Pages

Tuesday, January 25, 2011

Standard Operating Procedure


Dadaku berdesir. Nafasku naik turun tak beraturan. Bisa kurasakan udara masuk dan keluar seperti tercekik di kerongkongan. Aku nervous, grogi, ragu-ragu, takut, deg-degan. Aaaaargh, sial!!

 Ini kali pertama aku akan melakukan hal ini, hal tercela ini. Membunuh!

 Laki-laki itu diam. Pandangannya memohon belas kasihan dariku. Nafasnya tak berirama, seperti nafasku juga. Mulutnya tak bisa bicara, karena kusumpal dengan kain kumal yang sebelumnya sudah kukencingi. Mampus kau, wahai pembunuh!!

 Laki – laki itu tak sadar, dialah orang yang bertanggungjawab atas hilangnya nyawa Ibuku. Aku sudah tak setuju Ibu memasak menggunakan gas. Menurutku berbahaya seorang wanita tua renta harus bersentuhan dengan alat yang mempunyai Standard Operational Procedure dan bersentuhan dengan bahaya itu. Gara-gara orang ini, Ketua Rukun Tetangga di kampungku ini, Ibu jadi terpengaruh, dan akhirnya tewas terpanggang api di dapur bersama seluruh isi rumah dan kenangan manis pahit kami.

 Tak apalah masuk neraka. Demi membela hatikuyang merana kehilangan cinta. Kuberanikan diri untuk menarik kokang pistol rakitan murah meriah itu. Ya Tuhan, ampuni aku untuk hal ini. Kukecup rasa nekatku dan kutarik pelatuknya....

 Tak terjadi apa-apa. Pistol itu macet!

 Entah tolol atau bagaimana, yang jelas aku melihat bayangan ibu tersenyum, tepat setelah laki-laki bangsat itu lari tunggang-langgang saat kulepaskan....



 AMATIR. Pembunuhan pertamaku. Dendam selama bertahun tuntas hari ini. Ku tarik pelatuk. Sial, macet!!  @fiksimini

No comments:

Post a Comment