Pages

Sunday, March 30, 2014

Menelusuri Akidah Sang Pembaharu (KH Ahmad Dahlan)


KH Ahmad Dahlan sebagai ulama, intelektual yang memiliki wawasan kebangsaan yang luar di anggab sebagai sang Mujaddid (pembaharu). Gagasan-gagasan KH Ahmad Dahlan di anggab oleh sebagian orang-orang Muhammadiyah sebagai sesuatu yang memberikan pencerahan, yaitu usaha kembali memurnikan ajaran islam. Sebab, akidah umat islam nusantara, khususnya tanah Jawa tidak sesuai dengan akidah, terkontaminasi dengan TBC (Tahayyul, Bidah, dan Khurafat). Inilah yang menjadi alasan kalangan pengikut Muhammadiyah, sehingga umat Islam nusantara perlu diluruskan.


Jika dikaji dan ditelurusi lebih dalam, ternyata akidah KH Ahmad Dahlan itu sama dengan keyakinan guru-gurunya, seperti Syekh Sholih Darat, Sayyed Abu Bakar Shata, Syekh Ahmad Khotib Minangkabawi. Apalagi, buku tulisan tangan Arab Pego KH Ahmad Dahlan juga mengisaratkan kalau beliau ber-akidah Al-Syairoh dan Maturidiyah. Begitu juga dengan karya-karya ulama klasik, seperti Syekh Sirajudin Abbas, juga juga mengisaratkan bahwa akidah dan madhab KH Ahmad Dahlan itu sama dengan guru-gurunya. Bahkan, madzhab fikih beliau juga jelas mengikuti Imam Syafii.


Apalagi kitab-kitab manuskprip (tulisan tangan KH Ahmad Dahlan) masih ada, dan bisa di baca hingga saat ini. Itu bisa menjadi bukti otentik, bahwa KH Ahmad Dahlan itu akidahnya Al-Syairoh dan Maturidiyah, sedangkan Madzhabnya mengikuti Imam Al-Syafii. Dengan begitu, anggapan bahwa akidahnya KH Ahmad Dahlan itu selaras dengan Syekh Abduh, Syekh Abdul Wahhab, Ibn Taimiyah, dan Ibn Qoyyim Al-Jaziyah bisa dipatahkan. semua itu terkesan di paksakan, agar supaya tersa berbeda dengan gerakan Nahdiyah (NU).

Jika KH Ahmad Dahlan (Muhammadiyah) di anggap mengikuti pemikiran Abduh, yang menurut kajian Harun Nasution adalah ‘’neo-Mu’tazilah’’.[1] Anggapan ini salah kaprah, bahkan terkesan mengada-ngada, dalam istilah bahasa Arab disebut dengan Bidah Pemikiran Muhammadiyah. Arbiyah Lubis dalam disertasinya membuktikan, bahwa sepanjang persoalan teologi (akidah), Muhammadiyah tidaklah mengikuti Abduh sama sekali (Syafii Maarif:13). Lubis berkesimpulan bahwa tidak ada kesamaan di antara keduanya.


Muhammad Abduh bersifat rasional yang lebih dekat dengan Mu’tazilah, sedangkan teologi KH Ahmad Dahlan (Muhammadiyah) bersifat tradisonal, lebih dekat dengan teologiAsy’ariyah.[2] Dengan demikian, antara Muhammadiyah dan Nahdhotul Ulama’ itu memiliki kesamaan di dalam masalah akidah (teologi).


Apalagi jika melihat beberapa kitab Himpunan Putusan Madjlis Tardjih Muhammadiyah, thn, 1968-1969. Dalam kitab tersebut, Madjlis Tardjih Muhammadiyah mengambil dan menukil salah nama ulama besar yang ber-teologi Asya’riyah, yaitu Syekh Abu Mansur Al-Bagdadi.[3] Dalam catatan Putusan Dewan Tardjih Muhammadiya di tulis:’’Berkata Abu Mansur Bagdadi di dalam kitab Al-Farqu baina Al-Firoq, muka (6).[4] Lebih lanjut lagi dijelaskan bahwa Nabi SAW mengatakan:’’sesungguhnya orang-orang Bani Israil itu telah telah berpecah belah menjadi 71 golongan, dan umatku nanti akan berpecah belah menjadi 72 golongan, kesemuanya itu dalam Neraka, kecuali satu golongan’’.[5]


Antara informasi yang berkembang dan realitas dalam tulisan KH Ahmad Dahlan tidak sesuai. Dengan demikian, ada orang-orang terntentu atau usaha secara tersembunyi yang di lakukan secara sengaja merubah ajaran KH Ahmad Dahlan serta tata cara ibadahnya (Madzhab). Tujuan utamanya ialah karena ada unsur politik, artinya jangan sampai antara KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asaary bersatu. Sebab, persatuan antara dua kekuatan islam yang besar itu bisa menjadikan Indonesia menggunakan syariat islam.


Dengan begitu, bagaimana supaya dua kekuatan Nahdhatul Ulama dan Muhammadiyah tetap terkesan berbeda dan bersembarangan akidah dan tata cara ibadahnya. Khususnya masalah amaliyah ubudiyah sehari-hari. Qunut, Dua Adzan Jumat, bacaan basamlah dalam surat Al-Fatihah, sholat Tarawih 20 rakaat, ziarah kubur, tahlilan, dan istighosahan. Padahal, KH Ahmad Dahlan melakukanya, sementara para pengikutnya justru menganggab itu semua bidah (mengada-ngada) alias tersesat.


Rupanya, golongan tertentu itu sengaja melesrtarikan peberbedaan itu, dengan tujuan agar supaya kedua kelompok it terus bertengkar dan selamanya bersebarangan. Sebab, jika kedua kelompok, antara Muhammadiyah (KH Ahmad Dahlan) dan KH Hasyim Asaary (Nahdhatul Ulama’) itu bersatu, maka kekuatan islam di negeri ini akan kuat dan tidak mungkin dikalahkan oleh kekuatan politik mana-pun. Sebisanya mungkin, antara gagasan KH Ahmad Dahlan dan Gagasan KH Hasyim Asaary terus menerus diangkat agar para pengikutnya semakin panas, kemudian saling bertikai (www.wisatahaji.com). Ringkasan dari naskah Membumikan Gagasan KH Ahmad Dahlan yang di Tulis oleh Abdul Adzim Irsad


[1] . Syafii Maarif. Dr. 2000. Hubungan Muhammadiyah dan Negara: Tinjauan Telogis. Yang di tulis dalam buku Rekontruksi Gerakan Muhammadiyah pada Era Multiperadaban (UII Press-Jokjakarta) hlm 13


[2] . Syafii Maarif. Dr. 2000. Hubungan Muhammadiyah dan Negara: Tinjauan Telogis. Yang di tulis dalam buku Rekontruksi Gerakan Muhammadiyah pada Era Multiperadaban (UII Press-Jokjakarta) hlm 13


[3] . Abu Mansur Abd Qahir bin Tahir Al-Baghdadi (m.429/1037). Beliau salah satu dari sekian ulama yang ber-teologi Al-Asyairah yang membela sunnah Rosulullah SAW atas serangan-serangan Mu’tazilah dan Syiah.


[4] . Himpunan Putusan Madjils Tardjih Muhammadiyah.1969. Ditanfidzkan dan diterbitkan oleh Pimpinan Pusat Muahammadiyah) hlm 21


[5] (HR Tirmidzi).

No comments:

Post a Comment