Mari kita berdiskusi, bukan berdebat..
Artikel
ini mencoba membongkar kesesatan (bid’ah aqidah) ajaran Wahabi yang
membagi Tauhid kepada 3 bagian: tauhid uluhiyyah, tauhid rububiyyah, dan
tauhid asma wa sifat. Aqidah rekayasa mereka ini adalah Bid’ah Sesat.
Umat Islam sudah waktunya mengetahui pemahaman tauhid yang diajarkan
Allah dan Rasul-NYA Muhammad Saw.
Di artikel ini akan dibuktikan bahwa pembagian tauhid menjadi tiga
bagian tersebut bukan ajaran Islam, sebab Allah dan Rasul-NYA tidak
pernah mengajarkan tauhid model yang diajarkan di kalangan kaum Wahabi
ini. Begitu juga para Sahabat Nabi tidak ada satu pun yang mengajarkan
“tauhid tiga” tersebut.
Tauhid /aqidah adalah masalah ushul,
wajib berdasar dalil Qoth’i (pasti), jika selama ini kaum Wahabi meminta
dalil Qoth’i untuk urusan ibdah ghoiru mahdhoh semisal Tahlilan,
Yasinan, Maulidan, lebih-lebih untuk tauhid / aqidah seharusnya mereka
juga mempertanyakan apa dalil Qoth’i yang menjadi dasar pembagian
tauhid. Tentunya karena Tauhid / aqidah adalah dasar di mana
ibadah-ibadah kita dikerjakan di atasnya. Jika pemahaman tauhid salah
maka bagaimana nilai ibadahnya. Seharusnya ini jadi urgensi yang wajib
mereka pertanyakan pula. Selain itu tentunya, efek samping dari ajaran
“tauhid tiga” yang batil ini hanya akan menimbulkan fitnah di tengah
Umat Islam. Seperti kita ketahui bersama, tauhid tiga ajaran Wahabi
ujung-ujungnya hanya bermaksud untuk menuduh bahkan mem-vonis kaum
beriman sebagai musyrik. Na’udzu billah min dzaalik!
Pendapat
kaum Wahabi yang membagi tauhid kepada tiga bagian: tauhid Uluhiyyah,
tauhid Rububiyyah, dan tauhid al-Asma’ Wa ash-Shifât adalah bid’ah batil
yang menyesatkan. Pembagian tauhid seperti ini sama sekali tidak
memiliki dasar, baik dari al-Qur’an, hadits, dan tidak ada seorang pun
dari para ulama Salaf atau seorang ulama saja yang kompeten dalam
keilmuannya yang membagi tauhid kepada tiga bagian tersebut. Pembagian
tauhid kepada tiga bagian ini adalah pendapat ekstrim dari kaum
Musyabbihah masa sekarang, mereka mengaku datang sebagai penegak Tauhid
untuk memberantas bid’ah namun sebenarnya mereka adalah orang-orang yang
membawa bid’ah.
Di antara dasar yang dapat membuktikan kesesatan pembagian tauhid ini adalah sabda Rasulullah:
أمِرْتُ أنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتىّ يَشْهَدُوْا أنْ لاَ إلهَ إلاّ
اللهُ وَأنّيْ رَسُوْل اللهِ، فَإذَا فَعَلُوْا ذَلكَ عُصِمُوْا مِنِّي
دِمَاءَهُمْ وأمْوَالَهُمْ إلاّ بِحَقّ (روَاه البُخَاريّ)
“Aku
diperintah untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak
ada Tuhan (Ilâh) yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa saya
adalah utusan Allah. Jika mereka melakukan itu maka terpelihara dariku
darah-darah mereka dan harta-harta mereka kecuali karena hak”. ( HR
al-Bukhari ).
Dalam hadits ini Rasulullah tidak membagi tauhid
kepada tiga bagian, beliau tidak mengatakan bahwa seorang yang
mengucapkan “Lâ Ilâha Illallâh” saja tidak cukup untuk dihukumi masuk
Islam, tetapi juga harus mengucapkan “Lâ Rabba Illallâh”. Tetapi makna
hadits ialah bahwa seseorang dengan hanya bersaksi dengan mengucapkan
“Lâ Ilâha Illallâh”, dan bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan
Allah maka orang ini telah masuk dalam agama Islam. Hadits ini adalah
hadits mutawatir dari Rasulullah, diriwayatkan oleh sejumlah orang dari
kalangan sahabat, termasuk di antaranya oleh sepuluh orang sahabat yang
telah medapat kabar gembira akan masuk ke surga. Dan hadits ini telah
diriwayatkan oleh al-Imâm al-Bukhari dalam kitab Shahih-nya.
Tujuan kaum Musyabbihah membagi tauhid kepada tiga bagian ini adalah
tidak lain hanya untuk mengkafirkan / memusyrikkan orang-orang Islam
ahli tauhid yang melakukan tawassul dengan Nabi Muhammad, atau dengan
seorang wali Allah dan orang-orang saleh. Mereka mengklaim bahwa seorang
yang melakukan tawassul seperti itu tidak mentauhidkan Allah dari segi
tauhid Uluhiyyah. Demikian pula ketika mereka membagi tauhid kepada
tauhid al-Asma’ Wa ash-Shifat, tujuan mereka tidak lain hanya untuk
mengkafirkan orang-orang yang melakukan takwil terhadap ayat-ayat
Mutasyâbihât. Oleh karenanya, kaum Musyabbihah ini adalah kaum yang
sangat kaku dan keras kepala dalam memegang teguh zhahir teks-teks
Mutasyâbihât dan sangat “alergi” terhadap takwil. Bahkan mereka
mengatakan: “al-Mu’aw-wil Mu’ath-thil”; artinya seorang yang melakukan
takwil sama saja dengan mengingkari sifat-sifat Allah. Na’ûdzu Billâh.
Dengan hanya hadits shahih di atas, cukup bagi kita untuk menegaskan
bahwa pembagian tauhid kepada tiga bagian di atas adalah bid’ah batil
yang dikreasi oleh orang-orang yang mengaku memerangi bid’ah yang
sebenarnya mereka sendiri ahli bid’ah. Bagaimana mereka tidak disebut
sebagai ahli bid’ah, padahal mereka membuat ajaran tauhid yang sama
sekali tidak pernah dikenal oleh orang-orang Islam?! Di mana logika
mereka, ketika mereka mengatakan bahwa tauhid Uluhiyyah saja tidak
cukup, tetapi juga harus dengan pengakuan tauhid Rububiyyah?! Bukankah
ini berarti menyalahi hadits Rasulullah di atas?! Dalam hadits di atas
sangat jelas memberikan pemahaman kepada kita bahwa seorang yang
mengakui ”Lâ Ilâha Illallâh” ditambah dengan pengakuan kerasulan Nabi
Muhammad maka cukup bagi orang tersebut untuk dihukumi sebagai orang
Islam. Dan ajaran inilah yang telah dipraktekan oleh Rasulullah ketika
beliau masih hidup.
Apa bila ada seorang kafir bersaksi dengan
”Lâ Ilâha Illallâh” dan ”Muhammad Rasûlullâh” maka oleh Rasulullah orang
tersebut dihukumi sebagai seorang muslim yang beriman. Kemudian
Rasulullah memerintahkan kepadanya untuk melaksanakan shalat sebelum
memerintahkan kewajiban-kewajiban lainnya; sebagaimana hal ini
diriwayatkan dalam sebuah hadits oleh al-Imâm al-Bayhaqi dalam Kitâb
al-I’tiqâd. Sementara kaum Musyabbihah di atas membuat ajaran baru;
mengatakan bahwa tauhid Uluhiyyah saja tidak cukup, ini sangat nyata
telah menyalahi apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah. Mereka tidak
paham bahwa ”Uluhiyyah” itu sama saja dengan ”Rububiyyah”, bahwa ”Ilâh”
itu sama saja artinya dengan ”Rabb”.
Kemudian kita katakan pula
kepada mereka; Di dalam banyak hadits diriwayatkan bahwa di antara
pertanyaan dua Malaikat; Munkar dan Nakir yang ditugaskan untuk bertanya
kepada ahli kubur adalah: ”Man Rabbuka?”. Tidak bertanya dengan ”Man
Rabbuka?” lalu diikutkan dengan ”Man Ilahuka?”. Lalu seorang mukmin
ketika menjawab pertanyaan dua Malaikat tersebut cukup dengan hanya
berkata ”Allâh Rabbi”, tidak harus diikutkan dengan ”Allâh Ilâhi”.
Malaikat Munkar dan Nakir tidak membantah jawaban orang mukmin tersebut
dengan mengatakan: ”Kamu hanya mentauhidkan tauhid Rububiyyah saja, kamu
tidak mentauhidkan tauhid Uluhiyyah !”. Inilah pemahaman yang dimaksud
dalam hadits Nabi tentang pertanyaan dua Malaikat dan jawaban seorang
mukmin dikuburnya kelak. Dengan demikian kata ”Rabb” sama saja dengan
kata ”Ilâh”, demikian pula ” tauhid Uluhiyyah ” sama saja dengan ”tauhid
Rubûbiyyah”.
Dalam kitab Mishbâh al-Anâm, pada pasal ke dua, karya al-Imâm Alawi ibn Ahmad al-Haddad, tertulis sebagai berikut:
”Tauhid Uluhiyyah masuk dalam pengertian tauhid Rububiyyah dengan dalil
bahwa Allah telah mengambil janji (al-Mîtsâq) dari seluruh manusia anak
cucu Adam dengan firman-Nya ”Alastu Bi Rabbikum?” Ayat ini tidak
kemudian diikutkan dengan ”Alastu Bi Ilâhikum?” Artinya; Allah
mencukupkannya dengan tauhid Rububiyyah, karena sesungguhya sudah secara
otomatis bahwa seorang yang mengakui ”Rubûbiyyah” bagi Allah maka
berarti ia juga mengakui ”Ulûhiyyah” bagi-Nya. Karena makna ”Rabb” itu
sama dengan makna ”Ilâh”. Dan karena itu pula dalam hadits diriwayatkan
bahwa dua Malaikat di kubur kelak akan bertanya dengan mengatakan ”Man
Rabbuka?”, tidak kemudian ditambahkan dengan ”Man Ilâhuka?”. Dengan
demikian sangat jelas bahwa makna tauhid Rubûbiyyah tercakup dalam makna
tauhid Uluhiyyah.
Di antara yang sangat mengherankan dan
sangat aneh adalah perkataan sebagian pendusta besar terhadap seorang
ahli tauhid; yang bersaksi ”Lâ Ilâha Illallâh, Muhammad Rasulullah”, dan
seorang mukmin muslim ahli kiblat, namun pendusta tersebut berkata
kepadanya: ”Kamu tidak mengenal tahuid. Tauhid itu terbagi dua; tauhid
Rububiyyah dan tauhid Uluhiyyah. Tauhid Rububiyyah adalah tauhid yang
telah diakui oleh oleh orang-orang kafir dan orang-orang musyrik.
Sementara tauhid Uluhiyyah adalah adalah tauhid murni yang diakui oleh
orang-orang Islam. Tauhid Uluhiyyah inilah yang menjadikan dirimu masuk
di dalam agama Islam. Adapun tauhid Rububiyyah saja tidak cukup”. Ini
adalah perkataan orang sesat yang sangat aneh. Bagaimana ia mengatakan
bahwa orang-orang kafir dan orang-orang musyrik sebagai ahli tauhid ?!
Jika benar mereka sebagai ahli tauhid tentunya mereka akan dikeluarkan
dari neraka kelak, tidak akan menetap di sana selamanya, karena tidak
ada seorangpun ahli tauhid yang akan menetap di daam neraka tersebut
sebagaimana telah diriwayatkan dalam banyak hadits shahih. Adakah kalian
pernah mendengar di dalam hadits atau dalam riwayat perjalanan hidup
Rasulullah bahwa apa bila datang kepada beliau orang-orang kafir Arab
yang hendak masuk Islam lalu Rasulullah merinci dan menjelaskan kepada
mereka pembagian tauhid kepada tauhid Uluhiyyah dan tauhid Rububiyyah?!
Dari mana mereka mendatangkan dusta dan bohong besar terhadap Allah dan
Rasul-Nya ini?!
Padahal sesungguhnya seorang yang telah
mentauhidkan ”Rabb” maka berarti ia telah mentauhidkan ”Ilâh”, dan
seorang yang telah memusyrikkan ”Rabb” maka ia juga berarti telah
memusyrikan ”Ilâh”. Bagi seluruh orang Islam sudah pasti berkeyakinan
bahwa tidak ada yang berhak disembah oleh mereka kecuali ”Rabb” yang
juga ”Ilâh” mereka. Maka ketika mereka berkata ”Lâ Ilâha Illallâh”;
bahwa hanya Allah Rabb mereka yang berhak disembah; artinya mereka
menafikan Uluhiyyah dari selain Rabb mereka, sebagaimana mereka
menafikan Rubûbiyyah dari selain Ilâh mereka. Mereka menetapkan
ke-Esa-an bagi Rabb yang juga Ilâh mereka pada Dzat-Nya,
Sifat-sifat-Nya, dan pada segala perbuatan-Nya; artinya tidak ada
keserupaan bagi-Nya secara mutlak dari berbagai segi”.
(Masalah): Para ahli bid’ah dari kaum Musyabbihah biasanya berkata:
”Sesungguhnya para Rasul diutus oleh Allah adalah untuk berdakwah kepada
umatnya terhadap tauhid Uluhiyyah; yaitu agar mereka mengakui bahwa
hanya Allah yang berhak disembah. Adapun tauhid Rububiyyah; yaitu
keyakinan bahwa Allah adalah Tuhan seluruh alam ini, dan bahwa Allah
adalah yang mengurus segala peristiwa yang terjadi pada alam ini, maka
tauhid ini tidak disalahi oleh seorang-pun dari seluruh manusia, baik
orang-orang musyrik maupun orang-orang kafir, dengan dalil firman Allah
dalam QS. Luqman:
وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ لَيَقُولَنَّ اللهُ (لقمان: 25)
“Dan jika engkau bertanya kepada mereka siapakah yang menciptakan
seluruh lapisan langit dan bumi? Maka mereka benar-benar akan menjawab:
“Allah” (QS. Luqman: 25)
(Jawab): Perkataan mereka ini murni
sebagai kebatilan belaka. Bagaimana mereka berkata bahwa seluruh
orang-orang kafir dan orang-orang musyrik sama dengan orang-orang mukmin
dalam tauhid Rububiyyah ?! Adapun pengertian ayat di atas bahwa
orang-orang kafir mengakui Allah sebagai Pencipta langit dan bumi adalah
pengakuan yang hanya di lidah saja, bukan artinya bahwa mereka sebagai
orang-orang ahli tauhid; yang mengesakan Allah dan mengakui bahwa hanya
Allah yang berhak disembah.
Terbukti bahwa mereka menyekutukan
Allah, mengakui adanya tuhan yang berhak disembah kepada selain Allah.
Mana logikanya jika orang-orang musyrik disebut sebagai ahli tauhid ?!
Rasulullah tidak pernah berkata kepada seorang kafir yang hendak masuk
Islam bahwa di dalam Islam terdapat dua tauhid; Tauhid Uluhiyyah dan
Tauhid Rububiyyah ! Rasulullah tidak pernah berkata kepada seorang kafir
yang hendak masuk Islam bahwa tidak cukup baginya untuk menjadi seorang
muslim hanya bertauhid Rubûbiyyah saja, tapi juga harus ber- tauhid
Uluhiyyah ! Oleh karena itu di dalam al-Qur’an Allah berfirman tentang
perkataan Nabi Yusuf saat mengajak dua orang di dalam penjara untuk
mentauhidkan Allah:
أَأَرْبَابٌ مُتَفَرّقُوْنَ خَيْرٌ أمِ اللهُ الْوَاحِدُ الْقَهّار (يوسف: 39
”Adakah rabb-rabb yang bermacam-macam tersebut lebih baik ataukah Allah
(yang lebih baik) yang tidak ada sekutu bagi-Nya dan yang maha
menguasai?!” (QS. Yusuf: 39).
Dalam ayat ini Nabi Yusuf menetapkan kepada mereka bahwa hanya Allah sebagai Rabb yang berhak disembah.
Perkataan kaum Musyabbihah dalam membagi tauhid kepada dua bagian, dan
bahwa tauhid Uluhiyyah (Ilâh) adalah pengakuan hanya Allah saja yang
berhak disembah adalah pembagian batil yang menyesatkan, karena tauhid
Rububiyyah adalah juga pengakuan bahwa hanya Allah yang berhak disembah,
sebagaimana yang dimaksud oleh ayat di atas. Dengan demikian Allah
adalah Rabb yang berhak disembah, dan juga Allah adalah Ilâh yang berhak
disembah. Kata “Rabb” dan kata “Ilâh” adalah kata yang memiliki
kandungan makna yang sama sebagaimana telah dinyatakan oleh al-Imâm
Abdullah ibn Alawi al-Haddad di atas.
Dalam majalah Nur
al-Islâm, majalah ilmiah bulanan yang diterbitkan oleh para Masyâyikh
al-Azhar asy-Syarif Cairo Mesir, terbitan tahun 1352 H, terdapat tulisan
yang sangat baik dengan judul “Kritik atas pembagian tauhid kepada
Tauhid Uluhiyyah dan Tauhid Rububiyyah” yang telah ditulis oleh
asy-Syaikh al-Azhar al-‘Allamâh Yusuf ad-Dajwi al-Azhari (w 1365 H),
sebagai berikut:
( ( “Sesungguhnya pembagian tauhid kepada
tauhid Uluhiyyah dan Rububiyyah adalah pembagian yang tidak pernah
dikenal oleh siapapun sebelum Ibn Taimiyah. Artinya, ini adalah bid’ah
sesat yang telah ia munculkannya. Di samping perkara bid’ah, pembagian
ini juga sangat tidak masuk akal; sebagaimana engkau akan lihat dalam
tulisan ini. Dahulu, bila ada seseorang yang hendak masuk Islam,
Rasulullah tidak mengatakan kepadanya bahwa tauhid ada dua macam.
Rasulullah tidak pernah mengatakan bahwa engkau tidak menjadi muslim
hingga bertauhid dengan tauhid Uluhiyyah (selain tauhid Rububiyyah),
bahkan memberikan isyarat tentang pembagian tauhid ini, walau dengan
hanya satu kata saja, sama sekali tidak pernah dilakukan oleh
Rasulullah. Demikian pula hal ini tidak pernah didengar dari pernyataan
ulama Salaf; yang padahal kaum Musyabbihah sekarang yang membagi-bagi
tauhid kepada tauhid Uluhiyyah dan tauhid Rububiyyah tersebut
mengaku-aku sebagai pengikut ulama Salaf. Sama sekali pembagian tauhid
ini tidak memiliki arti. Adapun firman Allah:
وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ لَيَقُولَنَّ اللهُ (لقمان: 25)
“Dan jika engkau bertanya kepada mereka siapakah yang menciptakan
seluruh lapisan langit dan bumi? Maka mereka benar-benar akan menjawab:
“Allah” (QS. Luqman: 25)
Ayat ini menceritakan perkataan
orang-orang kafir yang mereka katakan hanya di dalam mulut saja, tidak
keluar dari hati mereka. Mereka berkata demikian itu karena terdesak
tidak memiliki jawaban apapun untuk membantah dalil-dalil kuat dan
argumen-argumen yang sangat nyata (bahwa hanya Allah yang berhak
disembah). Bahkan, apa yang mereka katakan tersebut (pengakuan ketuhanan
Allah) ”secuil”-pun tidak ada di dalam hati mereka, dengan bukti bahwa
pada saat yang sama mereka berkata dengan ucapan-ucapan yang menunjukan
kedustaan mereka sendiri. Lihat, bukankah mereka menetapkan bahwa
penciptaan manfaat dan bahaya bukan dari Allah?! Benar, mereka adalah
orang-orang yang tidak mengenal Allah. Dari mulai perkara-perkara sepele
hingga peristiwa-peristiwa besar mereka yakini bukan dari Allah,
bagaimana mungkin mereka mentauhidkan-Nya?! Lihat misalkan firman Allah
tentang orang-orang kafir yang berkata kepada Nabi Hud:
إِن نَّقُولُ إِلاَّ اعْتَرَاكَ بَعْضُ ءَالِهَتِنَا بِسُوءٍ (هود: 54)
”Kami katakan bahwa tidak lain engkau telah diberi keburukan atau dicelakakan oleh sebagian tuhan kami” (QS. Hud: 54).
Sementara Ibn Taimiyah berkata bahwa dalam keyakinan orang-orang
musyrik tentang sesembahan-sesembahan mereka tersebut tidak memberikan
manfaat dan bahaya sedikit-pun. Dari mana Ibn Taimiyah berkata semacam
ini?! Bukankah ini berarti ia membangkang kepada apa yang telah
difirmankah Allah?! Anda lihat lagi ayat lainnya dari firman Allah
tentang perkataan-perkataan orang kafir tersebut:
وَجَعَلُوا
للهِ مِمَّا ذَرَأَ مِنَ الْحَرْثِ وَاْلأَنْعَامِ نَصِيبًا فَقَالُوا
هَذَا للهِ بِزَعْمِهِمْ وَهَذَا لِشُرَكَآئِنَا فَمَاكَانَ
لِشُرَكَآئِهِمْ فَلاَيَصِلُ إِلَى اللهِ وَمَاكَانَ للهِ فَهُوَ يَصِلُ
إِلَى شُرَكَآئِهِمْ (الأنعام: 136)
”Lalu mereka berkata sesuai
dengan prasangka mereka: ”Ini untuk Allah dan ini untuk berhala-berhala
kami”. Maka sajian-sajian yang diperuntukan bagi berhala-berhala mereka
tidak sampai kepada Allah; dan saji-sajian yang diperuntukan bagi Allah
maka sajian-sajian tersebut sampai kepada berhala mereka” (QS. al-An’am:
136).
Lihat, dalam ayat ini orang-orang musyrik tersebut
mendahulukan sesembahan-sesembahan mereka atas Allah dalam
perkara-perkara sepele.
Kemudian lihat lagi ayat lainnya tentang keyakinan orang-orang musyrik, Allah berkata kepada mereka:
و َمَانَرَى مَعَكُمْ شُفَعَآءَكُمُ الَّذِينَ زَعَمْتُمْ أَنَّهُمْ فِيكُمْ شُرَكَاؤُا (الأنعام: 94)
”Dan Kami tidak melihat bersama kalian para pemberi syafa’at bagi
kalian (sesembahan/berhala) yang kamu anggap bahwa mereka itu
sekutu-sekutu tuhan di antara kamu” (QS. al-An’am: 94).
Dalam
ayat ini dengan sangat nyata bahwa orang-orang kafir tersebut
berkeyakinan bahwa sesembahan-sesembahan mereka memberikan mafa’at
kepada mereka. Itulah sebabnya mengapa mereka mengagung-agungkan
berhala-berhala tersebut.
Lihat, apa yang dikatakan Abu Sufyan;
”dedengkot” orang-orang musyrik di saat perang Uhud, ia berteriak:
”U’lu Hubal” (maha agung Hubal), (Hubal adalah salah satu berhala
terbesar mereka). Lalu Rasulullah menjawab teriakan Abu Sufyan: ”Allâh
A’lâ Wa Ajall” (Allah lebih tinggi derajat-Nya dan lebih Maha Agung).
Anda pahami teks-teks ini semua maka anda akan paham sejauh mana
kesesatan mereka yang membagi tauhid kepada dua bagian tersebut! Dan
anda akan paham siapa sesungguhnya Ibn Taimiyah yang telah menyamakan
antara orang-orang Islam ahli tauhid dengan orang-orang musyrik para
penyembah berhala tersebut, yang menurutnya mereka semua sama dalam
tauhid Rububiyyah !” ) ).
Sumber
No comments:
Post a Comment