Pages

Tuesday, December 31, 2013

[ Islam Modernis, Tradisionalis, dan Wahhabi ]

(Sepenggal Sejarah)

Semenjak Perang Dunia I berakhir, Daulat Turki Usmani yg dipandang sebagai khalifah termasuk oleh kaum Muslimin Indonesia, diperebutkan oleh kaum nasionalis Turki pada tahun 1922 yang dipimpin Musthafa Kemal Pasha dengan menghapus kekuasaan Sultan menjadi negera Republik.

Perkembangan ini menimbulkan kebingungan pada umat Islam yg mulai berpikir untuk membentuk suatu khilafah baru. Masyarakat Islam Indonesia juga merasa ikut bertanggung jawab untuk menyelesaikan masalah tersebut, melalui Kongres Khilafah di Mesir pada Maret 1924. Sebagai sambbutan, umat Islam Indonesia diwakilii ormas Islam membentuk Komite Khilafah di Surabaya pada tanggal 4 Oktober 1924 dengan;

- Wondoamiseno (Sarekat Islam) sebagai Ketua

- KH. A. Wahab Chasbullah sebagai Wakil.


Akan tetapi, Kongres Khilafah di Mesir ditunda karena perhatian umat Islam tertuju perkembangan dimana Raja Ibnu Saud dan Tentara Wahhabi mengusir Syarif Husein dari Mekkah tahun 1924. Segera setelah itu, pemimpin Wahabi itu mulai melakukan pembersihan praktek-praktek agama sesuai dengan faham mereka seperti;

-Memangkas makam Nabi dan para sahabat,

-Membangun Kuburan,

-Membaca Do’a bersama,

-Ajaran ber-Mazhab,

-Termasuk tradisi yang menggurat di Mekkah dan Madinah.


Tindakan ini mendapat sambutan baik dari Islam modernis di Indonesia, dan mendapat penolakan kalangan tradisionalis.
Akhirnya Kyai Wahab mengambil inisiatif mengadakan rapat dengan sejumlah ulama senior dan sepakat mendirikan Komite Hijaz yang kemudian diubah namanya menjadi Nahdlatul Ulama beranggotakan:
 
1. K.H Hasyim Asyari
2. K.H Bisri Syansuri
3. K.H. Ridlwan Abdullah,
Dan sebagainya..


Untuk mengirimkan delegasi langsung menghadap kepada Raja Ibnu Saud yang diantaranya berisikan;

-Ajaran mazhab empat dihormati dan kebebasan untuk melakukan praktek peribadatan lain(Raja menerima usul tsb meski yg terakhir tidak ada jawaban jelas)

-Prinsip para ulama berpegang pada kaidah “al-muhafazhah ‘ala qadim al-shalih wa al-akhdzu bil jaded al-ashlah” (menjaga kesinambungan tradisi lama yg baik, dan mengambil tradisi baru yg baik)\

-Mengkaji kitab2 klasik untuk diketahui apakah termasuk kitab dari Ahlus Sunah Wal Jamaah atau Ahli Bid’ah
Dan sebagainya..

(dikutip dari berbagai sumber)
Sumber lainnya..

No comments:

Post a Comment