Pages

Sunday, March 2, 2014

Belajar dari Maksiat dan Pertaubatannya Nabi Adam As.

 
Kami namakan terjemahan ini dengan judul “Kasyfu as-Sattar fi Dzikri Qishshati Adam As. Abu al-Basyar” (Menyingkap Hijab, Kisah Kehidupan Nabi Adam As. Bapak Manusia). Yang mana kami nukil dari kitab Bada-i’ az-Zuhur fi Waqa-i’ ad-Duhur karya seorang ulama besar madzhab Syafi’i, al-Imam Jalaluddin Abdurrahman bin Abubakar as-Suyuthiy, atau yang biasa kita kenal dengan Imam Suyuthi.

Penting dijelaskan di sini mengenai arti “Maksiat Adam As.”. Karena seringkali disalahfami, mengingat semua para nabi adalah bersifat maksum terhindar dari dosa dan maksiat kepada Allah Swt. Tapi kenapa dalam al-Quran Nabi Adam As. disebut sebagai orang yang maksiat? Nah di sinilah perlu kejelian dan kejernihan dalam berfikir.

Ketahuilah bahwa maksiatnya Nabi Adam As. merupakan “tarbiyyatul Maula li l-‘abdi” (didikan Allah Swt. kepada Nabi Adam As.), agar kelak tidak terulangi perbuatan tersebut. Maksudnya, penyebutan “maksiat” adalah hak Pendidik (Allah Swt.) kepada yang dididiknya itu (Adam As.). Sebagai orang yang sama-sama sebagai “yang dididik”, tidak memiliki hak apapun untuk berlaku sebagaimana pendidik. Adam As. dikatakan telah melakukan maksiat, itu hak Allah Swt. sebagai Tuhannya. Tiada lain sebagai bahan pembelajaran bagi kita yang tidak mungkin lepas dari salah dan dosa.

Manusia itu tidak diciptakan untuk menjadi penduduk surga. Sejak awal sebelum Nabi Adam As. diciptakan, Tuhan sudah berfirman kepada para malaikat bahwa Dia hendak menciptakan manusia yang menjadi khalifah (wakil Tuhan) di bumi. Makan buah terlarang atau tidak, cepat atau lambat, Nabi Adam As. pasti juga akan diturunkan ke bumi untuk menjalankan tugas dariNya, yaitu memakmurkan bumi.

Ada yang mengatakan bahwa menyandang tugas wakil Tuhan kok setelah Nabi Adam gagal, setelah tidak lulus ujian, termakan godaan Iblis? Justru inilah intinya. Kemuliaan manusia itu tidak diukur dari apakah dia bersih dari kesalahan atau tidak. Yang penting itu bukan melakukan kesalahan atau tidak melakukannya, tapi bagaimana bereaksi terhadap kesalahan yang dilakukan. Manusia itu pasti pernah keliru dan salah, Tuhan tahu itu. Tapi meski demikian nyatanya Allah memilih Nabi Adam As., bukan malaikat.”

Bukan berarti kita boleh melakukan kesalahan, akan tetapi kita tidak bisa meminta orang untuk tidak melakukan kesalahan. Kita hanya bisa meminta mereka untuk berusaha tidak melakukan kesalahan. Namanya usaha, kadang berhasil kadang tidak.

Nabi Adam As. dengan Siti Hawa bisa dikatakan “gagal” sekaligus “berhasil”. Nabi Adam dan Siti Hawa melanggar aturan, itu artinya gagal. Tapi mereka berdua kemudian menyesal dan minta ampun. Penyesalan dan mau mengakui kesalahan serta menerima konsekuensinya (dikeluarkan dari surga), adalah keberhasilan.

Karena menyesal, Nabi Adam dan Siti Hawa meraih pertaubatan dari Allah dan dijadikanNya sebagai khalifah. Bandingkan dengan Iblis, meski sama-sama diusir dari surga tapi karena tidak taubat dia terkutuk sampai hari kiamat. Melakukan kesalahan itu manusiawi. Yang tidak manusiawi, ya yang Iblisi, kalau sudah salah tapi tidak mau mengakui kesalahannya justru malah merasa benar sendiri sehingga menjadi sombong. Iblis sombong, menyepelekan orang lain dan memonopoli kebenaran.

Lihatlah para shalihin dalam menykapi kesalahan dan dosa mereka. Mereka menangisi kesalahan dan dosa mereka seraya memohon ampun kepada Allah Swt., persis menteladani apa yang dilakukan oleh Nabi Adam As. Pernah terjadi sebuah dialog antara Salim (mantan budaknya Muhammad bin Ka’ab) dan Khalifah Umar bin Abdul Aziz Ra. Khalifah Umar berkata: “Aku telah banyak diuji dengan jabatan khalifah ini. Demi Allah, aku sangat takut kelak tidak akan berhasil mempertanggungjawabkannya.”

Kemudian Salim berkata: “Selama Anda seperti yang telah Anda ucapkan, maka itu adalah keberhasilan Anda. Jika tidak, maka ada hal yang perlu Anda takutkan.”

Khalifah Umar berkata: “Wahai Salim berilah aku nasihat!”

Salim menjawab: “Nabi Adam hanya melakukan satu kesalahan hingga diusir dari surga. Sementara Anda melakukan banyak kesalahan dan berharap bisa masuk surga.”

Alhasil, kalau kita bermaksiat dengan alasan Nabi Adam juga bermaksiat, maka contohlah juga pertaubatannya Nabi Adam As. Sekarang bagaimanakah dengan kita? Seberapa jauh kita menyikapi kesalahan dan dosa kita?

Daftar Isi:

1.    Kata Pengantar
2.    Awal Mula Ditugaskannya Izrail As. Sebagai Malaikat Maut
3.    Terciptanya Manusia Sejak Awal Memang Ditakdirkan Sedih Lebih Banyak dari Senangnya
4.    Iblis Merasuki Seluruh Anggota Tubuh Adam As. Saat Diciptakan Kecuali Hati
5.    Ruh Pun Menolak untuk Masuk Saat Penciptaan Adam As.
6.    Nabi Adam As. Adalah Orang yang Pertamakali Berkhutbah Jum’at
7.    Iblis Adalah Azazil, Hamba Allah yang Paling Banyak Beribadah
8.    Ketika Adam As. Melepas Masa Lajangnya
9.    Meriahnya Perkawinan Adam As. dengan Siti Hawa
10.    Bulan Madu Nabi Adam As. dengan Siti Hawa
11.    Trik Iblis Mengelabuhi Nabi Adam As. dan Siti Hawa
12.    Dedaunan yang Berjasa Menutupi Nabi Adam As. dan Siti Hawa dari Telanjang
13.    Nasib Nabi Adam As. dan Siti Hawa Setelah Diturunkan ke Bumi
14.    Permulaan Nabi Adam As. Mendiam di Bumi
15.    Nabi Adam As. dan Siti Hawa Mendapatkan Pelajaran dari Jibril As.
16.    Pertaubatan Nabi Adam As. dan Tawassulnya dengan Nabi Muhammad Saw.
17.    Nabi Adam As. Menerima 21 Shuhuf (Kitab Suci)
18.    Kehamilan Siti Hawa dan Jumlah Anak-anaknya
19.    Awal Mula Terjadinya Pertengkaran Pada Anak Cucu Adam As.
20.    Penutup

 
Download Kasyfu as-Sattar fi Dzikr Qishshati Adam As. Abu al-Basyar di sini: Kasyfus_Sattar
Kitabnya bisa dibaca di sini: Bada-i’uz_Zuhur

Sya’roni As-Samfuriy, Cilangkap Jaktim 28 Februari 2014

Sumber: Muslim Media News

No comments:

Post a Comment