Usaha dalam segala untuk mendapat sebuah hasil
itu wajib. Ikhtiar merupakan upaya bebas untuk mencari jalan yang
terbaik. Tetapi hasil dari usaha itu sendiri merupakan sebuah keputusan Allah secara mutlak. Perihal ini penting kiranya untuk diperhatikan.
Pertama, segala bentuk ikhtiar harus diniatkan semata karena
menjalankan syariat. Kedua, hasil dari segala bentuk upaya mesti
diserahkan hanya kepada Allah. Allah pasti memberikan yang layak bagi
usaha hamba-Nya.
Kewajiban ikhtiar dan kepasrahan hati kepada
Allah merupakan titik keseimbangan antara kemampuan dan keterbatasan
manusia. Ajaran ahlussunah ini menempatkan manusia dalam kodratnya.
Manusia didorong untuk memaksimalkan kemampuan pada dirinya di satu
segi. Di lain segi, manusia juga dipaksa menyadari keterbatasan dirinya.
Dengan demikian, ia menjadi optimis dalam kehidupan. Di lain sisi, ia
juga tidak menyombongkan diri atas segala kemampuannya. Dari situ, ia
telah menjalankan kewajiban ikhtiar tanpa mengesampingkan kehadiran
Allah dalam dirinya.
Karenanya, seorang hamba perlu
menyandarkan kepasrahan dirinya kepada Allah SWT semata. Ia tidak boleh
berharap dan takut kepada siapapun selain Allah SWT. Dalam kitab Fahtul
Majid, Syekh Nawawi Banten mengutip cerita pelajaran dari Nabi Musa As.
Suatu hari, kata Syekh Nawawi, Nabi Musa As mengadukan derita sakit
giginya kepada Allah. Lalu Allah memerintahkan untuk mengambil beberapa
helai rumput di suatu tempat.
“Letakkan rumput itu pada gigimu yang nyeri,” kata Allah.
Seketika sakit giginya reda.
Setelah beberapa waktu berlalu, sakit giginya kembali kambuh. Tanpa
mengadu kepada-Nya, Nabi Musa menuju padang rumput yang pernah didatangi
beberapa masa silam. Lalu ia mengobati giginya dengan rumput seperti
praktik yang pernah dilakukannya. Bukannya sembuh, sakit giginya semakin
menjadi.
فقال إلهى ألست أمرتنى بهذا ودللتنى عليه فقال تعالى
أنا الشافى وأنا المعافى وأنا الضار وأنا النافع قصدتنى فى المرة الأولى
فأزلت مرضك والآن قصدت الحشيشة وما قصدتنى
“Nabi Musa As lalu
bermunajat, ‘Tuhanku, bukankah Kau memerintahkanku dan menunjukkanku
untuk ini?’ Lalu Allah Swt menjawab, ‘Akulah penyembuh. Akulah pemberi
kebaikan. Akulah yang mendatangkan mudlarat. Aku pula yang mendatangkan
kemaslahatan. Pada sakitmu yang pertama, kau mendatangi-Ku. Karenanya,
Kusembuhkan penyakitmu. Tetapi kali ini, kau langsung mendatangi rumput
itu, bukan mendatangi-Ku.’” Wallahu A’lam.
Penulis: Alhafiz Kurniawan
sumber: nu.or.id
No comments:
Post a Comment