Pages

Tuesday, February 4, 2014

NAHDLATUL ULAMA DAN SEJARAH KEBANGSAAN


*Dirgahayu NU ke 88, 31 Januari 1926 - 31 Januari 2014*
-----------------

1. KOMITE HIJAZ SEBAGAI EMBRIO NU

KOMITE HIJAZ adalah nama sebuah kepanitiaan kecil yang diketuai oleh KH Abdul Wahab Chasbullah. Panitia ini bertugas menemui raja Ibnu Saud di Hijaz (Saudi Arabia) untuk menyampaikan beberapa permohonan.

Sejak Ibnu Saud, Raja Najed yang beraliran Wahabi, menaklukkan Hijaz (Mekkah dan Madinah) tahun 1924-1925, aliran Wahabi sangat dominan di tanah Haram. Kelompok Islam lain dilarang mengajarkan mazhabnya, bahkan tidak sedikit para ulama yang dibunuh.

Saat itu terjadi eksodus besar-besaran para ulama dari seluruh dunia yang berkumpul di Haramain, mereka pindaha atau pulang ke negara masing-masing, termasuk para santri asal Indonesia.

Dengan alasan untuk menjaga kemurnian agama dari musyrik dan bid’ah, berbagai tempat bersejarah, baik rumah Nabi Muhammad dan sahabat termasuk makam Nabi hendak dibongkar.

Dalam kondisi seperti itu umat Islam Indonesia yang berhaluan Ahlussunnah wal Jamaah merasa sangat perihatin kemudian mengirimkan utusan menemui Raja Ibnu Saud. Utusan inilah yang kemudian disebut dengan Komite Hijaz.

Semula utusan para Ulama adalah KH, R. Asnawi Kudus, namun karena beliau ketinggalan kapal dan tidak jadi berangkat, keberatan itu disampaikan melalui telegram. Dikarenakan telegram belum mendapatkan jawaban juga, akhirnya berangkatlah KH, Abdul Wahab Hasbullah sebagai utusan. Secara resmi utusan itu adalah,
1. KH, Abdul Wahab Hasbullah (Surabaya).
2. Syaikh Ghanaim al-Misri (Mesir) akhirnya diangkat sebagai Mustasyar NU.
3. KH. Dahlan Abdul Qohar (Pelajar Indonesia yang berada di Makah).

Komite Hijaz bertugas menyampaikan lima permohonan:

Pertama,
Memohon diberlakukan kemerdekaan bermazhab di negeri Hijaz pada salah satu dari mazhab empat, yakni Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali. Atas dasar kemerdekaan bermazhab tersebut hendaknya dilakukan giliran antara imam-imam shalat Jum’at di Masjidil Haram dan hendaknya tidak dilarang pula masuknya kitab-kitab yang berdasarkan mazhab tersebut di bidang tasawuf, aqoid maupun fikih ke dalam negeri Hijaz.

Kedua,
Memohon untuk tetap diramaikan tempat-tempat bersejarah yang terkenal sebab tempat-tempat tersebut diwaqafkan untuk masjid seperti tempat kelahiran Siti Fatimah dan bangunan Khaezuran dan lain-lainnya.

Ketiga,
Memohon agar disebarluaskan ke seluruh dunia, setiap tahun sebelum datangnya musim haji menganai tarif/ketentuan beaya yang harus diserahkan oleh jamaah haji kepada syaikh dan muthowwif dari mulai Jedah sampai pulang lagi ke Jedah. Dengan demikian orang yang akan menunaikan ibadah haji dapat menyediakan perbekalan yang cukup buat pulang-perginya dan agar supaya mereka tiak dimintai lagi lebih dari ketentuan pemerintah.

Keempat,
Memohon agar semua hukum yang berlaku di negeri Hijaz, ditulis dalam bentuk undang-undang agar tidak terjadi pelanggaran terhadap undang-undang tersebut.

Kelima,
Jam’iyah Nahdlatul Ulama memohon balasan surat dari Yang Mulia yang menjelaskan bahwa kedua orang delegasinya benar-benar menyampaikan surat mandatnya dan permohonan-permohonan NU kepada Yang Mulia dan hendaknya surat balasan tersebut diserahkan kepada kedua delegasi tersebut.

Utusan para ulama pesantren dengan nama Komite Hijaz itu menunai hasil gemilang, raja menjamin kebebasan ber-amaliyah dalam madzhab 4 (empat) di Tanah Haram, dan tidak ada penggusuran ma kam Nabi Muhammad Saw, dan para Shahabatnya.

Maka dapat disimpulkan bahwa Komite Hijaz yang merupakan respon kyai2 NU terhadap perkembangan dunia internasional. Berkat kegigihan para kiai yang tergabung dalam Komite Hijaz, aspirasi dari umat Islam Indonesia yang berhaluan Ahlussunnah wal Jamaah diterima oleh raja Ibnu Saud.

Sepulang dari Makah KH. Abdul Wahab Hasbullah bermaksud membubarkan Komite itu karena di anggap tugasnya sudah selesai. Tapi keinginan itu dicegah oleh KH. Hasyim Asy’ari, komite tetap ber jalan, namun dengan tugas yang baru, yaitu membentuk organisasi Nahdlatul Ulama, sebagaimana isyarat yang diberikan oleh Syaikhona Cholil yang dikirimkan melalui salah seorang santrinya, KH. R As’ad Syamsul Arifin. (baca link dibawah: rahasia dibalik lahirnya NU-translit pidatonya KH. As'ad Syamsul Arifin)

Sewaktu KH. Wahab Hasbullah akan mengumpulkan para Ulama di Surabaya, tampaknya intelejen Belanda sudah mencium tanda-tanda peristiwa besar akan terjadi di kota Surabaya. Karenanya me-reka tidak memberikan idzin pertemuan. Tetapi para Ulama tidak kehabisan cara untuk bisa mengadakan pertemuan tersebut.

Dengan alasan acara “Tahlil” dalam rangka Haul Syaikhona Cholil Bangkalan, para Ulama berkumpul di rumah KH. Ridwan Abdullah di Jl. Bubutan VI Surabaya. Diluar rumah para undangan membaca Tahlil, sedangkan di dalam rumah para Kyai menggelar pertemuan untuk mendirikan jam’iyah NU. Selesai Tahlil itulah, tepatnya pada tgl. 16-Rajab-1344 H / 31-Januari-1926 lahirlah Jam’iyah NU.


2. NASIONALISME NU BERTUMPU PADA NILAI PESANTREN

Selain motif Agama, Nahdlatul Ulama lahir karena dorongan untuk Negara Indonesia merdeka. Para Ulama berusaha membangunkan semangat Nasionalisme melalui berbagai kegiatan keagamaan dan pendidikan, yang maksud dan tujuannya untuk melepaskan belenggu penjajah yang telah berhasil mencengkeram tanah air Indonesia selama hamper tiga setengah abad.

KH. Wahab Chasbullah, tidak hanya mengasuh pesantrennya di Tambakberas, tetapi juga aktif dalam pergerakan nasional. Ia tidak tega melihat kondisi bangsanya yang mengalami kemerosotan hidup yang mendalam, kurang memperoleh pendidikan, mengalami kemiskinan serta keterbelakangan yang diakibatkan oleh penindasan dan pengisapan penjajah. (lihat~> KH. Wahab Chasbullah, pahlawan tanpa gelar: https://www.facebook.com/photo.php?fbid=618197091537596&l=23c512b44e)

Pada tahun 1916 M, KH, Wahab Hasbullah bekerjasama dengan KH. Abdul Kahar (seorang pengusaha kaya) di Surabaya dan didukung oleh masyarakat berhasil mendirikan sebuah gedung bertingkat di kampung Kawatan Gg. IV Surabaya yang ke-mudian dikenal sebagai perguruan “Nahdlatul Wathon” yang berarti “Pergerakan Tanah Air”. Sejak itu gedung ini dijadikan markas penggemblengan para pemuda, mereka di didik untuk menjadi pemuda yang berilmu dan memiliki jiwa cinta tanah air. Setiap hen dak dimulai kegiatan belajar, para murid diharuskan terlebih dahulu menyanyikan lagu perjuangan dalam bahasa Arab, yang telah digubah dalam bentuk syair oleh KH. Wahab Hasbullah sebagai berikut :

Wahai bangsaku wahai bangsaku
Cinta tanah air bagian dari iman
Cintailah tanah air ini wahai bangsaku
Jangan kalian menjadi orang terjajah
Sungguh kesempurnaan itu harus
Dibuktikan dengan perbuatan
Dan bukanlah kesempurnaan itu hanya
Berupa ucapan
………………..
Wahai bangsaku yang berfikir jernih
Dan halus perasaan
Kobarkan semangat
Jangan jadi pembosan.

lihat Youtube: http://youtu.be/VBwgxYZ8i-s

Untuk memperkuat gerakannya itu, tahun 1918 Wahab mendirikan Nahdlatut Tujjar (kebangkitan saudagar) sebagai pusat penggalangan dana bagi perjuangan pengembangan Islam dan kemerdekaan Indonesia. Kiai Hasyim Asy’ari memimpin organisiasi ini. Sementara Kiai Wahab menjadi Sekretaris dan bendaharanya. Salah seorang anggotanya adalah Kiai Bisri Syansuri. selanjutnya pada tahun 1919, Kiai Wahab mendirikan Taswirul Afkar (cakrawala pemikiran), selain tampil sebagai kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.

3. PERAN NU DALAM REVOLUSI KEMERDEKAAN

NU lahir karena niatan kuat untuk menyatukan para ulama dan tokoh-tokoh agama dalam melawan penjajahan. Semangat nasionalisme itu pun terlihat juga dari nama Nahdlatul Ulama itu sendiri yakni Kebangkitan Para Ulama. NU pimpinan Hadhratus Syaikh KH. Hasyim Asy'ari sangat nasionalis. Sebelum RI merdeka, para pemuda di berbagai daerah mendirikan organisasi bersifat kedaerahan, seperti Jong Cilebes, Pemuda Betawi, Jong Java, Jong Ambon, Jong Sumatera, dan sebagainya. Tapi, kiai-kiai NU justru mendirikan organisasi pemuda bersifat nasionalis.

Selain itu dari rahim NU lahir lasykar-lasykar perjuangan fisik, di kalangan pemuda muncul lasykar-lasykar Hizbullah (Tentara Allah) dengan panglimanya KH. Zainul Arifin seorang pemuda kelahiran Barus Sumatra Utara 1909, dan di kalangan orang tua Sabilillah (Jalan menuju Allah) yang di komandoi KH. Masykur.

Ketika Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia dibentuk tgl. 29-April-1945, KH. Ahmad Wahid Hasyim duduk sebagai salah seorang anggotanya. Begitu juga KH. Abdul Wahab Hasbullah, KH. Masykur, dan KH. Zainul Arifin.

KH. Ahmad Wahid Hasyim bergabung sebagai anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, ia tercatat sebagai salah seorang perumus dasar Negara dan turut serta sebagai penanda tangan Piagam Jakarta bersama delapan orang lainnya.

Di saat Belanda datang lagi dengan membonceng tentara Sekutu sambil mengultimatum agar pejuang Indonesia menyerah,maka PB. NU mengadakan rapat dengan semua konsulnya di seluruh Jawa, yang berlangsung di Surabaya pada tanggal : 20 Oktober 1945. Suatu keputusan yang penting dikeluarkan dari rapat tersebut berupa “RESOLUSI JIHAD” yang ringkasan isinya sebagai berikut :

1. Kemerdekaan RI yang di proklamirkan pada tgl. 17 Agustus 1945 wajib diper- tahankan.

2. Pemerintah Republik Indonesia adalah Pemerintah yang syah dan wajib dibela sekalipun dengan pengorbanan jiwa dan harta.

3. Musuh RI adalah Belanda yang membonceng tentara sekutu, dan dalam masalah tawanan perang bangsa Jepang mungkin akan membantu memberi kesempatan pada Belanda untuk menjajah kembali.

4. Umat Islam terutama warga NU wajib ‘ain hukumnya melawan Belanda dan kawan-kawannya yang hendak kembali menjajah Indonesia. Kewajiban jihad bagi kaum Muslimin yang berada dalam radius 94 km dengan musuh. Umat Islam yang berada diluar radius 94 km itu wajib membantu sahabatnya yang berjuang dalam radius tadi.

Karena resolusi Jihad itu berisi fatwa tentang kewajiban perang, maka segenap lapisan masyarakat menyatakan diri dengan setia kepada fatwa tersebut.


4. SIKAP KEMASYARAKATAN NU

Dasar-dasar pendirian faham ke-agamaan NU tersebut menumbuhkan sikap kemasyarakatan yang bercirikan kepada :

1) SIKAP TAWASUTH DAN I’TIDAL.
Sikap tengah yang berintikan kepada prinsip hidup yang menjunjung tinggi keharusan berlaku adil dan lurus di tengah-tengah kehidupan bersama. NU dengan sikap dasar ini akan selalu menjadi kelompok panutan yang bersikap dan bertindak lurus dan selalu bersifat membangun serta menghindari segala bentuk pendekatan yang bersifat Tatharruf ( ekstrim ).

2) SIKAP TASAMUH.
Sikap toleran terhadap perbedaan pandangan baik dalam masalah keagamaan, terutama hal-hal yang bersifat furu’ atau menjadi masalah khilafiyah, serta dalam masalah kemasyarakatan dan kebudayaan.

3) SIKAP TAWAZUN.
Sikap seimbang dalam berkhidmat. Menyerasikan khid- mat kepada Alloh Swt, khidmat kepada sesama manusia serta kepada lingkungan hidupnya. Menyelaraskan ke- pentingan masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang.

4) SIKAP AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR.
Selalu memiliki kepekaan untuk mendorong perbuatan yang baik, berguna dan bermanfaat bagi kehidupan ber -sama, serta menolak dan mencegah semua hal yang dapat menjerumuskan dan merendahkan nilai-nilai kehidupan.
---------------------

~di olah dari berbagai sumber

> rahasia dibalik lahirnya NU (translit pidato KH. As'ad Syamsul Arifin: https://www.facebook.com/photo.php?fbid=614086075282031&l=4a3b01a850

> Jaringan Transnasional Nahdlatul Ulama: Dari Syekh Ghanaim al-Mishri hingga Mufti Muhammad Amin al-Husaini: https://www.facebook.com/photo.php?fbid=618199641537341&l=c74d2777af

> Gus Durku.. Bung Karnoku.. Selamat jalan: https://www.facebook.com/photo.php?fbid=587583474598958&l=5b5a550a77

> perjalanan NU dari masa ke masa: http://my-dock.blogspot.com/2013/03/perjalanan-nahdlatul-ulama-dari-masa-ke.html

> Asal -usul NU; youtube: http://youtu.be/42JfxkC4Vc8 -

> NU dan Sejarah Kebangsaan; youtube: http://youtu.be/42JfxkC4Vc8

No comments:

Post a Comment