Pages

Tuesday, January 25, 2011

Harga Sebuah Loyalitas

 “keberatan! Klien saya tidak bersalah. Tidak sepantasnya Bapak Hakim yang mulia mempercayai perkataan bohong dan palsu yang yang diucapkan saksi tolol itu. Bapak harus tegas. Bantu klien saya dong!”
 “diharap tenang!”

 “wanita ini tidak bersalah, Pak Hakim. Mana mungkin dia tega melakukan pembunuhan berencana terhadap anaknya sendiri? Mana ada seorang ibu yang tega seperti itu? Lihat muka tak berdosa ini Pak, lihat!!”

 Hakim itu berdiri. “apabila anda masih bicara keras dan seolah mendiskreditkan penilaian saya  seperti ini, silakan keluar dari ruang sidang!”

 Ruangan hening. Hawa panas berbalut ketegangan terasa sekali di sini. Sebentar lagi Hakim akan membacakan keputusannya.

 “berdasarkan bukti-bukti yang ada dan bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya, pembunuhan atas seorang anak bernama Marta ini mengarah jelas kepada Sulastri, ibu kandungnya sendiri. Mengacu kepada bukti yang ada dan atas nama hukum yang harus kita junjung tinggi di atas semua kepentingan pribadi kita, maka ibu Sulastri dengan ini saya nyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman mati!”  Palupun diketok.

 Seisi ruangan heboh. Ada pihak yang tersenyum, ada pihak yang berteriak-teriak menyatakan ketidakterimaannya. Terdakwa pingsan.

 Aku menuliskan seluruh adegan yang terjadi dalam ruangan ini dengan perasaan tidak menentu. Kulihat ada rembesan air mata getir di pipi pak hakim. Apa yang ada dalam pikirannya saat ini ya?  Baru saja kehilangan putri satu-satunya, dan sebentar lagi 2 anak lelakinya akan kehilangan Ibunya. Terdakwa hukuman mati itu.

 Sungguh tak terbayang olehku....

  

HUKUMAN MATI. Palu diketok. Ada airmata di pelupuk mata hakim itu. Anaknya akan segera menjadi piatu.... @fiksimini

No comments:

Post a Comment