِ رواه البخاري و مسلم *
“Hadits Abi Hurairah r.a berkata: Rasulullah s.a.w bersabda: “Sesungguhnya Allah apabila mencintai seorang hamba, memanggil malaikat Jibril dan berfirman : “Sungguh Aku mencintai seseorang ini maka cintailah ia”. Nabi s.a.w bersabda: “Maka Jibril mencintainya”. Kemudian malaikat Jibril memanggil-manggil di langit dan mengatakan: “Sungguh Allah telah mencintai seseorang ini maka cintailah ia, maka penduduk langit mencintai kepadanya. Kemudian baginda Nabi bersabda: “Maka kemudian seseorang tadi ditempatkan di bumi di dalam kedudukan dapat diterima oleh orang banyak”. (HR Bukhori dan Muslim )
Dan juga sabdanya:
حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَتَعَاقَبُونَ فِيكُمْ مَلَائِكَةٌ بِاللَّيْلِ وَمَلَائِكَةٌ بِالنَّهَارِ وَيَجْتَمِعُونَ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ وَصَلَاةِ الْعَصْرِ ثُمَّ يَعْرُجُ الَّذِينَ بَاتُوا فِيكُمْ فَيَسْأَلُهُمْ رَبُّهُمْ وَهُوَ أَعْلَمُ بِهِمْ كَيْفَ تَرَكْتُمْ عِبَادِي فَيَقُولُونَ تَرَكْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ وَأَتَيْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ
“Hadits Abi Hurairah r.a Sesungguhnya Rasulullah s.w.t bersabda: “Mengikuti bersama kalian, malaikat penjaga malam dan malaikat penjaga siang dan mereka berkumpul di waktu shalat fajar dan shalat ashar kemudian mereka yang bermalam dengan kalian naik (ke langit), Tuhannya bertanya kepada mereka padahal sesungguhnya Dia lebih mengetahui keadaan mereka: di dalam keadaan apa hambaku engkau tinggalkan?, mereka menjawab: mereka kami tinggalkan sedang dalam keadaan shalat dan mereka kami datangi sedang dalam keadaan shalat”. (HR Buhori dan Muslim)
Setiap yang mencintai pasti menyayangi. Sang Pecinta, diminta ataupun tidak pasti akan menjaga dan melindungi orang yang disayangi. Manusia, walaupun tanpa susah-susah mencari khodam, ternyata sudah mempunyai khodam-khodam, bahkan sejak dilahirkan ibunya. Khodam-khodam itu ada yang golongan malaikat dan ada yang golongan Jin. Diantara mereka bernama malaikat Hafadhoh (penjaga), yang dijadikan tentara-tentara yang tidak dapat dilihat manusia. Konon menurut sebuah riwayat jumlah mereka 180 malaikat. Mereka menjaga manusia secara bergiliran di waktu ashar dan subuh, hal itu bertujuan untuk menjaga apa yang sudah ditetapkan Allah s.w.t bagi manusia yang dijaganya.
Itulah sistem penjagaan yang diberikan Allah s.w.t kepada manusia yang sejatinya akan diberikan seumur hidup, yaitu selama fitrah manusia belum berubah. Namun karena fitrah itu terlebih dahulu dirubah sendiri oleh manusia, hingga tercemar oleh kehendak hawa nafsu dan kekeruhan akal pikiran, akibat dari itu, matahati yang semula cemerlang menjadi tertutup oleh hijab dosa-dosa dan hijab-hijab karakter tidak terpuji, sehingga sistem penjagaan itu menjadi berubah.
KHODAM JIN DAN KHODAM MALAIKAT
‘Setan’, menurut istilah bahasa Arab berasal dari kata syathona yang berarti ba’uda atau jauh. Jadi yang dimaksud ‘setan’ adalah makhluk yang jauh dari kebaikan. Oleh karena hati terlebih dahulu jauh dari kebaikan, maka selanjutnya cenderung mengajak orang lain menjauhi kebaikan. Apabila setan itu dari golongan Jin, berarti setan Jin, dan apabila dari golongan manusia, berarti setan manusia. Manusia bisa menjadi setan manusia, apabila setan Jin telah menguasai hatinya sehingga perangainya menjelma menjadi perangai setan. Rasulullah s.a.w menggambarkan potensi tersebut dan sekaligus memberikan peringatan kepada manusia melalui sabdanya:
لَوْلاَ أَنَّ الشَّيَاطِيْنَ يَحُوْمُوْنَ عَلَى قُلُوْبِ بَنِى آَدَمَ لَنَظَرُوْا اِلَى مَلَكُوْتِ السَّمَاوَاتِ
“Kalau sekiranya setan tidak meliputi hati anak Adam, pasti dia akan melihat alam kerajaan langit”.
Di dalam hadits lain Rasulullah s.a.w bersabda:
إِنَّ الشَّيْطَانَ لَيَجْرِى مِنِ ابْنِ آَدَمَ مَجْرَى الدَّمِ فَضَيِّقُوْا مَجَاِريَهُ ِبالْجُوْعِ.
“Sesungguhnya setan masuk (mengalir) ke dalam tubuh anak Adam mengikuti aliran darahnya, maka sempitkanlah jalan masuknya dengan puasa”.
Setan jin menguasai manusia dengan cara mengendarai nafsu syahwatnya. Sedangkan urat darah dijadikan jalan untuk masuk dalam hati, hal itu bertujuan supaya dari hati itu setan dapat mengendalikan hidup manusia. Supaya manusia terhindar dari tipu daya setan, maka manusia harus mampu menjaga dan mengendalikan nafsu syahwatnya, padahal manusia dilarang membunuh nafsu syahwat itu, karena dengan nafsu syahwat manusia tumbuh dan hidup sehat, mengembangkan keturunan, bahkan menolong untuk menjalankan ibadah.
Dengan melaksanakan ibadah puasa secara teratur dan istiqomah, di samping dapat menyempitkan jalan masuk setan dalam tubuh manusia, juga manusia dapat menguasai nafsu syahwatnya sendiri, sehingga manusia dapat terjaga dari tipudaya setan. Itulah hakekat mujahadah. Jadi mujahadah adalah perwujudan pelaksanaan pengabdian seorang hamba kepada Tuhannya secara keseluruhan, baik dengan puasa, shalat maupun dzikir. Mujahadah itu merupakan sarana yang sangat efektif bagi manusia untuk mengendalikan nafsu syahwat dan sekaligus untuk menolak setan. Allah s.w.t berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ اتَّقَوْا إِذَا مَسَّهُمْ طَائِفٌ مِنَ الشَّيْطَانِ تَذَكَّرُوا فَإِذَا هُمْ مُبْصِرُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa, bila mereka ditimpa was-was dari setan, mereka berdzikir kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat”. (QS.al-A’raaf.7/201)
Firman Allah s.w.t di atas, yang dimaksud dengan lafad “Tadzakkaruu” ialah, melaksanakan dzikir dan wirid-wirid yang sudah diistiqamahkan, sedangkan yang dimaksud “Mubshiruun”, adalah melihat. Maka itu berarti, ketika hijab-hijab hati manusia sudah dihapuskan sebagai buah dzikir yang dijalani, maka sorot matahati manusia menjadi tajam dan tembus pandang.
Jadi, berdzikir kepada Allah s.w.t yang dilaksanakan dengan dasar Takwa kepada-Nya, di samping dapat menolak setan, juga bisa menjadikan hati seorang hamba cemerlang, karena hati itu telah dipenuhi Nur ma’rifatullah. Selanjutnya, ketika manusia telah berhasil menolak setan Jin, maka khodamnya yang asalnya setan Jin akan kembali berganti menjadi golongan malaikat.
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ(30)نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنْفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan) “Janganlah kamu merasa takut janganlah kamu merasa sedih dan bergembiralah kamu dengan memperoleh surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”(30)Kamilah pelindung-pelindungmu di dalam kehidupan di dunia maupun di akherat”. (QS. Fushilat; 41/30-31)
Firman Allah s.w.t di atas yang artinya: “Kami adalah pelindung-pelindungmu di dalam kehidupan di dunia maupun di akherat”, itu menunjukkan bahwa malaikat-malaikat yang diturunkan Allah s.w.t kepada orang yang istiqamah tersebut adalah untuk dijadikan khodam-khodam baginya.
Walhasil, bagi pengembara-pengembara di jalan Allah, kalau pengembaraan yang dilakukan benar dan pas jalannya, maka mereka akan mendapatkan khodam-khodam malaikat. Seandainya orang yang mempunyai khodam Malaikat itu disebut wali, maka mereka adalah waliyullah. Adapun pengembara yang pas dengan jalan yang kedua, yaitu jalan hawa nafsunya, maka mereka akan mendapatkan khodam Jin. Apabila khodam jin itu ternyata setan maka pengembara itu dinamakan walinya setan. Jadi Wali itu ada dua (1) Auliyaaur-Rohmaan (Wali-walinya Allah), dan (2) Auliyaausy-Syayaathiin (Walinya setan). Allah s.w.t menegaskan dengan firman-Nya:
اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ ءَامَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Dan orang-orang yang tidak percaya, Wali-walinya adalah setan yang mengeluarkan dari Nur kepada kegelapan. Mereka itu adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya”. (QS.al-Baqoroh.2/257)
Dan juga firman-Nya:
إِنَّا جَعَلْنَا الشَّيَاطِينَ أَوْلِيَاءَ لِلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ
“Sesungguhnya kami telah menjadikan setan-setan sebagai Wali-wali bagi orang yang tidak percaya “. (QS. Al-A’raaf; 7/27)
Seorang pengembara di jalan Allah, baik dengan dzikir maupun wirid, mujahadah maupun riyadlah, kadang-kadang dengan melaksanakan wirid-wirid khusus di tempat yang khusus pula, perbuatan itu mereka lakukan sekaligus dengan tujuan untuk berburu khodam-khodam yang diingini. Khodam-khodam tersebut dicari dari rahasia ayat-ayat yang dibaca. Semisal mereka membaca ayat kursi sebanyak seratus ribu dalam sehari semalam, dengan ritual tersebut mereka berharap mendapatkan khodamnya ayat kursi.
Sebagai pemburu khodam, mereka juga kadang-kadang mendatangi tempat-tempat yang terpencil, di kuburan-kuburan yang dikeramatkan, di dalam gua di tengah hutan belantara. Mereka mengira khodam itu bisa diburu di tempat-tempat seperti itu. Kalau dengan itu ternyata mereka mendapatkan khodam yang diingini, maka boleh jadi mereka justru terkena tipudaya setan Jin. Artinya, bukan Jin dan bukan Malaikat yang telah menjadi khodam mereka, akan tetapi sebaliknya, tanpa disadari sesungguhnya mereka sendiri yang menjadi khodam Jin yang sudah didapatkan itu. Akibat dari itu, bukan manusia yang dilayani Jin, tapi merekalah yang akan menjadi pelayan Jin dengan selalu setia memberikan sesaji kepadanya.
Sesaji-sesaji itu diberikan sesuai yang dikehendaki oleh khodam Jin tersebut. Memberi makan kepadanya, dengan kembang telon atau membakar kemenyan serta apa saja sesuai yang diminta oleh khodam- khodam tersebut, bahkan dengan melarungkan sesajen di tengah laut dan memberikan tumbal. Mengapa hal tersebut harus dilakukan, karena apabila itu tidak dilaksanakan, maka khodam Jin itu akan pergi dan tidak mau membantunya lagi. Apabila perbuatan seperti itu dilakukan, berarti saat itu manusia telah berbuat syirik kepada Allah s.w.t. Kita berlindung kepada Allah s.w.t dari godaan setan yang terkutuk.
Memang yang dimaksud khodam adalah “rahasia bacaan” dari wirid-wirid yang didawamkan manusia. Namun, apabila dengan wirid-wirid itu kemudian manusia mendapatkan khodam, maka khodam tersebut hanya didatangkan sebagai anugerah Allah s.w.t dengan proses yang diatur oleh-Nya. Khodam itu didatangkan dengan izin-Nya, sebagai buah ibadah yang ikhlas semata-mata karena pengabdian kepada-Nya, bukan dihasilkan karena sengaja diusahakan untuk mendapatkan khodam.
Apabila khodam-khodam itu diburu, kemudian orang mendapatkan, yang pasti khodam itu bukan datang dari sumber yang diridlai Allah s.w.t, walaupun datang dengan izin-Nya pula. Sebab, tanda-tanda sesuatu yang datangnya dari ridho Allah, di samping datang dari arah yang tidak disangka-sangka, bentuk dan kondisi pemberian itu juga tidak seperti yang diperkiraan oleh manusia. Demikianlah yang dinyatakan Allah s.w.t:
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا(2)وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
“Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah. Allah akan menjadikan jalan keluar baginya (untuk menyelesaikan urusannya) (2) Dan memberikan rizki kepadanya dari arah yang tidak terduga”. (QS. ath-Tholaq; 65/2-3)
Khodam-khodam tersebut didatangkan Allah s.w.t sesuai yang dikehendaki-Nya, dalam bentuk dan keadaan yang dikehendaki-Nya pula, bukan mengikuti kehendak hamba-Nya. Bahkan juga tidak dengan sebab apa-apa, tidak sebab ibadah dan mujahadah yang dijalani seorang hamba, tetapi semata sebab kehendakNya. Hanya saja, ketika Allah sudah menyatakan janji maka Dia tidak akan mengingkari janji-janji-Ny
Ternyata keberadaan khodam tersebut memang ada, mereka disebutkan di dalam al-Qur’an al-Karim. Diantara mereka ada yang datang dari golongan Jin dan ada juga dari Malaikat, namun barangkali pengertiannya yang berbeda. Karena khodam yang dinyatakan dalam Al-Qur’an itu bukan berupa kelebihan atau linuwih yang terbit dari basyariah manusia yang disebut “kesaktian”, melainkan berupa sistem penjagaan dan perlindungan yang diperuntukkan bagi orang-orang yang beriman dan beramal shaleh sebagai buah ibadah yang mereka lakukan. Sistem perlindungan tersebut dibangun oleh rahasia urusan Allah s.w.t yang disebut “walayah”, dengan itu supaya fitrah orang beriman tersebut tetap terjaga dalam kondisi sebaik-baik ciptaan. Allah s.w.t menyatakan keberadaan khodam-khodam tersebut dengan firman-Nya:
لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
“Bagi manusia ada penjaga-penjaga yang selalu mengikutinya, di muka dan di belakangnya, menjaga manusia dari apa yang sudah ditetapkan Allah baginya. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka merubahnya sendiri”. (QS. ar-Ra’d; 13/11)
Lebih jelas dan detail adalah sabda Baginda Nabi s.a.w dalam sebuah hadits shahihnya:
حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ عَبْدًا دَعَا جِبْرِيلَ فَقَالَ إِنِّي أُحِبُّ فُلَانًا فَأَحِبَّهُ قَالَ فَيُحِبُّهُ جِبْرِيلُ ثُمَّ يُنَادِي فِي السَّمَاءِ فَيَقُولُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ فُلَانًا فَأَحِبُّوهُ فَيُحِبُّهُ أَهْلُ السَّمَاءِ قَالَ ثُمَّ يُوضَعُ لَهُ الْقَبُولُ فِي الْأَرْضِ رواه البخاري و مسلم *
“Hadits Abi Hurairah r.a berkata: Rasulullah s.a.w bersabda: “Sesungguhnya Allah apabila mencintai seorang hamba, memanggil malaikat Jibril dan berfirman : “Sungguh Aku mencintai seseorang ini maka cintailah ia”. Nabi s.a.w bersabda: “Maka Jibril mencintainya”. Kemudian malaikat Jibril memanggil-manggil di langit dan mengatakan: “Sungguh Allah telah mencintai seseorang ini maka cintailah ia, maka penduduk langit mencintai kepadanya. Kemudian baginda Nabi bersabda: “Maka kemudian seseorang tadi ditempatkan di bumi di dalam kedudukan dapat diterima oleh orang banyak”. (HR Bukhori dan Muslim )
Dan juga sabdanya:
حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَتَعَاقَبُونَ فِيكُمْ مَلَائِكَةٌ بِاللَّيْلِ وَمَلَائِكَةٌ بِالنَّهَارِ وَيَجْتَمِعُونَ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ وَصَلَاةِ الْعَصْرِ ثُمَّ يَعْرُجُ الَّذِينَ بَاتُوا فِيكُمْ فَيَسْأَلُهُمْ رَبُّهُمْ وَهُوَ أَعْلَمُ بِهِمْ كَيْفَ تَرَكْتُمْ عِبَادِي فَيَقُولُونَ تَرَكْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ وَأَتَيْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ
“Hadits Abi Hurairah r.a Sesungguhnya Rasulullah s.w.t bersabda: “Mengikuti bersama kalian, malaikat penjaga malam dan malaikat penjaga siang dan mereka berkumpul di waktu shalat fajar dan shalat ashar kemudian mereka yang bermalam dengan kalian naik (ke langit), Tuhannya bertanya kepada mereka padahal sesungguhnya Dia lebih mengetahui keadaan mereka: di dalam keadaan apa hambaku engkau tinggalkan?, mereka menjawab: mereka kami tinggalkan sedang dalam keadaan shalat dan mereka kami datangi sedang dalam keadaan shalat”. (HR Buhori dan Muslim)
Setiap yang mencintai pasti menyayangi. Sang Pecinta, diminta ataupun tidak pasti akan menjaga dan melindungi orang yang disayangi. Manusia, walaupun tanpa susah-susah mencari khodam, ternyata sudah mempunyai khodam-khodam, bahkan sejak dilahirkan ibunya. Khodam-khodam itu ada yang golongan malaikat dan ada yang golongan Jin. Diantara mereka bernama malaikat Hafadhoh (penjaga), yang dijadikan tentara-tentara yang tidak dapat dilihat manusia. Konon menurut sebuah riwayat jumlah mereka 180 malaikat. Mereka menjaga manusia secara bergiliran di waktu ashar dan subuh, hal itu bertujuan untuk menjaga apa yang sudah ditetapkan Allah s.w.t bagi manusia yang dijaganya.
Itulah sistem penjagaan yang diberikan Allah s.w.t kepada manusia yang sejatinya akan diberikan seumur hidup, yaitu selama fitrah manusia belum berubah. Namun karena fitrah itu terlebih dahulu dirubah sendiri oleh manusia, hingga tercemar oleh kehendak hawa nafsu dan kekeruhan akal pikiran, akibat dari itu, matahati yang semula cemerlang menjadi tertutup oleh hijab dosa-dosa dan hijab-hijab karakter tidak terpuji, sehingga sistem penjagaan itu menjadi berubah.
KHODAM JIN DAN KHODAM MALAIKAT
‘Setan’, menurut istilah bahasa Arab berasal dari kata syathona yang berarti ba’uda atau jauh. Jadi yang dimaksud ‘setan’ adalah makhluk yang jauh dari kebaikan. Oleh karena hati terlebih dahulu jauh dari kebaikan, maka selanjutnya cenderung mengajak orang lain menjauhi kebaikan. Apabila setan itu dari golongan Jin, berarti setan Jin, dan apabila dari golongan manusia, berarti setan manusia. Manusia bisa menjadi setan manusia, apabila setan Jin telah menguasai hatinya sehingga perangainya menjelma menjadi perangai setan. Rasulullah s.a.w menggambarkan potensi tersebut dan sekaligus memberikan peringatan kepada manusia melalui sabdanya:
لَوْلاَ أَنَّ الشَّيَاطِيْنَ يَحُوْمُوْنَ عَلَى قُلُوْبِ بَنِى آَدَمَ لَنَظَرُوْا اِلَى مَلَكُوْتِ السَّمَاوَاتِ
“Kalau sekiranya setan tidak meliputi hati anak Adam, pasti dia akan melihat alam kerajaan langit”.
Di dalam hadits lain Rasulullah s.a.w bersabda:
إِنَّ الشَّيْطَانَ لَيَجْرِى مِنِ ابْنِ آَدَمَ مَجْرَى الدَّمِ فَضَيِّقُوْا مَجَاِريَهُ ِبالْجُوْعِ.
“Sesungguhnya setan masuk (mengalir) ke dalam tubuh anak Adam mengikuti aliran darahnya, maka sempitkanlah jalan masuknya dengan puasa”.
Setan jin menguasai manusia dengan cara mengendarai nafsu syahwatnya. Sedangkan urat darah dijadikan jalan untuk masuk dalam hati, hal itu bertujuan supaya dari hati itu setan dapat mengendalikan hidup manusia. Supaya manusia terhindar dari tipu daya setan, maka manusia harus mampu menjaga dan mengendalikan nafsu syahwatnya, padahal manusia dilarang membunuh nafsu syahwat itu, karena dengan nafsu syahwat manusia tumbuh dan hidup sehat, mengembangkan keturunan, bahkan menolong untuk menjalankan ibadah.
Dengan melaksanakan ibadah puasa secara teratur dan istiqomah, di samping dapat menyempitkan jalan masuk setan dalam tubuh manusia, juga manusia dapat menguasai nafsu syahwatnya sendiri, sehingga manusia dapat terjaga dari tipudaya setan. Itulah hakekat mujahadah. Jadi mujahadah adalah perwujudan pelaksanaan pengabdian seorang hamba kepada Tuhannya secara keseluruhan, baik dengan puasa, shalat maupun dzikir. Mujahadah itu merupakan sarana yang sangat efektif bagi manusia untuk mengendalikan nafsu syahwat dan sekaligus untuk menolak setan. Allah s.w.t berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ اتَّقَوْا إِذَا مَسَّهُمْ طَائِفٌ مِنَ الشَّيْطَانِ تَذَكَّرُوا فَإِذَا هُمْ مُبْصِرُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa, bila mereka ditimpa was-was dari setan, mereka berdzikir kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat”. (QS.al-A’raaf.7/201)
Firman Allah s.w.t di atas, yang dimaksud dengan lafad “Tadzakkaruu” ialah, melaksanakan dzikir dan wirid-wirid yang sudah diistiqamahkan, sedangkan yang dimaksud “Mubshiruun”, adalah melihat. Maka itu berarti, ketika hijab-hijab hati manusia sudah dihapuskan sebagai buah dzikir yang dijalani, maka sorot matahati manusia menjadi tajam dan tembus pandang.
Jadi, berdzikir kepada Allah s.w.t yang dilaksanakan dengan dasar Takwa kepada-Nya, di samping dapat menolak setan, juga bisa menjadikan hati seorang hamba cemerlang, karena hati itu telah dipenuhi Nur ma’rifatullah. Selanjutnya, ketika manusia telah berhasil menolak setan Jin, maka khodamnya yang asalnya setan Jin akan kembali berganti menjadi golongan malaikat.
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ(30)نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنْفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan) “Janganlah kamu merasa takut janganlah kamu merasa sedih dan bergembiralah kamu dengan memperoleh surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”(30)Kamilah pelindung-pelindungmu di dalam kehidupan di dunia maupun di akherat”. (QS. Fushilat; 41/30-31)
Firman Allah s.w.t di atas yang artinya: “Kami adalah pelindung-pelindungmu di dalam kehidupan di dunia maupun di akherat”, itu menunjukkan bahwa malaikat-malaikat yang diturunkan Allah s.w.t kepada orang yang istiqamah tersebut adalah untuk dijadikan khodam-khodam baginya.
Walhasil, bagi pengembara-pengembara di jalan Allah, kalau pengembaraan yang dilakukan benar dan pas jalannya, maka mereka akan mendapatkan khodam-khodam malaikat. Seandainya orang yang mempunyai khodam Malaikat itu disebut wali, maka mereka adalah waliyullah. Adapun pengembara yang pas dengan jalan yang kedua, yaitu jalan hawa nafsunya, maka mereka akan mendapatkan khodam Jin. Apabila khodam jin itu ternyata setan maka pengembara itu dinamakan walinya setan. Jadi Wali itu ada dua (1) Auliyaaur-Rohmaan (Wali-walinya Allah), dan (2) Auliyaausy-Syayaathiin (Walinya setan). Allah s.w.t menegaskan dengan firman-Nya:
اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ ءَامَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Dan orang-orang yang tidak percaya, Wali-walinya adalah setan yang mengeluarkan dari Nur kepada kegelapan. Mereka itu adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya”. (QS.al-Baqoroh.2/257)
Dan juga firman-Nya:
إِنَّا جَعَلْنَا الشَّيَاطِينَ أَوْلِيَاءَ لِلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ
“Sesungguhnya kami telah menjadikan setan-setan sebagai Wali-wali bagi orang yang tidak percaya “. (QS. Al-A’raaf; 7/27)
Seorang pengembara di jalan Allah, baik dengan dzikir maupun wirid, mujahadah maupun riyadlah, kadang-kadang dengan melaksanakan wirid-wirid khusus di tempat yang khusus pula, perbuatan itu mereka lakukan sekaligus dengan tujuan untuk berburu khodam-khodam yang diingini. Khodam-khodam tersebut dicari dari rahasia ayat-ayat yang dibaca. Semisal mereka membaca ayat kursi sebanyak seratus ribu dalam sehari semalam, dengan ritual tersebut mereka berharap mendapatkan khodamnya ayat kursi.
Sebagai pemburu khodam, mereka juga kadang-kadang mendatangi tempat-tempat yang terpencil, di kuburan-kuburan yang dikeramatkan, di dalam gua di tengah hutan belantara. Mereka mengira khodam itu bisa diburu di tempat-tempat seperti itu. Kalau dengan itu ternyata mereka mendapatkan khodam yang diingini, maka boleh jadi mereka justru terkena tipudaya setan Jin. Artinya, bukan Jin dan bukan Malaikat yang telah menjadi khodam mereka, akan tetapi sebaliknya, tanpa disadari sesungguhnya mereka sendiri yang menjadi khodam Jin yang sudah didapatkan itu. Akibat dari itu, bukan manusia yang dilayani Jin, tapi merekalah yang akan menjadi pelayan Jin dengan selalu setia memberikan sesaji kepadanya.
Sesaji-sesaji itu diberikan sesuai yang dikehendaki oleh khodam Jin tersebut. Memberi makan kepadanya, dengan kembang telon atau membakar kemenyan serta apa saja sesuai yang diminta oleh khodam- khodam tersebut, bahkan dengan melarungkan sesajen di tengah laut dan memberikan tumbal. Mengapa hal tersebut harus dilakukan, karena apabila itu tidak dilaksanakan, maka khodam Jin itu akan pergi dan tidak mau membantunya lagi. Apabila perbuatan seperti itu dilakukan, berarti saat itu manusia telah berbuat syirik kepada Allah s.w.t. Kita berlindung kepada Allah s.w.t dari godaan setan yang terkutuk.
Memang yang dimaksud khodam adalah “rahasia bacaan” dari wirid-wirid yang didawamkan manusia. Namun, apabila dengan wirid-wirid itu kemudian manusia mendapatkan khodam, maka khodam tersebut hanya didatangkan sebagai anugerah Allah s.w.t dengan proses yang diatur oleh-Nya. Khodam itu didatangkan dengan izin-Nya, sebagai buah ibadah yang ikhlas semata-mata karena pengabdian kepada-Nya, bukan dihasilkan karena sengaja diusahakan untuk mendapatkan khodam.
Apabila khodam-khodam itu diburu, kemudian orang mendapatkan, yang pasti khodam itu bukan datang dari sumber yang diridlai Allah s.w.t, walaupun datang dengan izin-Nya pula. Sebab, tanda-tanda sesuatu yang datangnya dari ridho Allah, di samping datang dari arah yang tidak disangka-sangka, bentuk dan kondisi pemberian itu juga tidak seperti yang diperkiraan oleh manusia. Demikianlah yang dinyatakan Allah s.w.t:
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا(2)وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
“Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah. Allah akan menjadikan jalan keluar baginya (untuk menyelesaikan urusannya) (2) Dan memberikan rizki kepadanya dari arah yang tidak terduga”. (QS. ath-Tholaq; 65/2-3)
Khodam-khodam tersebut didatangkan Allah s.w.t sesuai yang dikehendaki-Nya, dalam bentuk dan keadaan yang dikehendaki-Nya pula, bukan mengikuti kehendak hamba-Nya. Bahkan juga tidak dengan sebab apa-apa, tidak sebab ibadah dan mujahadah yang dijalani seorang hamba, tetapi semata sebab kehendakNya. Hanya saja, ketika Allah sudah menyatakan janji maka Dia tidak akan mengingkari janji-janji-Ny
Subscribe to:
Posts (Atom)